tirto.id - Pemerasan seksual, lebih dikenal dengan istilah sekstorsi atau sextorsion (dari singkatan berbahasa Inggris sexual exortion), merupakan kejahatan yang mengerikan.
Sekstorsi meliputi ancaman dari pelaku untuk mengumbar konten-konten digital seperti foto atau video intim milik korban apabila korban tidak mau memenuhi tuntutan atau keinginan pelaku.
Dalam konteks ini, sekstorsi termasuk salah satu bentuk Kekerasan Gender Berbasis Online (KBGO).
Siapa pun dapat menjadi korban sekstorsi, termasuk anak-anak dan remaja yang sekarang semakin mendapatkan kemudahan akses untuk berselancar di dunia digital.
Terkait potensi bahaya tersebut, induk perusahaan platform media sosial populer Facebook dan Instagram, Meta, baru-baru ini mengumumkan serangkaian fitur keamanan baru yang dirancang untuk memperkuat perlindungan pengguna dari ancaman sekstorsi dan mempersulit pelaku melakukan modusnya.
Langkah-langkah tersebut seperti menyembunyikan daftar pengikut dan orang yang diikuti dari terduga pelaku sekstorsi, mencegah tangkapan layar dari gambar-gambar tertentu dalam Direct Message (DM), dan meluncurkan fitur Proteksi Konten Telanjang secara global.
Fitur-Fitur Keamanan Baru
Meta akan mempersulit akun-akun yang menunjukkan tanda-tanda perilaku penipuan untuk mengikuti akun remaja atau mengajukan permintaan pertemanan ke akun remaja. Salah satu pertimbangannya adalah seberapa baru akun tersebut dibuat. Meta akan memblokir permintaan dari mereka, atau mengirimkannya ke dalam folder spam.
Pelaku kejahatan sekstorsi sering mengaku tinggal di suatu lokasi untuk mengelabui remaja agar mempercayai mereka. Meta sedang menguji pemberitahuan keamanan baru di fitur DM Instagram dan Messenger untuk menginformasikan pengguna remaja saat mereka mengobrol dengan orang yang mungkin tinggal di negara lain.
Pelaku kejahatan sekstorsi acap kali memanfaatkan daftar pengikut dan orang yang diikuti dari target mereka untuk mencoba memeras korban dengan menyebarkan aibnya ke orang lain.
Terkait modus tersebut, akun yang terdeteksi menunjukkan tanda-tanda perilaku penipuan tidak akan dapat melihat pengikut atau daftar pengikut orang lain, sehingga mereka tidak dapat menggunakan fitur ini.
Pihak pelaku juga tidak akan bisa melihat daftar akun yang menyukai kiriman seseorang, foto yang menandai mereka, atau akun lain yang menandai foto mereka.
Dalam waktu dekat, Meta tidak lagi mengizinkan pengguna melakukan tangkapan layar atau rekaman layar dari foto atau video yang dikirim di dalam pesan pribadi.
Apabila kita mengirim foto atau video di dalam DM Instagram atau Messenger menggunakan fitur ‘view once’ atau ‘allow replay’, kita tidak perlu khawatir penerima konten tersebut akan melakukan tangkapan layar atau rekaman layar tanpa izin.
Selain itu, Meta tidak mengizinkan pelaku kejahatan untuk membuka foto atau video yang dikirim dengan fitur ‘view once’ atau ‘allow replay’ di Instagram versi web untuk mencegah pelaku dari menghindari larangan tangkapan layar atau rekaman layar tersebut.
Meta juga meluncurkan fitur Proteksi Konten Telanjang secara global di fitur DM Instagram, setelah mengumumkan uji cobanya pada April lalu.
Fitur yang akan aktif secara otomatis bagi remaja di bawah usia 18 tahun ini dapat memburamkan gambar yang terdeteksi mengandung ketelanjangan saat dikirim atau diterima melalui DM Instagram sekaligus memperingatkan pengguna akan risiko terhadap pengiriman gambar-gambar sensitif.
Meta bekerja sama dengan Larry Magid, President & CEO ConnectSafely, dalam membuat video edukasi bagi para orang tua untuk memahami cara kerja dari fitur tersebut. Video dapat diakses di laman Hentikan Sekstorsi dari situs web Meta Family Center.
Tindakan Nyata terhadap Pelaku Sekstorsi
Awal Oktober lalu, Meta menghapus lebih dari 1.620 aset yang terdiri atas 800 grup Facebook dan 820 akun. Mereka terafiliasi dengan jaringan penipu Yahoo Boys dan mencoba untuk mengatur, merekrut, dan melatih pelaku-pelaku sekstorsi baru.
Pada Juli silam, Meta juga telah menghapus sekitar 7.200 aset Facebook yang terlibat dalam perilaku serupa.
Yahoo Boys itu sendiri sudah menjadi entitas yang dilarang berdasarkan kebijakan Individu dan Organisasi Berbahaya dari Meta, salah satu kebijakan paling ketat milik Meta.
Meta juga terus berupaya mengembangkan mekanisme untuk mengidentifikasi penipu, menghapus akun mereka, dan menyetop mereka beraksi kembali.
Seiring pakar-pakar di Meta mengobservasi pola-pola dari percobaan sekstorsi, seperti kesamaan di antara profil para pelaku, Meta juga melatih teknologinya untuk mengenali tanda-tanda tersebut.
Upaya tersebut memungkinkan Meta mencari akun pelaku pemerasan dan mengambil tindakan yang tepat dengan cepat, sembari mencatat kemajuan yang signifikan dalam mendeteksi pelaku baru maupun pelaku lama yang membuat akun baru lagi.
Meta turut membagikan pola-pola ini ke program Lantern dari Tech Coalition, sehingga perusahaan lain bisa menyelidiki platform mereka sendiri dan melacak penggunaan yang mencurigakan.
Serangkaian pembaruan ini merupakan langkah krusial dalam usaha Meta melawan pelaku kejahatan sekstorsi.
Meta juga terus berkomitmen mengembangkan keamanan untuk membantu melindungi komunitas.
Editor: Sekar Kinasih