tirto.id - Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan penggunaan kompor induksi akan membantu pemerintah mengurangi ketergantungan impor elpiji. Ia mencatat 65 persen elpiji yang digunakan Indonesia berasal dari impor.
Impor elpiji dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring dengan konsumsi yang terus naik. Pada 2024, kebutuhan impor elpiji diperkirakan bisa mencapai Rp67,8 triliun.
“Melalui penggunaan kompor induksi, dapat membantu pemerintah dalam menghemat anggaran di APBN kita. Selain itu, penggunaan kompor induksi merupakan upaya untuk membangun kemandirian energi,” kata Mamit kepada reporter Tirto, Kamis (17/3/2022).
Dengan beralih ke kompor induksi, ketergantungan terhadap impor LPG bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi. Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan atau (current account defisit/CAD) akibat impor secara perlahan juga dapat diselesaikan.
Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yakni mengubah energi berbasis impor ke energi berbasis domestik. Pemanfaatan potensi energi dalam negeri salah satunya melalui konversi penggunaan kompor elpiji ke kompor induksi.
“Selain untuk mengurangi angka impor, langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi LPG dalam APBN yang terus membengkak," jelas dia.
Pada 2022, pemerintah menganggarkan Rp61 triliun untuk subsidi elpiji dengan asumsi ICP 63 dolar AS per barel. Per Februari 2022, ICP sudah menyentuh dilevel 95,72 dolar AS per barel.
Kenaikan itu akan berdampak terhadap beban subsidi elpiji di mana setiap kenaikan 1 dolar AS ICP maka beban subsidi akan meningkat sebesar Rp1,47 triliun.
"Jadi bisa dibayangkan berapa beban penambahan untuk subsidi LPG 3 kg saat ini,” urai Mamit.
Mamit menilai perubahan dari elpiji ke kompor listrik manfaatnya akan bisa langsung terasa. Negara juga akan lebih hemat karena ada pengurangan subsidi LPG.
Mamit menekankan perlu ada pergeseran gaya hidup, kultur, kebijakan, dan industri pendukung agar perpindahan ini berjalan secara halus.
“Masyarakat juga akan mendapatkan manfaat dari penggunaan kompor induksi ini," kata dia.
Dalam hitungan Mamit, konsumsi menggunakan kompor induksi dibandingkan satu kg elpiji adalah sebesar 7,1 kWh. Artinya, dengan memakai kompor listrik masyarakat hanya perlu merogoh kocek Rp10.266 yang setara dengan satu kg elpiji non subsidi dengan harga Rp15.500 per kg.
Dengan asumsi pemakaian satu bulan sebanyak sembilan kg, maka biaya yang dikeluarkan rumah tangga mencapai Rp139.500. Sedangkan pemakaian 1 bulan kompor induksi setara dengan 64,7 kWh atau hanya Rp93.556.
“Artinya, penggunaan energi elpiji lebih mahal Rp45.944 per bulan jika dibandingkan dengan penggunaan kompor induksi,” ujar Mamit.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Gilang Ramadhan