tirto.id - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali, pada pekan depan. Gus Muhdlor sapaannya, diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
"Minggu depan kami akan panggil kembali tersangka ini untuk hadir," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dikutip Antara, Jumat (19/4/2024).
Namun, KPK belum mengumumkan soal kapan surat pemanggilan kedua terhadap Ahmad Muhdlor dilayangkan. KPK juga belum mengumumkan kapan yang bersangkutan akan menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik.
"Nanti mengenai waktunya kami akan sampaikan kembali pada teman-teman setelah kami mendapatkan informasi yang pasti tanggal berapa panggilan tersebut untuk hadir dan sudah dikirimkan atau belum nanti kami akan sampaikan," ujar Ali.
Ali menerangkan, Ahmad Muhdlor Ali awalnya dijadwalkan hari ini akan menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Namun, KPK menerima surat dari kuasa hukumnya yang menyatakan bahwa kliennya tidak bisa memenuhi panggilan tim penyidik KPK karena sedang menjalani rawat inap di rumah sakit.
Menurut surat tersebut, yang bersangkutan telah menjalani rawat inap di rumah sakit sejak 17 April 2024. KPK menilai alasan yang disampaikan dalam surat tersebut tidak jelas.
"Dirawat sejak 17 April 2024 sampai dengan sembuh. Ini memang agak lain suratnya. Sampai sembuhnya kapan kan kita enggak tahu, penyakitnya juga enggak tahu. Oleh karena itu tentu dari surat ini saja kami menganalisis alasan yang kemudian disampaikan setidaknya kurang begitu jelas," ujarnya.
Juru bicara KPK berlatar belakang jaksa itu kemudian mengingatkan agar yang bersangkutan dan semua pihak terkait untuk kooperatif dengan tim penyidik KPK.
KPK pada Selasa (16/4/2024) lalu mengumumkan menetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemotongan insentif pegawai pada Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
"KPK belum dapat menyampaikan spesifik identitas lengkap pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, peran dan sangkaan pasalnya hingga nanti ketika kecukupan alat bukti selesai dipenuhi semua oleh tim penyidik. Namun kami mengonfirmasi atas pertanyaan media bahwa betul yang bersangkutan menjabat bupati di Kabupaten Sidoarjo periode 2021-sekarang," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta.
Ali menerangkan penetapan tersangka tersebut dilakukan berdasarkan analisa dari keterangan para pihak yang diperiksa sebagai saksi termasuk keterangan para tersangka dan juga alat bukti lainnya.
Tim penyidik KPK kemudian menemukan peran dan keterlibatan pihak lain yang turut serta dalam terjadinya dugaan korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
"Dengan temuan tersebut, dari gelar perkara yang dilakukan kemudian disepakati adanya pihak yang dapat turut dipertanggungjawabkan di depan hukum karena diduga menikmati adanya aliran sejumlah uang," ujarnya.
Kronologi Kasus
KPK pada 29 Januari 2024 menahan dan menetapkan Kasubag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Siska Wati (SW) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
KPK selanjutnya pada Jumat, 23 Februari 2024 menahan dan menetapkan status tersangka terhadap Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono (AS) dalam perkara yang sama.
Konstruksi perkara tersebut diduga berawal saat BPPD Kabupaten Sidoarjo berhasil mencapai target pendapatan pajak pada 2023. Atas capaian target tersebut, Bupati Sidoarjo kemudian menerbitkan Surat Keputusan untuk pemberian insentif kepada pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo.
Atas dasar keputusan tersebut, AS kemudian memerintahkan SW untuk melakukan penghitungan besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut yang kemudian diperuntukkan untuk kebutuhan AS dan bupati.
Besaran potongan yaitu 10 persen sampai 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima. AS juga memerintahkan SW supaya teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai yang dikoordinir oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Tersangka AS juga aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan Bupati.
Khusus pada 2023, SW mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar. Penyidik KPK saat ini juga masih mendalami aliran dana terkait perkara dugaan korupsi tersebut.
Atas perbuatannya AS disangkakan melanggar Atas perbuatannya, tersangka SW dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.