Menuju konten utama

Komisi III DPR Tunda Uji Kelayakan Calon Hakim Agung

Komisi III DPR menunda proses uji kelayakan 12 calon hakim agung dan calon hakim Ad Hoc HAM karena ditemukan kecacatan dalam proses seleksinya.

Komisi III DPR Tunda Uji Kelayakan Calon Hakim Agung
Suasana rapat uji kelayakan calon Hakim Agung dan calon Hakim Ad Hoc Hak Asasi Manusia (HAM) Mahkamah Agung (MA) di ruangan Komisi III DPR, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2024). Komisi III DPR menunda proses uji kelayakan 12 calon Hakim Agung dan calon Hakim Ad Hoc Hak Asasi Manusia (HAM) Mahkamah Agung (MA) karena ditemukan kecacatan dalam proses seleksinya. ANTARA FOTO/Fauzan/Spt.

tirto.id - Uji kelayakan dan kepatutan 12 calon hakim agung Mahkamah Agung (MA) di Komisi III DPR RI, ditunda. Musababnya, terdapat dua calon hakim agung diduga tak memenuhi persyaratan usia menjadi hakim agung, sehingga akan dikembalikan ke Komisi Yudisial (KY) sebagai panitia seleksi.

"Tadi kita sudah mendengar pendapat kawan-kawan dari 6 fraksi. Jadi, dengan berat hati rapat uji kelayakan 12 calon hakim agung ini kita tunda dan besok kami akan mengadakan rapat intern dan akan memutuskan lanjutan dari uji kelayakan dua calon wakil agung ini," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh selaku pimpinan sidang di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2024).

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman mengatakan kesalahan mekanisme seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM tahun 2024 itu lantaran terdapat dua calon hakim agung yang tidak memenuhi persyaratan.

Hal tersebut, kata dia, tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (UU MA), yang mengharuskan calon hakim agung berpengalaman minimal 20 tahun sebagai hakim.

"Dua orang ini yg satu pengalamannya cuma delapan tahun, yang satu (lagi) 14 tahun," ujar Habiburokhman.

Komisi III DPR RI, kata Habiburokhman tak mau melakukan kesalahan dalam melakukan seleksi calon hakim agung. Ia menyinggung putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yang memvonis bebas terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti, Gregorius Ronal Tannur.

"Kita dalam memilih Hakim Agung harus benar-benar cermat, kita memilih wakil Tuhan di muka bumi jangan ada proses yang salah sedikitpun," kata Habiburokhman.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengatakan ia mempersoalkan diskresi yang digunakan panitia seleksi (Pansel) terhadap dua calon hakim agung itu.

Habiburokhman mengatakan dirinya baru tahu setelah dirinya belajar hukum bahwa ada diskresi, mengesampingkan ketentuan undang-undang.

Padahal, kata dia, pansel merasa berhak mengesampingkan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, terutama pasal 7 yang mengharuskan calon hakim agung berpengalaman minimal 20 tahun sebagai hakim. Fraksi Gerindra, kata dia, tak mau melanjutkan proses uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung itu.

"Untuk itu usulan kami, kita tunda dulu proses ini saudara ketua, apakah besok akan kita putuskan apakah kita kembalikan atau tidak kita menunggu rekan-rekan lain," tutur Habiburokhman.

Sementara itu, Anggota DPR RI Fraksi Demokrat, Benny K Harman mengaku kaget dengan dua calon hakim agung yang tak memenuhi persyaratan itu. Oleh sebab itu, dirinya ikut mengusulkan agar dikembalikan ke Komisi Yudisial untuk mengklarifikasi lagi ihwal kebenaran informasi tersebut.

"Panitia seleksi tidak boleh ada diskresi semacam itu," kata Benny.

Politikus asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu menyinggung DPR RI saat ini yang ramai disorot lantaran sempat menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan calon kepala daerah.

"Wong DPR ajah tidak boleh ada diskresi untuk mengabaikan undang-undang. Kemarin DPR heboh karena diskresi mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi," tutur Benny.

Ia pun ikut mengusulkan proses seleksi calon hakim agung dikembalikan ke Komisi Yudisial.

Senada, Anggota Komisi III DPR RI, Supriansa mengatakan dalam Pasal 7 UU tentang Mahkamah Agung disebutkan beberapa syarat-syarat hakim karier dan nonkarier.

Dalam pasal itu menjelaskan beberapa kriteria, antara lain, warga negara Indonesia, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berijazah bermegister di bidang hukum dan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian di bidang hukum.

Kemudian, usia sekurang-kurangnya berumur 45 tahun, mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai hakim MA, serta berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim termasuk paling sedikit 3 tahun jadi hakim tinggi, serta tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Menilik pasal itu, dua calon hakim yang diduga tak memenuhi syarat usai itu bertentangan dengan UU MA.

"Menurut saya kalau seperti ini modelnya, saya kira tidak bermasalah pimpinan jika kita kembalikan kepada KY untuk mengajak kepada KY untuk memberikan calon-calon yang memang tidak bertabrakan dengan aturan-aturan yang ada," kata Supriansa.

Baca juga artikel terkait SELEKSI HAKIM AGUNG atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto