Menuju konten utama

Kontras Duga Polisi Melanggar Hak Anak Kasus 21-22 Mei

Kontras menduga polisi telah melakukan tindak kekerasan dan penganiayaan terhadap anak-anak yang terlibat kasus 21-22 Mei lalu.

Kontras Duga Polisi Melanggar Hak Anak Kasus 21-22 Mei
Polisi mengamankan pendemo yang rusuh di Jalan KS Tubun, Jakarta, Rabu (22/5/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras.

tirto.id - Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menduga pihak kepolisian Republik lndonesia telah melakukan berbagai pelanggaran hukum dalam menangani kasus pada anak-anak saat peristiwa 21-22 Mei silam.

Dia antaranya, polisi diduga oleh Kontas, telah melakukan tindak kekerasan dan penganiayaan terhadap anak-anak.

Hal tersebut diketahui ketika Kontras mendapatkan informasi dari Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dengan inisial GL (17 tahun) dan FY (17 tahun) ditangkap pada 22 Mei.

"Mereka ditangkap dan digiring dengan paksa. Lalu direndam di kolam yang sudah kotor dan berwarna hijau sekitar Polsek Metro Gambir," kata Staf Pembela HAM Kontras, Andi Muhammad Rezaldy, di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, (26/7/2019).

Padahal, kata dia, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, mereka dijamin dalam konvensi hak-haknya.

Bahkan berdasarkan pengakuan mereka kepada Kontras, kedua anak itu megalami sejumlah pemukulan. FY dipukul dibagian dada sebanyak tiga kali, dan GL dipukul dua kali, pertama di bagian dada, kedua dibagian pungggung.

"Lalu setelah itu mereka kembali dimasukkan ke dalam sel tahanan bersama tahanan lainnya yang sudah usia dewasa. Mendapat ancaman pukul," ujar dia.

Andi juga menerangkan, ketika menjelang siang hari, FY dan GL dikeluarkan dari sel tahanan dan dipaksa berendam kembali.

Keduanya pun sempat mendapat ancaman, bila kepalanya timbul keluar, mereka akan dipukul pakai balok.

Sesudah itu, FY dan GL bersama tahanan lainnya yang kurang lebih berjumlah 25 orang dimasukkan ke dalam mobil boks dengan kondisi tangan terikat dan dibawa menuju ke Polda Metro Jaya.

"Di dalam mobil itu, mereka diberikan ruang udara yang begitu sempit. Sehingga mereka harus secara bergantian mendapatkan udara segar dari luar," imbuh dia.

Sesampainya di Polda Metro Jaya kata dia, FY dan GL diperiksa serta dimintai sejumlah keterangan terkait sangkaan ikut serta melakukan kerusuhan dan melawan petugas. Namun demikian, pemeriksaan itu tidak didampingi oleh pihak keluarga ABH.

"Saat pertama kali di BAP, FY tidak didampingi penasehat hukum, lalu ketika dilakukan BAP ulang, FY mendapatkan penasehat hukum tetapi diragukan keabsahan penunjukannya, sebab pihak orang tua atau wali merasa tidak menandatangani surat kuasa atas penunjukkan tersebut," ujar dia.

Kontras, kata dia, menilai polisi diduga kuat melanggar Pasal 64 huruf e Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 3 huruf e UU 11/2002.

"Selain itu, Polisi juga diduga melanggar Pasal 37 huruf a kovenan hak-hak anak, yang menjelaskan negara harus menjamin, tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan," kata dia.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGANIAYAAN ANAK atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali