tirto.id - Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Taufiq Effendi diperiksa penyidik KPK dalam penyidikan e-KTP hari ini, Jumat (5/1/2018).
"Hari ini dijadwalkan pemeriksaan terhadap Taufiq Effendi untuk tersangka Markus Nari," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (5/1/2018).
Nama Taufiq sendiri pernah disebut dalam dakwaan perkara e-KTP dengan terdakwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.
Taufiq yang saat itu sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat menerima 103 ribu dolar AS dari proyek senilai Rp5,95 triliun itu.
Dalam beberapa hari ini, KPK telah memanggil beberapa nama mulai dari anggota DPR maupun mantan anggota DPR untuk penyidikan dengan tersangka Markus Nari, yakni Ganjar Pranowo, Melchias Marcus Mekeng, Olly Dondokambey, Mirwan Amir, dan Tamsil Linrung.
Dari nama-nama itu baru Mirwan Amir yang telah memenuhi panggilan KPK.
Mirwan yang merupakan mantan Wakil Ketua Banggar DPR itu mengaku dikonfirmasi soal pembahasan anggaran proyek KTP-elektronik (e-KTP) saat diperiksa menjadi saksi untuk Markus Nari.
"Saya jelaskan saya kenal lama, saya tahu Markus Nari, pernah ngobrol salam Markus Nari. Terus ditanya masalah anggaran, kebetulan saya kan Wakil Pimpinan Banggar. Jadi saya jelaskan masalah pembahasan APBN, postur APBN itu saja," kata Mirwan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/1/2018).
Mirwan yang saat ini merupakan politisi Partai Hanura itu menyatakan tidak ada lobi dari Markus Nari soal pengurusan penambahan anggaran proyek e-KTP saat itu.
"Tidak, tidak pernah sama sekali karena memang tidak dibahas di Badan Anggaran dan itu semua ada di Komisi II," katanya.
Markus Nari yang saat itu anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar disebut menerima sejumlah Rp4 miliar dan 13 ribu dolar AS dalam dakwaan Irman dan Sugiharto.
Sementara itu, Mirwan Amir juga disebut menerima sejumlah 1,2 juta dolar AS dalam dakwaan Irman dan Sugiharto.
Ia pun membantah telah menerima uang tersebut.
"Sama sekali tidak pernah saya terima," ungkap Mirwan yang juga mantan anggota DPR RI 2009-2014 dari Fraksi Partai Demokrat itu.
KPK telah menetapkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP.
Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus e-KTP.
Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Selain itu, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP 2011-2013 pada Kemendagri.
Markus Nari disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri