Menuju konten utama

IMF: Dampak Ekonomi COVID-19 Lebih Buruk dari Krisis Finansial 2008

Dunia perlu bersatu, bergandengan tangan, untuk melindungi masyarakat yang paling rentan.

IMF: Dampak Ekonomi COVID-19 Lebih Buruk dari Krisis Finansial 2008
Foto udara suasana di salah satu ruas jalan di Jakarta, Minggu (5/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengajukan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta ke Kemeterian Kesehatan untuk percepatan penanganan COVID-19 di ibu kota. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

tirto.id - DuniaPandemi COVID-19 memberikan dampak krisis ekonomi yang disebut “lebih buruk” ketimbang krisis finansial tahun 2008.

“Tidak pernah dalam sejarah IMF kita menyaksikan perekonomian dunia melambat kemudian terhenti,” kata Kristalina Georgieva, managing director IMF, dalam konferensi persnya, seperti dilansir dari CNBC, Senin (6/4/2020).

Ia mengatakan, semua pihak perlu bekerjasama, bersatu, dan melindungi masyarakat yang paling rentan. IMF kini bekerjasama dengan Bank Dunia dan institusi finansial lainnya untuk mengatasi kejatuhan ekonomi akibat pandemi COVID-19, yang telah menginfeksi lebih dari 1 juta orang di berbagai belahan negara di dunia, dan menewaskan lebih dari 55.000 orang.

Georgieva mengatakan, IMF mendesak bank sentral di negara-negara maju untuk mendukung negara-negara berkembang.

“Pekerjaan utama kita dalam krisis ini adalah secara cepat memberikan pendanaan untuk negara-negara, terutama emerging market, negara berkembang yang menghadapi peningkatan kebutuhan dan sangat signifikan,” katanya.

Ia mengatakan, IMF saat ini memiliki dana hingga 1 triliun dolar, dan akan menggunakannya sebanyak yang diperlukan.

Selain IMF, sejumlah negara sudah memberikan komitmennya untuk mengeluarkan serangkaian stimulus dan pendanaan untuk membantu menggerakkan perekonomian yang terhantam oleh pandemi COVID-19.

Pandemi COVID-19 memang memaksa negara-negara di seluruh dunia untuk merombak anggarannya. Mereka harus menyisihkan dana yang tidak kecil untuk mengatasi pandemi dan juga dampak-dampaknya.

Indonesia termasuk salah satu negara yang juga menyiapkan anggaran besar guna mengatasi dampak pandemi COVID-19. Dalam konferensi pers pada Selasa (31/3/2020), Presiden Joko Widodo mengumumkan persiapan dana hingga Rp405,1 triliun (2,55%) PDB sebagai insentif untuk penanganan COVID-19.

Dari total anggaran tersebut, Rp75 triliun di antaranya akan digunakan untuk dana kesehatan yang rencananya akan digunakan untuk tenaga kesehatan, seperti pembelian alat pelindung diri (APD) serta alat-alat kesehatan yang dibutuhkan seperti test kit, reagen, ventilator, hand sanitizer, dan sebagainya.

Ada pula anggaran yang akan diperuntukkan sebagai insentif bagi tenaga medis. Dokter spesialis, misalnya, akan mendapatkan Rp15 juta setiap bulannya. Dokter umum Rp10 juta per bulan, perawat 7,5 juta/bulan, dan tenaga kesehatan lainnya Rp5 juta/bulan. Ada pula santunan kematian kepada keluarga tenaga medis sebesar Rp300 juta.

Di luar tenaga kesehatan, anggaran itu juga akan digunakan untuk meningkatkan fasilitas kesehatan di 132 rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien COVID-19.

Beberapa negara yang juga sudah berkomitmen untuk menggelontorkan dana-dana yang cukup besar untuk mengatasi dampak COVID-19, sebagaimana disampaikan Kementerian Keuangan dalam penjelasannya tentang langkah-langkah penanganan dampak ekonomi COVID-19, yakni:

  • Australia: 189 miliar dolar Australia (9,7% PDB). Termasuk 125 miliar dolar Australia untuk memastikan aliran kredit di perekonomian;
  • Kanada: 138 miliar dolar (6% PDB). Termasuk 85 miliar dolar dukungan untuk keberlangsungan bisnis;
  • Tiongkok: 1,3 triliun yuan (1,2% PDB). Termasuk pembebasan pajak dan kontribusi jaminan sosial;
  • Perancis: 45 miliar euro (2% PDB). Termasuk dukungan likuiditas ekonomi. Pemerintah juga menyediakan jaminan senilai 300 miliar euro (13% PDB) untuk pinjaman bank ke perusahaan;
  • Jerman: 156 miliar euro (4,5% PDB). Termasuk hibah 50 euro untuk UKM. Melalui KfW, pemerintah juga menyediakan jaminan untuk pinjaman perusahaan senilai 22 miliar euro (24% PDB);
  • Italia: 25 miliar euro (1,4% PDB). Termasuk dukungan suplai kredit sebesar 5,1 miliar euro untuk memperlancar likuiditas perusahaan hingga 350 miliar euro (20% PDB);
  • Korea: 16 triliun won (0,8% PDB). Termasuk pinjaman dan jaminan bagi dunia usaha.
  • Malaysia: 6 miliar ringgit (0,4% PDB). Termasuk pembebasan pajak temporer serta targeted cash transfer;
  • Arab Saudi: 18,7 miliar dolar (2,7%) PDB. Termasuk penundaan pajak dan peningkatan pembiayaan bagi sektor swasta;
  • Singapura: 54,4 miliar dolar Singapura (10,9%) PDB. Termasuk paket dukungan dan stabilisasi untuk dunia usaha, serta peningkatan skema pembiayaan dan pinjaman seniai 20 miliar dolar;
  • Spanyol: 8,9 miliar euro (0,7%) PDB. Termasuk penundaan pajak bagi UKM dan self-employed untuk 6 bulan;
  • Amerika Serikat: 2,1 triliun dolar AS (10,5%) PDB. Termasuk pinjaman dan hibah bagi dunia usaha.

Baca juga artikel terkait IMF atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Hendra Friana