tirto.id - Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto menyebutkan, rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) masih dikatakan aman, yang berada pada kisaran 40 persen. Bahkan, dia tak khawatir dengan risiko terhadap intervensi negara lain terhadap kondisi utang Indonesia.
Dalam hal tersebut, Prabowo menegaskan Indonesia tidak pernah mengalami kondisi default atau gagal membayar utang.
"Kita sangat-sangat dihormati. Kita tidak pernah default. Saya keliling negara-negara di dunia mereka sangat hormat dengan Indonesia," kata Prabowo dalam Debat Ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024).
Dihubungi Tirto, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan, intervensi utang bisa terjadi bahkan Indonesia pernah diintervensi mengenai utang yang membengkak.
Berkaca pada utang Indonesia ke IMF saat krisis moneter 1998 yang dikenal dengan Structural Adjustment Program. IMF saat itu mengintervensi Indonesia untuk melakukan privatisasi berbagai aset strategis.
“Kemudian, Indonesia juga didikte secara tidak langsung oleh pinjaman dari China, termasuk terkait infrastruktur dan hilirisasi yang faktanya 90 persen produk hasil hilirisasi nikel di ekspor ke China,” kata Bhima, Senin (8/1/2024).
Bhima mengatakan, ambang batas rasio utang Indonesia sesuai ketentuan konstitusional maksimum sebesar 60 persen. Namun, pemerintah seharusnya dapat mencegah rasio utang tidak mendekati ambang batas.
“Bukan berarti pemerintah bisa mendorong agar rasio utang mendekati batas yang dibolehkan undang-undang,” kata Bhima.
Menurut Bhima, dalam berutang, negara perlu mencermati bunga utang yang dibebankan tiap tahunnya. Hal ini juga yang harus dipahami bahwa rasio utang sudah tidak sehat apabila bunga terlalu membengkak.
“Perlu dicermati juga berapa bayar bunga utang tiap tahunnya. Kalau bunga utang nyaris Rp500 triliun tahun ini maka porsinya terhadap belanja sosial kan sudah lebih dari 100 persen. Itu tidak sehat,” kata dia.
Untuk itu, Bhima mewanti-wanti pemimpin ke depannya harus berhati-hati dalam mempersoalkan penambahan utang yang makin menambah beban negara.
“Saya kira tim ekonominya Prabowo perlu mengingatkan risiko utang dalam konteks keberlanjutan APBN,” ujar Bhima.
Kondisi Utang Luar Negeri Indonesia
Jika dilihat pergerakan ULN Indonesia secara bulanan, sejatinya posisi ULN di bulan Oktober tersebut turun dibandingkan dengan posisi ULN pada September 2023 yang sebesar 394,4 miliar dolar AS. Penurunan posisi ULN ini terutama bersumber dari ULN sektor publik.
Posisi ULN pemerintah pada Oktober 2023 tercatat 185,1 miliar dolar AS. Jumlah ini melambat 3,3 persen dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya yang ada di level 188,3 miliar dolar AS.
“Penurunan posisi ULN pemerintah terutama dipengaruhi oleh perpindahan penempatan dana investor nonresiden pada pasar Surat Berharga Negara [SBN] domestik ke instrumen lain seiring dengan volatilitas di pasar keuangan global yang meningkat,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi, Erwin Haryono, dikutip dari keterangannya, Jumat (15/12/2023).
Kemudian, posisi ULN swasta pada Oktober 2023 tercatat sebesar 196,9 miliar dolar AS, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar 196,7 miliar dolar AS.
Secara tahunan, ULN swasta kembali mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,5 persen. Kontraksi pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations).
Erwin menuturkan, struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. ULN Indonesia pada Oktober 2023 tetap terkendali sebagaimana tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 28,7 persen, dari 28,9 persen pada bulan sebelumnya.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” ucap Erwin.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Dwi Ayuningtyas