Menuju konten utama

KPK Periksa Menteri Basuki Soal Pengangkatan Amran HI Mustary

Saat diperiksa KPK sebagai saksi, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengaku ditanyai soal proses pengangkatan eks Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary.

KPK Periksa Menteri Basuki Soal Pengangkatan Amran HI Mustary
Ilustrasi. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono berbincang dengan Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali seusai mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Rabu (22/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, hari ini Senin (14/05/2018), diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus korupsi penerimaan hadiah proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.

Dalam pemeriksaan tersebut, Basuki mengaku ia hanya ditanyai soal proses pengangkatan eks Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary.

"Proses pengangkatan Pak Amran sebagai Kepala Balai itu sudah mengikuti proses Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) di Kementerian PUPR," kata Basuki di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Pusat (14/05/2018).

Basuki sendiri diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Bupati nonaktif Halmahera Timur Rudi Erawan. Namun saat ditanya oleh penyidik KPK apakah ia kenal Rudi Erawan, Basuki mengklaim tidak mengenalnya

Pemeriksaan ini merupakan penjadwalan ulang karena sebelumnya Basuki sempat mangkir pemeriksaan penyidik KPK pada Jumat 11 Mei 2018.

KPK telah menetapkan Rudi Erawan sebagai tersangka kasus itu pada 31 Januari 2018. Saat ini, yang bersangkutan telah ditahan di Rutan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK.

Dalam kasus itu, Rudi Erawan juga diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Atas perbuatannya itu, Rudi Erawan disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 12B atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rudi Erawan merupakan tersangka ke-11 dalam kasus tersebut. Sebelumnya, KPK telah menetapkan 10 orang lainnya sebagai tersangka kasus terkait dengan proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.

Sepuluh tersangka tersebut antara lain, Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary, komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng, Julia Prasetyarini dari unsur swasta, Dessy A Edwin sebagai ibu rumah tangga serta lima anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainudin, dan Yudi Widiana Adia.

Sembilan dari 10 tersangka tersebut telah divonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, sedangkan tersangka Yudi Widiana Adia saat ini masih menjalani proses persidangan.

Penyidik mendapatkan sejumlah bukti bahwa, tersangka Amran Hi Mustary selama menjabat Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, telah beberapa kali menerima sejumlah uang dari tersangka Abdul Khoir dan berbagai kontraktor lainnya.

Sebagian uang tersebut kemudian diberikan oleh Amran Hi Mustary kepada Rudi Erawan. Diduga Rudi Erawan menerima total sekitar Rp6,3 miliar.

Perkara itu bermula dari tertangkap tangannya anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti bersama-sama tiga orang lainnya, yaitu Julia Prasetyarini, Dessy A Edwin, dan Abdul Khoir di Jakarta pada Januari 2016.

Saat itu, penyidik mengamankan uang 33 ribu dolar Singapura dari tangan Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin. Uang tersebut merupakan bagian dari suap yang diberikan kepada anggota DPR RI untuk mengamankan proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PROYEK PUPR MALUKU atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yandri Daniel Damaledo