tirto.id - Komisi Yudisial (KY) menepis anggapan Komisi III DPR RI yang menyebut dua calon hakim agung tak memenuhi persyaratan pengalaman minimal 20 tahun menjadi hakim dan tiga tahun menjadi hakim tinggi. Dua hakim itu yakni L.Y. Hari Advianto dan Tri Hidayat Wahyud, calon hakim agung untuk kamar Tata Usaha Negara khusus pajak.
Alhasil, uji kelayakan dan kepatutan Sembilan calon hakim agung dan tiga hakim ad hoc pada 27 Agustus 2024, lalu, terpaksa ditunda. Ke-12 nama itu dikembalikan lagi oleh Komisi III DPR RI ke KY.
Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, mengatakan lembaganya telah melaksanakan seleksi calon hakim agung sejak 30 Januari sampai 12 Juli 2024. Dalam pelaksananya, klaim dia, KY telah melakukan secara transparan, partisipatif, objektif, dan akuntabel.
Mukti mengatakan setelah proses seleksi rampung, KY mengirimkan surat ke DPR RI ihwal 12 nama calon terpilih, agar mendapatkan persetujuan. Namun, DPR menolak 12 nama itu lantaran dua di antaranya disebut tak lolos persyaratan administrasi.
"Sampai hari ini Komisi Yudisial belum menerima surat resmi dari DPR RI terkait penolakan semua usulan calon hakim agung dan ad hoc HAM yang diajukan Komisi Yudisial tersebut," kata Mukti di Kantor KY, Jakarta Pusat, Jumat (6/8/2024).
KY juga telah mengirimkan surat secara resmi kepada pimpinan DPR RI untuk melengkapi perihal keterangan tambahan usulan calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM pada, Jumat hari ini.
Surat itu berisi bahwa proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hok HAM telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu, Anggota KY, Sukma Violetta, mengatakan calon yang mendaftarkan ke KY itu diklasifikasi melalui tiga jalur. Antara lain, jalur hakim karier, jalur hakim nonkarier, dan jalur hakim ad hoc.
Ia berkata KY sudah melaksanakan seleksi calon hakim agung merujuk pada ketentuan yang berlaku.
"KY sudah melakukan seleksi dan menyampaikan hasilnya kepada DPR terdiri dari tiga calon hakim agung kamar pidana, satu calon hakim agung kamar perdata, satu calon hakim agung kamar pidana, satu calon hakim agung kamar tata usaha negara, dan dua calon hakim agung kamar tata usaha negara khusus pajak," kata Sukma.
Sukma mengatakan 12 calon hakim yang telah diseleksi KY itu telah merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi pada 2016. Putusan itu, kata dia, menyebutkan bahwa hakim agung tidak perlu tiga tahun sebagai hakim tinggi, tetapi cukup pernah menjadi hakim tinggi. Oleh karena itu, Sukma menilai aneh alasan DPR menolak usulan KY.
"Artinya, walaupun satu hari menjadi hakim tinggi, termasuk apabila hakim tersebut tidak ditempatkan di Pengadilan Tinggi," tutur Sukma.
Senada, Angota KY, Binziad Kadafi, menegaskan proses seleksi calon hakim agung telah melalui seleksi sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. KY, kata dia, telah mempertimbangkan banyak faktor, termasuk peraturan perundangan dan kebutuhan objektif dan empirik saat mengambil putusan.
"Khusus pertimbangan terhadap calon hakim agung tata usaha negara khusus pajak, terdapat pula Putusan Mahkamah Konstitusi yaitu Nomor 6 UU 14/2016 yang intinya adalah memperjelas status hakim pengadilan pajak itu sejajar dengan hakim di pengadilan tinggi tata usaha negara, pengadilan tinggi pada lingkungan peradilan umum, dan pengadilan tinggi agama," kata Binziad.
Ia mengatakan status hakim pengadilan pajak diperjelas dalam putusan Mahkamah Konstitusi pada 2023. Putusan itu memandatkan adanya penyatuan atap agar pembinaan terhadap pengadilan pajak, termasuk terhadap hakim di pengadilan pajak dijalankan sepenuhnya oleh Mahkamah Agung.
"Kita lihat situasi empirik, hingga saat ini tidak ada hakim di pengadilan pajak yang memenuhi pengalaman menjadi hakim paling sedikit sedikit 20 tahun. Bahkan, bisa dikatakan hingga 7 tahun ke depan, tidak akan ada hakim pengadilan pajak yang memenuhi persyaratan menjadi hakim selama 20 tahun," tutur Binziad.
Menurut dia, kondisi tak adanya hakim tak berpengalaman 20 tahun karena Pengadilan Pajak baru didirikan pada April 2002. Oleh karena itu, kata dia, Pengadilan Pajak itu ditentukan berumur paling rendah 45 tahun.
"Ini jauh sekali dari syarat untuk diangkat menjadi hakim PTUN, yang berdasarkan undang-undang PTUN, hanya ditentukan berumur minimal 25 tahun dan syarat untuk menjadi hakim Pengadilan Pajak, itu setara dengan syarat untuk menjadi calon hakim agung, yaitu 45 tahun," tukas Binziad.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto