tirto.id - Penerbangan komersial di seluruh Indonesia dilarang per 24 April lalu, berlaku hingga 1 Juni 2020. Peraturan tersebut ditetapkan untuk menekan penyebaran virus COVID-19.
Kebijakan ini bukan hanya memengaruhi bisnis perusahaan yang berhubungan langsung dengan penerbangan, tapi juga bisnis-bisnis turunan seperti transportasi darat yang melayani perjalanan dari dan menuju bandara.
Salah satu yang terdampak adalah Damri, BUMN yang salah satu layanannya adalah antar jemput penumpang bandara. Mereka sudah melebarkan sayap di hampir semua bandara di Indonesia. Tahun lalu, Damri mencatatkan pendapatan Rp1,289 triliun, meningkat dari dua tahun terakhir masing-masing sebanyak Rp 1,1 triliun dan Rp 1,256 triliun.
Kepala Divisi Sekretariat Perusahaan Damri Nico R. Saputra mengaku sebenarnya keuangan Damri telah terdampak sejak pemberlakukan kebijakan social distancing--yang ditindaklanjuti dengan penerapan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah. Menurutnya semua ini telah membatasi pergerakan masyarakat dan pada akhirnya menurunkan pula tingkat perjalanan via udara.
Kebijakan-kebijakan ini menyebabkan pendapatan perusahaan turun hingga 90 persen, akunya. Pada saat yang sama, Damri tetap menanggung fix cost yang merupakan kewajiban mereka seperti membayar gaji karyawan sekaligus premi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, hingga cicilan kendaraan.
Karena situasi terjepit itu itu Nico berharap pemerintah "bisa memastikan stimulus perekonomian yang dijanjikan dapat berjalan efektif." "Agar tidak berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK)," ujar Nico kepada reporter Tirto, Minggu (26/4/2020) kemarin. Meski demikian, ia mengaku tetap "mendukung upaya pemerintah memutus rantai penyebaran COVID-19."
Damri bukan satu-satunya perusahaan non penerbangan yang ikut terpukul dengan kebijakan larangan penerbangan komersial. Perusahaan taksi Blue Bird juga merasakan dampaknya.
"Kami memiliki armada taksi airport dan tentunya akan terpengaruh dari larangan penerbangan ini," kata Head of Investor Relation Blue Bird Michael Tane kepada reporter Tirto, Minggu.
Meski tidak bersedia membocorkan angka kerugian, namun Michael mengungkapkan kebijakan ini semakin menambah tekanan yang sudah dirasakan perusahaan semenjak awal Maret lalu, ketika pemerintah untuk kali pertama mengumumkan pasien positif COVID-19 asal Depok, Jawa Barat.
Michael mengaku sejak saat ini sudah banyak efisiensi yang dilakukan perusahaan, termasuk tidak menggaji direksi.
"Dan juga pengembangan bisnis ke logistik/pengiriman barang, untuk menjaga kesejahteraan dari driver dan karyawan kami," kata Michael.
Di antara yang terdampak, Ketua DPD Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menegaskan sopir adalah pihak yang paling merugi dengan kebijakan ini. "Karena mereka memang dibayar harian. Pendapatan hari ini untuk kebutuhan makan hari ini dan besok," katanya kepada reporter Tirto, Minggu.
Sementara dari sisi perusahaan, menurutnya dampak terburuk adalah bangkrut. "Enggak beroperasi berarti kolaps," katanya menegaskan.
Insentif Pemerintah
Menurut Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, tak ada yang bisa dilakukan pelaku usaha sektor ini dalam situasi sekarang kecuali menunggu uluran tangan pemerintah lewat berbagai insentif.
"Tidak ada yang bisa dilakukan, hanya menunggu stimulus dan insentif dari pusat," kata Djoko kepada reporter Tirto, Minggu.
Sejumlah insentif yang dapat dipertimbangkan pemerintah itu, antara lain: relaksasi pembayaran kewajiban pinjaman kepemilikan kendaraan; penundaan pemungutan pajak (PPh21, Pph 22 Impor, PPh Pasal 25); pembebasan pembayaran pajak kendaraan bermotor dan retribusi lain di daerah; pembebaskan iuran BPJS (Kesehatan dan Ketenagakerjaan); serta bantuan langsung kepada karyawan dan pengemudi perusahaan angkutan umum.
Staf khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, dalam diskusi daring "Menyelamatkan Layanan Transportasi Umum dari Dampak COVID-19" yang diselenggarakan Minggu kemarin, mengatakan memang akan ada sejumlah insentif untuk pelaku usaha sektor transportasi.
"Minggu depan (maksudnya pekan ini) akan terbit peraturan menteri yang baru. 18 sektor akan diberi insentif stimulus berupa pembebasan pajak 21 dan 25. Transportasi masuk di sini," katanya.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino