tirto.id - Subdit 3 Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengungkap kasus pembunuhan berencana terhadap Hsu Ming Hu (52), pengusaha roti berkewarganegaraan Taiwan.
Empat terduga pelaku telah ditangkap yakni dua perempuan SS (37) dan FI (30), serta dua pria, AF (31) dan SY (38).
"Para tersangka dengan perannya masing-masing melakukan pembunuhan dengan cara masuk ke rumah korban, mengaku sebagai petugas pajak," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Kamis (13/8/2020).
Mayat Hsu Ming Hu dibuang di Subang, Jawa Barat. Motif sementara peristiwa ini lantaran SS yang juga sekretaris pribadi Hsu, sakit hati korban tak bertanggung jawab atas kehamilannya.
Pengungkapan ini bermula ketika Daniel Kus Hendarso, perwakilan dari Kedutaan Besar Cina, meminta bantuan polisi untuk mencari Hsu yang diduga hilang. Dia melaporkan pada 27 Juli. Laporan terdaftar dengan Nomor: B/10.155/VII/YAN.2.4/2020/SPKT PMJ.
Jajaran Polda Metro menindaklanjuti laporan tersebut. Lalu mendapatkan informasi dari pihak Polsek Binong, bahwa mereka menemukan mayat pada 26 Juli. Lantas kepolisian memeriksa saksi mata, hasil penyelidikan awal diketahui kalau jenazah itu adalah Hsu. Polisi segera mengusut perkara.
Mereka membekuk empat terduga pelaku dan menginterogasi mereka. Berdasarkan penyidikan, sekitar tahun 2018, Hsu diduga sering melakukan pelecehan seksual terhadap SS dengan cara mengirimkan video-video porno ke ponsel perempuan itu. SS juga diminta menyetubuhinya, akibatnya SS hamil.
Hsu meminta SS untuk menggugurkan kandungannya dengan imbalan Rp10 juta-Rp20 juta. Itu penyebab SS kecewa. Pada Februari 2019, SS bercerita kepada temannya yakni FI dan ia berencana mencelakakan maupun membunuh korban. Medio April, SS meminta FI untuk mencari dukun santet. Dia menyiapkan Rp15 juta untuk si dukun.
Tak berhasil dengan santet, SS merencanakan menyewa orang yang mau melumpuhkan atau membunuh Hsu. Pada Juni 2020, FI menghubungi SS ihwal rencana itu dan mengatakan ada orang yang bersedia ikut campur dengan imbalan Rp150 juta dengan merogoh Rp30 juta di muka. Kesepakatan tercapai, FI langsung mengontak AF. AF menginfokan rencana eksekusi itu ke S (kini buron).
S menyetujui, lantas ia berangkat dari Banjar, Jawa Barat, menuju ke Rumah Makan Alam Sari Deltamas, Cikarang, Bekasi, untuk bertemu AF guna membahas eksekusi. Lelaki itu meminta mobil untuk operasional rencana. Esoknya, FI menyerahkan mobil tersebut.
Pada 27 Juni, sekira pukul 13.00 WIB, S menjemput AF dan FI untuk pertemuan di rumah makan. Mereka juga bertemu lagi pada 8 Juli, sekitar pukul 15.00 WIB, hendak finalisasi konsep.
Pada 12 Juli, AF menyuruh FI untuk menanyakan ke SS bagaimana cara masuk ke rumah korban. "SS memberi tahu dengan cara mengaku sebagai pegawai pajak, karena korban takut sama orang pajak dan punya utang pajak Rp9 miliar atas hasil usahanya selama di Indonesia," terang Yusri.
Sepuluh hari berikutnya SS mendapat kabar dari SY (penguntit) bahwa asisten rumah tangga Hsu tidak masuk kerja.
Hsu menetap di Perumahan Carribean Deltamas, Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi. Informasi perihal itu bergulir di kelompok itu. 23 Juli, sekira pukul 15.00, S mengintai kawasan rumah korban bersama tersangka R (kini buron). Sehari berikutnya, sekitar pukul 07.30, tersangka S menghubungi AF untuk bagi tugas bila tiba di kediaman Hsu.
Delapan jam berikutnya para pelaku beraksi. S membawa map, kemudian mengetuk pintu rumah korban, berpura-pura menjadi petugas pajak. Hsu mempersilakannya masuk. Mereka berdalih menagih pajak tunggakan. Kala itu S meminta izin menggunakan toilet dan mengaku keran air tak berfungsi. Ketika Hsu mendatanginya, ia dua kali ditikam di perut menggunakan sangkur.
AF bersama R (kini buron) menyusul ke toilet. Kemudian R membersihkan lantai yang terpercik darah. Lantas mereka mengangkut Hsu ke mobil. Sementara AF membawa mobil milik Hsu, lalu mereka angkat kaki.
Polisi meringkus SS di kantor Subdit 3 Resmob Polda Metro Jaya ketika ia diperiksa sebagai saksi, FI dan SY dibekuk di kediaman masing-masing di kawasan Cikarang. Sementara AF bersembunyi di Hutan Talang Pasir, Lampung, turut dicokok. Mereka dijerat Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 365 KUHP, dan Pasal 351 KUHP. Keempatnya terancam hukuman paling singkat 7 tahun, paling lama 20 tahun atau seumur hidup atau hukuman mati.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri