tirto.id - Menteri Keuangan sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan turun hingga 2 persen. Itu dalam skenario normal atau baseline. Sementara pada skenario terburuk, angkanya bisa minus. Estimasi ini muncul setelah mempertimbangkan dampak Corona atau COVID-19 terhadap perekonomian.
“Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh 2,3 persen, bahkan dengan skenario terburuk bisa minus 0,4 persen,” ucap Sri Mulyani dalam siaran live di akun Youtube Kemenkeu RI, Rabu (1/4/2020).
Terakhir kali pertumbuhan ekonomi minus terjadi pada 1998, saat krisis ekonomi. Waktu itu pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 13 persen. BJ Habibie, Presiden pengganti Soeharto, bisa menaikkanya lagi menjadi 0,79 persen pada 1999.
Sementara pertumbuhan ekonomi tahun lalu berada di angka 5,1 persen.
Sri Mulyani menyatakan dengan estimasi terbaru itu ada potensi sektor keuangan bisa tertekan. Ia bilang transmisinya bisa mengarah pada masalah sosial, ekonomi, dan ancaman stabilitas keuangan.
Konsumsi rumah tangga turun menjadi 3,2 persen atau lebih rendah lagi di kisaran 1,6 persen. Nilai ini jauh di bawah pertumbuhan konsumsi yang biasa di angka 5 persen.
Penurunan juga masih akan terjadi pada konsumsi pemerintah. Meski demikian, ia memastikan pemerintah akan mempertahankan pertumbuhannya hingga 6,83 persen dan kemungkinan terburuk dijaga agar tidak lebih rendah dari 3,73 persen.
“Karena itu, defisitnya (APBN) meningkat,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menyatakan investasi akan merosot dari perkiraan bisa tumbuh 6 persen di tahun 2020 menjadi hanya 1 persen. Kemungkinan terburuknya, kata Sri Mulyani, “bahkan minus 4 persen.”
Ekspor juga akan terpengaruh dan mengalami kontraksi yang lebih dalam. Sri Mulyani bilang di kisaran minus 14 persen hingga minus 15,60 persen. Impor juga diprediksi akan tetap kontraksi di kisaran minus 14,50 persen hingga minus 16,65 persen.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino