tirto.id - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat melarang stasiun televisi melakukan siaran secara langsung dalam sidang perdana kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis elektronik (E-KTP) yang berlangsung Kamis (9/3/2017).
Terkait dengan itu, Setara Institute menilai larangan siaran langsung secara utuh sidang perdana kasus korupsi E-KTP melanggar azas peradilan yang terbuka untuk umum.
"Larangan itu juga mengingkari semangat keterbukaan, kebebasan pers, dan hak publik untuk tahu. Saya mengecam keras pelarangan tidak berdasar yang dilakukan oleh majelis hakim," kata Ketua Setara Institute, Hendardi, di Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut Hendardi menyampaikan, dasar pelarangan itu karena ada nama-nama besar dan elit politik yang disebut ikut terlibat dalam surat dakwaan.
Dasar pelarangan tersebut, kata dia, sebagai bentuk diskriminatif dan bertentangan dengan prinsip peradilan yang adil.
Hendardi menyampaikan, peradilan Tipikor sudah sejak lama menyelenggarakan sidang terbuka atas kasus korupsi, hal itu dinilainya bukan untuk mencari sensasi tetapi memberikan pembelajaran publik sehingga menimbulkan efek jera dan tidak melakukan korupsi.
Ia menambahkan, keterbukaan dalam sidang itu juga bisa menjadi kunci dari peradilan yang akuntabel, sehingga bisa mencegah potensi-potensi penyelewengan dalam penegakan hukum.
"Justru karena menyangkut tokoh dan elit politik, maka menjadi sangat penting sidang itu harus dibuka. Dalam KUHAP hanya perkara asusila dan anak, sidang dibenarkan untuk dilakukan secara tertutup," jelas Hendardi.
Sebelumnya dilaporkan Antara, Humas Pengadilan Tipikor Jakarta, Johanes Priana, mengatakan bahwa pengadilan Tipikor melarang siaran langsung kasus dugaan korupsi e-KTP.
Alasannya, ketua PN Jakarta Pusat sudah mengeluarkan peraturan melarang siaran langsung di lingkungan peradilan Jakarta Pusat. Aturan tersebut dijelaskan dalam Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: w 10 U1/KP 01.1.17505 XI201601.
Sementara alasan lainnya, pengertian sidang terbuka untuk umum adalah sidangnya bisa dihadiri publik secara langsung, tapi tak berarti sidangnya yang hadir ke depan publik melalui siaran langsung.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto