tirto.id - Jika Anda melewati Jalan Raya Dago di Parung Panjang, Bogor, besar kemungkinan Anda akan melihat tembok merah berpagar hitam di pinggir jalan. Di sana, terpampang pelang besar dengan tulisan 'Kota Baru Millennium City'.
Di belakang tembok, terlihat hamparan sawah dan ladang. Anda mungkin bertanya, apakah semua sawah dan ladang ini milik pengembang kota mandiri. Jawabannya benar.
“Ini semua tanah punya Batik Keris,” ujar Yeti Mariati, kepala urusan umum Kelurahan Kabasiran, kepada Tirto.
Menurut Yeti, luas lahan yang dimiliki Batik Keris di Kabasiran, sebuah desa di Kecamatan Parung Panjang, mencapai 100-an hektare. Batik Keris sudah lama membeli tanah tersebut sejak 2013. Terakhir, Batik Keris melakukan pembelian tanah pada 2016.
Lantas, siapa Batik Keris yang dimaksud Yeti?
Bagi Anda yang gemar mengunjungi mal-mal besar, Batik Keris mungkin tidak asing lagi. Ya, Batik Keris adalah perusahaan batik yang sudah berdiri sejak 1946. Saat ini gerainya tersebar di penjuru Indonesia.
Mulai Berbisnis Properti
Pendiri Batik Keris, almarhum Kasoem Tjokrosapoetro, mungkin tak menyangka usaha batik yang dirintisnya malah menjadi modal baru untuk melukis bisnis properti di pinggiran Jakarta.
Kasoem meninggal pada 1974. Putra keduanya, Handoko Tjokrosapoetro, lantas mengambil alih perusahaan sebagai direktur utama. Sementara posisi wakil direktur ditempati oleh adiknya, Handiman Tjokrosapoetro.
Di bawah kepemimpinan Handoko dan Handiman, skala bisnis Batik Keris terus membesar. Dalam buku Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia (2008) karangan Sam Setyautama dan Suma Mihardja, jumlah karyawan Batik Keris pada 1984 sebanyak 2.000 orang dan 26.0000 tenaga rumahan. Adapun jumlah tenaga pembuat pola lebih dari 80 orang.
Dari jumlah tenaga kerja itu, Batik Keris berhasil memproduksi kain kembang hingga 120 juta meter dan baju jadi sebanyak 3 juta potong per tahun.
Seiring ekspansi Batik Keris, kebutuhan lahan untuk membangun pabrik tekstil kian tinggi. Gara-gara itu, Batik Keris selalu memburu tanah agar dapat dipakai untuk memudahkan mereka saat membangun pabrik.
“Setiap mau beli tanah, harganya terus naik. Ya sudah, akhirnya setiap ada peluang beli tanah dan tempatnya layak, ayah saya beli,” ujar Benny Tjokrosaputro, putra Handoko Tjokrosapoetro, dikutip dari emitennews.com.
Pembelian tanah ini terus dilakukan sampai saat ini, di antaranya di wilayah Jakarta dan sekitarnya, termasuk di daerah Serpong dan Maja di Tangerang, Banten. Tanah-tanah ini menjadi bank lahan alias land banking terbesar perusahaan.
Dalam perjalanannya, Batik Keris tidak lagi hanya fokus di bisnis tekstil. Ia mulai melirik bisnis properti. Melalui Hanson International Tbk., perseroan terbuka dengan kode emiten MYRX, cadangan lahan yang dimiliki Batik Keris siap dikembangkan.
Berdasarkan laporan tahunan 2016 (PDF), Hanson melalui anak usahanya PT Mandiri Mega Jaya memiliki land bank sekitar 3.390 hektare yang tersebar di Tangerang, Lebak, dan Bekasi. Adapun biaya akuisisi lahan itu mencapai Rp5,04 triliun.
Meski memiliki land bank yang sangat besar, Hanson tetaplah pendatang baru. Perseroan memulai bisnis properti pada 2014. Untuk itu, Hanson menggandeng para pemain properti besar di antaranya Ciputra untuk proyek Kota Mandiri Citra Maja Raya.
Baru-baru ini, Hanson meluncurkan lagi proyek kota mandiri. Tepatnya April 2018, Hanson melalui PT Pacific Millennium Land meluncurkan proyek Millennium City yang berlokasi di Parung Panjang, dengan luas lahan yang bakal digarap hingga 3.000 hektare.
Selain tempat hunian, Millennium City bakal memiliki tiga areal pusat bisnis seluas 20-50 hektare. Di kawasan ini akan ada hotel, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, gedung perkantoran, dan sebagainya.
Seperti proyek kota mandiri sebelumnya, Hanson menggandeng pemain properti besar, yakni Tan Kian, pendiri Century Properties Group Indonesia yang sebelumnya bernama Duta Mutiara Group.
Dalam peluncuran Millennium City, turut hadir jajaran direksi PT Pacific Millennium Land seperti Benny Tjokrosaputro (direktur) dan Tan Kian (presiden direktur).
Sekilas, jika melihat kedua nama di atas, tidak salah apabila ada yang mengatakan Millennium City adalah proyek dua konglomerasi properti, yakni Hanson International dan Century Properties Group.
Apalagi, masing-masing baron properti ini menyebut Milllennium City sebagai salah satu proyek andalan mereka. Hal ini bisa dilihat di masing-masing laman resmi mereka.
Namun, berdasarkan data yang dihimpun Tirto, jumlah konglomerat yang terlibat di PT Pacific Millennium Land ternyata lebih dari dua. Sedikitnya ada enam konglomerat yang ikut menjadi pemegang sahamnya.
Dikonfirmasi kepada pihak PT Pacific Millennium Land, wakil kepala operasional Hans Leander mengaku ia tidak mengetahui susunan kepemilikan saham. “Saya kurang tahu [kepemilikan saham]. Saya cuma tahu dari sisi struktur [direksi] saja.”
Enam Konglomerat di Belakang Pacific Millennium Land
Berdasarkan data dari Kementerian Hukum dan HAM, enam konglomerat itu adalah Tan Kian (Century Properties Group Indonesia), Benny Tjrokrosaputro (Hanson Group), Soetikno Soedarjo (MRA Group), Ganda Sitorus dan Martua Sitorus (Gamaland Group), dan Glenn Sugita (Northstar Group).
Benny, melalui PT Mandiri Mega Raya, menjadi pemegang saham dominan sebesar 51,9 persen atau setara modal yang ditempatkan sebesar Rp781 miliar.
PT Mandiri Mega Raya adalah anak usaha dari PT Hanson International Tbk., yang sebelumnya bernama PT Mayer Tex, pemilik Batik Keris.
Sementara Century Properties Indonesia memiliki saham 6,3 persen melalui anak usahanya PT Pandawa Properti Indonesia. Pada anak usaha ini, Tan Kian memegang 40 persen saham, dan sisanya dimiliki keluarganya.
Untuk diketahui, induk usaha Tan Kian sebelumnya bernama Duta Mutiara Group. Seiring waktu, Duta Mutiara berganti nama menjadi Century Properties Group sejak awal Januari 2017.
Di kalangan pelaku usaha properti, nama Tan Kian cukup dikenal. Konglomerat ini memiliki aset strategis di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta Pusat, seperti Mal Pacific Place dan Hotel JW Marriott Kuningan.
Tan Kian juga pernah disebut Forbes dalam daftar 40 konglomerat terkaya di Indonesia pada 2008. Kala itu Tan Kian berada pada peringkat 30 dengan nilai kekayaan mencapai sekitar 175 juta dolar AS.
Konglomerat berikutnya, Ganda Sitorus dan Martua Sitorus dari Gama Corporation. Kakak beradik ini memiliki saham 11,6 persen melalui anak usahanya, PT Bumi Asia Mega.
Di bisnis properti, Gama Corporation terbilang pemain baru. Meski begitu, Gamaland dikenal di kalangan pemain properti berkat membangun menara tertinggi di Indonesia bernama Gama Tower dengan 64 lantai pada 2016.
Di sisi lain, Martua merupakan co-founder Wilmar International. Ia sempat masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes pada 2015, dengan nilai kekayaan sekitar 1,36 miliar dolar AS.
Dikonfirmasi mengenai keterlibatan Gamaland di Millennium City, Direktur Gamaland di PT Cempaka Sinergy Realty Dicky Iksan Soetikno membenarkan hal itu.
"Kami punya mempunyai saham di PT Pacific Millennium Land. Pertimbangannya, selain karena founder kami teman dekat dengan Pak Tan Kian, proyek Millennium ini bagus. Prospektif,” kata Iksan, yang jadi komisaris PT Pacific Millennium Land.
Konglomerat lain yang terlibat adalah Glenn Sugita, yang punya saham 0,26 persen melalui PT Kencana Sakti Cemerlang Abadi. Ia dikenal sebagai Direktur PT Persib Bandung Bermartabat. Glenn menolak berkomentar saat dikonfirmasi Tirto. Ia tidak menjawab pesan singkat dan telepon.
Glenn adalah pendiri perusahaan investasi multinasional Northstar Group yang berbasis di Singapura. Sebelum mendirikan Northstar, ia sempat bekerja di sejumlah perusahaan, di antaranya PwC Securities dan Bahana Sekuritas.
Konglomerat terakhir adalah Soetikno Soedarjo. Tidak seperti lima konglomerat lain, ia memiliki saham langsung atas namanya pada PT Pacific Millennium Land sebesar 1,05 persen.
Soetikno adalah pendiri Mugi Rekso Abadi (MRA) Group. Induk usaha ini memiliki beragam sayap bisnis, dari ritel hingga hotel, dari penyiaran hingga makanan & minuman, gaya hidup, majalah, hiburan, dan perusahaan otomotif.
Soetikno juga diketahui tersangkut kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus dan Rolls-Royce di Garuda Indonesia saat maskapai negara ini dipegang Emirsyah Satar. Saat ini, kasus suap ini masih didalami Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menjamin Penyelesaian Proyek
Di dunia usaha, membentuk perusahaan patungan adalah hal lumrah. Apalagi bila skala proyeknya menembus nilai triliunan rupiah. Jika main sendiri, tidak menutup kemungkinan mati di tengah jalan.
Membentuk perusahaan patungan acapkali terjadi di industri properti. Modal yang dibutuhkan tidaklah kecil, dari pengadaan lahan, perizinan, jalan, dan fasilitas lain.
Apalagi jika properti yang ditawarkan pengembang dikemas dengan konsep tertentu. Misal, proyek mixed used, superblock, dan yang belakangan marak adalah kota mandiri.
“Bisa saja sendiri, kalau memang kuat. Tapi kalau dilakukan bersama-sama, lebih terjamin. Pekerjaan bisa dilakukan dengan lebih cepat,” kata Sekretaris Jenderal Real Estate Indonesia (REI) Totok Lucida kepada Tirto.
Konsep kota mandiri memang memakan biaya tinggi sejak pengembangan, khususnya saat menyiapkan sarana dan prasarana. Karena itu, kota mandiri idealnya memang dikembangkan melalui perusahaan konsorsium.
Menjamurnya proyek kota mandiri di sekitar pinggiran Jakarta memang tidak terlepas dari kian sempitnya lahan di ibu kota. Kota mandiri alias kota baru bisa menjadi pilihan bagi masyarakat yang ingin memiliki hunian yang nyaman dan dikelilingi fasilitas yang lengkap. Kendati demikian, membangun kota mandiri juga banyak tantangannya.
Dalam perkara Millennium City, kawasan ini berada di atas tanah sengketa antara warga Desa Sukamulya dan TNI AU Rumpin. Konflik lahan ini masih berjalan, meski telah dimediasi oleh Kantor Staf Presiden. Merujuk rencana induk pengembangan Millennium City, dari 1.388 hektare itu ada 400 hektare lahan yang jadi sengketa warga dan TNI AU.
Hans Leander, wakil kepala operasional PT Pacific Millennium Land, saat dikonfirmasi Tirto mengatakan bahwa pengembangan Millennium City mencapai Lapangan Udara Rumpin di Desa Sukamulya. Namun, saat Tirto mempertanyakan bahwa sebagian pembangunan proyek yang ia sebut itu berdiri di atas tanah sengketa antara warga desa dan TNI AU, Leander buru-buru membantahnya.
“Mungkin Anda salah informasi,” katanya, ragu.
Keraguan Hans terbantah dari pengakuan pemerintah Desa Sukamulya. Saat ini pengembang besar yang membebaskan lahan di kawasan Sukamulya adalah PT Chandra Tribina, anak usaha PT Pacific Millennium Land. Pembebasan itu seluas 400 ha di sisi kanan dan kiri Jalan Raya Rumpin.
“Pembebasan lahan sejak 2014, sebelah kanan di wilayah pemakaman Taman Rumpin, sebelah kiri berbatasan dengan Desa Mekarsari karena akan menyatu dengan tanah perusahaan (Chandra Tribina) di sana,” kata Arjani, kepala urusan pemerintahan Desa Sukamulya, kepada Tirto.
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Fahri Salam