tirto.id - Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal jauh lebih rendah dari estimasi pemerintah. Ia menyatakan pada skenario optimis atau baseline, ekonomi cuma bisa tumbuh 0,5 persen.
“Ekonomi Indonesia kemungkinan tumbuh 0,5 persen, paling optimis. Pesimisnya minus 2 sampai minus 2,5 persen,” ucap Faisal dalam diskusi online bertajuk Ongkos Ekonomi Hadapi Krisis COVID 19, Jumat (24/4/2020).
Adapun prediksi Kementerian Keuangan masih menetapkan pertumbuhan ekonomi masih bisa tumbuh setidaknya 2,3 persen pada skenario “berat”. Lalu jika keadaan memburuk atau menjadi “sangat berat”, ekonomi akan tumbuh minus 0,4 persen.
Faisal mengatakan anjloknya pertumbuhan ekonomi itu disebabkan karena penanganan pandemi COVID-19 yang terkesan bertele-tele. Menurutnya antara pemerintahan tidak terjadi koordinasi tetapi semua berjalans endiri dan membuat pernyataannya masing-masing.
Ia mencontohkan penanganan tes di Indonesia saja baru menyentuh angka 56 ribu penduduk. Setara 214 per 1 juta penduduk. Dengan tren ini ia yakin ekonomi akan semakin sulit bergerak positif karena merespon tiap langkah penanganan yang dipilih pemerintah.
“Kita sudah kecolongan banyak misal Iran Active cases-nya turun kita masih naik entah sampai kapan. 2 Persen itu prestasi luar biasa. Jangan diharapkan ekonomi tumbuh di situasi seperti ini,” ucap Faisal.
Faisal juga mengkritik prediksi International Monetary Fund (IMF) yang dikutip Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto 17 April 2020 dalam sebuah situs media daring. Menurut Faisal tidak mungkin pada tahun 2021 Indonesia bisa langsung tumbuh di angka 8 persen hanya karena mengompensasi anjloknya pertumbuhan selama 2020.
Di samping itu, Indonesia membutuhkan waktu pemulihan. Pada tahun 2021, Indonesia ia prediksi baru bisa kembali ke 4,9 persen meski tahun 2020 sempat turun jauh. Pada tahun 2022 perlahan menyentuh 5 persen dan mencapai 5,2 persen pada 2023-2024.
“Ada yang aneh dari prediksi IMF. Rebound 2021 itu luar biasa. Melebihi pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya. Istilahnya kemerosotan tahun 2020 dibayar penuh plus bonus 2023. Seolah-olah Covid-19 hilang dan tiba-tiba normal lagi,” ucap Faisal.
“Tidak ada 7,8 atau 8,5 persen. Itu tidak ada,” tambah Faisal.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana