Menuju konten utama

Luhut: Sebagai Penyewa Rumah, Freeport Harus Tunduk

Luhut mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa diatur oleh Freeport terkait kontrak pertambangan.

Luhut: Sebagai Penyewa Rumah, Freeport Harus Tunduk
Luhut Binsar Panjaitan. [ANTARA FOTO/Reno Esnir]

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan apabila PT Freeport ingin tetap beroperasi di Indonesia, maka Freeport harus mengikuti ketentuan yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia.

Luhut juga menganalogikan PT Freeport seperti seorang penyewa rumah yang seharusnya tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia selaku pemilik rumah.

"Bagaimana dengan Freeport? Kita analogikan ini rumah kita, kita sewakan dan sewanya selesai 2021. Freeport bilang kok saya sudah jatuh cinta. Lalu dia bilang mau. Karena saya yang punya, saya punya syarat kalau dia mau. Bukan kau yang atur. Ini terbalik, orang sana yang punya syarat," kata Luhut saat membuka seminar pariwisata bertajuk "Investasi Guna Mendorong Pertumbuhan Pariwisata Pulau Sumbawa" di Jakarta, Kamis (23/3/2017).

Luhut juga mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa diatur oleh Freeport terkait kontrak pertambangan yang ada. Pemerintah, kata dia, tegas menginginkan agar Freeport menuruti permintaan dan aturan yang telah ditetapkan seperti mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), divestasi saham 51 persen serta mendorong pembangunan smelter.

"Ya harus nurut. Kalau enggak nurut terus saja ekspor, tapi 2021 nanti selesai," tegasnya.

Namun demikian, Luhut mengaku bahwa saat ini Pemerintah Indonesia dan pihak Freeport tengah melalukan negosiasi secara baik-baik. "Sekarang jalan. Enggak alot," kata dia.

Menurut laporan Antara, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat dengan sejumlah syarat, yakni pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP (izin usaha pertambangan) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) serta membuat pernyataan kesediaan membangun "smelter" dalam jangka waktu 5 tahun. Syarat lain adalah kewajiban divestasi hingga 51 persen.

Pemerintah menyodorkan perubahan status PT Freeport Indonesia dari sebelumnya kontrak karya (KK) menjadi IUPK agar bisa tetap melanjutkan operasi di Indonesia. Sementara itu, Freeport bersikeras tidak mau melepaskan hak-hak hukum yang diberikan dalam KK 1991.

Lantaran tidak ingin beralih status menjadi IUPK dan bersikukuh mempertahankan status KK, Freeport hingga saat ini menghentikan aktivitas produksi sehingga menyebabkan banyaknya karyawan yang dirumahkan dan diberhentikan.

Baca juga artikel terkait KASUS FREEPORT atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto