tirto.id - Tahun 2004, seniman Inggris William Cobbing membuat sebuah karya performatif yang brilian: Excavation. Diunggah dalam video pendek, karya tersebut menampakkan seorang laki-laki menghantamkan palu ke pahat beton berulang kali. Melihat judulnya, adegan demikian bakal mengingatkan penonton pada kerja-kerja arkeolog saat menggali situs purbakala. Hanya, yang dihantam laki-laki dalam video tersebut bukanlah sebuah situs, melainkan kepalanya sendiri yang sudah ‘menjelma jadi batu.’
Ekskavasi versi Cobbing seolah menunjukkan bahwa situs paling berharga dalam diri manusia ada di dalam kepalanya. Karena itu, isi kepala batu tersebut mesti terus diekskavasi: terus dibongkar dan digali. Di saat bersamaan, ekskavasi versi Cobbing juga bisa diartikan sebagai representasi atas kehidupan dunia modern: manusia terus membangun dan membangun sehingga kepala mereka sekali pun—disampaikan Cobbing lewat cara yang puitik—senantiasa diisi semen dan beton.
Lepas dari tafsiran di atas, seperti halnya dalam kehidupan modern, semen dan beton memang punya kedudukan penting dalam karya-karya Cobbing. Selain Excavation, karya Cobbing yang lain, misalnya Long Distances dan Kiss, tampak hidup dan menggentarkan justru karena kehadiran material bahan bangunan tersebut. Dalam konteks semacam itulah Cobbing menunjukkan: kreativitas memungkinkan semen dan beton untuk diolah menjadi apa saja.
Di tengah gelombang disrupsi, hal yang menjadi penanda revolusi digital hari ini, upaya membuat semen dan beton menjadi apa saja ditunjukkan perusahaan BUMN Semen Indonesia. Menyandang nama semen tidak membuat mereka terpaku memproduksi semen saja. Keluar dari zona nyaman, Semen Indonesia bahkan merambah berbagai macam produk dan jasa dari bidang konstruksi hingga ke layanan digital.
Di bidang produk, pabrikan plat merah ini memproduksi berbagai macam tipe semen, readymix concrete, beton pracetak, mortar (semen instan), dan lain sebagainya. Sedangkan di bidang jasa, Semen Indonesia menyediakan jasa pengelolaan terminal dan fasilitas pelabuhan, konstruksi, logistik, pengelolaan limbah, trading, hingga layanan teknologi informasi, dan lain-lain.
Di era se-kompetitif saat ini, bisa jadi, umumnya pelaku usaha memandang disrupsi sebagai ancaman yang sulit dihindari. Padahal, layaknya sebuah karya seni, kondisi demikian sebetulnya bisa ditanggapi lewat berbagai cara pandang. Semen Indonesia memilih memahami disrupsi sebagai momentum untuk melakukan transformasi. Ingat, dalam teori evolusi, Charles Darwin mengatakan bahwa yang sanggup bertahan bukanlah yang paling kuat atau paling cerdas, namun yang paling mampu menyesuaikan diri dengan perubahan.
“Seiring dengan kondisi saat ini kami senantiasa terus meningkatkan sinergi dan inovasi demi mencapai keunggulan kualitas,” terang Hendi Prio Santoso, Direktur Utama Semen Indonesia
Berselancar di atas Gelombang Disrupsi
Pakar marketing, Philip Kotler (2015) menyebut diversifikasi produk merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kinerja bisnis yang ada dengan jalan mengidentifikasi peluang menambah bisnis menarik yang tidak berkaitan dengan bisnis perusahaan saat ini.
Saat disrupsi melanda seluruh sendi kehidupan, tak terkecuali bisnis konstruksi, upaya Semen Indonesia melakukan diversifikasi produk tampak pada usahanya memproduksi berbagai kebutuhan bahan bangunan, salah satunya precast atau beton pracetak.
Sekarang, bayangkan jika membuat rumah atau bangunan tak ubahnya seperti menyusun lego, berapa banyak waktu dan sumber daya yang dapat dipangkas? Dalam kondisi demikian, manusia tidak semata membutuhkan bangunan berkualitas, namun juga membutuhkan bahan dan teknologi yang memungkinkan proses pembuatan rumah atau bangunan berjalan ringkas dan efisien. Karena itulah ketersediaan produk-produk penunjang konstruksi prefabrikasi atau prefab—hal yang membuat proses membangun rumah atau bangunan seperti halnya menyusun lego—menjadi suatu keharusan.
“Semen Indonesia siap mengisi kebutuhan pasar di area produk turunan semen, salah satu produknya adalah precast,” kata Sigit Wahono, General Manager of Corporate Communication PT Semen Indonesia.
Saat ini, Semen Indonesia telah sukses mengakuisisi Holcim Indonesia dan mengubah namanya menjadi PT Solusi Bangun Indonesia. Selain upaya melawan disrupsi, hal tersebut menegaskan ambisi Semen Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam bisnis persemenan.
Di saat bersamaan, upaya Semen Indonesia dalam melawan disrupsi juga ditunjukkan dengan mengembangkan produk dan jasa nonsemen, salah satunya, pengembangan bisnis Teknologi Infomarsi (TI). Lewat salah satu anak perusahaannya, PT Sinergi Informatika Semen Indonesia (SISI), Semen Indonesia memberikan layanan Teknologi Informasi bagi BUMN lain atau perusahaan swasta.
Dari puluhan perusahaan yang telah menggunakan jasa PT SISI, tujuh di antaranya yakni: Mandiri Syariah, Telkom Sigma, Kimia Farma, Waskita Precast, PTPN III Holding, Bulog, dan Pos Indonesia.
“SISI merupakan strategic partner Semen Indonesia dalam pemenuhan solusi TI, sekaligus anak perusahaan yang bakal mendukung tumbuhnya lini bisnis nonsemen. SISI sudah terbukti menjadi andalan dalam mendukung bisnis Semen Indonesia dalam mengimplementasikan TI,” sambung Sigit Wahono.
Portofolio SISI juga terlihat dalam peranannya mengintegrasikan operasional TI bagi seluruh pabrik dan fasilitas packing plant yang berada di bawah naungan Semen Indonesia. Diketahui, Semen Indonesia memiliki 9 pabrik semen terpadu (Integrated Cement Plant) di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Vietnam; 6 fasilitas penggilingan (Grinding Plant) di Jawa, Sumatera, dan Vietnam; 31 fasilitas pengemasan (Packing Plant) di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua; serta 11 pelabuhan di Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Vietnam.
Sebaran area kerja tersebut menunjukkan, meski sejauh ini bergerak di bidang konstruksi dan manufaktur, Semen Indonesia terbilang cekatan dalam mengadopsi proses digitalisasi sebagai jantung tata kelola perusahaannya. Bagaimanapun, optimalisasi TI diperlukan setiap perusahaan agar simplifikasi dan automasi bisnis bisa berjalan dengan baik.
Kehadiran SISI dalam tubuh Semen Indonesia memang dimaksudkan untuk menggapai hal demikian. Lepas dari tujuan tersebut, keberadaan SISI dalam struktur usaha Semen Indonesia juga sejalan dengan program Making Indonesia 4.0 yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
“SISI dengan bisnis ICT-nya bisa masuk sektor bisnis dan industri lainnya secara luas karena semua perusahaan pasti membutuhkan TI,” pungkas sigit.
Sejauh ini, seluruh upaya yang dilakukan Semen Indonesia menunjukkan: meski gelombang disrupsi melanda apa saja, holding pertama BUMN tersebut sanggup menari di atasnya bahkan siap berkembang bersamanya. Seiring meningkatnya tantangan sekaligus persaingan di industri, Semen Indonesia pun mengubah visi mereka menjadi perusahaan penyedia solusi bahan bangunan utama di kancah regional, serta mampu meningkatkan kapasitas dirinya dari sekadar jawara di kancah nasional.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis