tirto.id - Calon Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara khusus Pajak Triyono Martanto mengklarifikasi jumlah aset harta miliknya yang mencapai Rp51,2 miliar. Jumlah hartanya itu melonjak tajam mulai 2020 dan 2021.
Saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung di Komisi III DPR RI, Triyono Martono menjelaskan sumber lonjakan hartanya berasal dari warisan orang tuanya yang sudah dibagi-bagikan kepada anak-anaknya, termasuk Triyono pada 2021. Triyono mengaku mendapatkan warisan Rp30,5 miliar dan sudah dilaporkan ke dalam LHKPN.
Ia membantah bila ada transaksi mencurigakan terkait harta kekayaannya tersebut. Ia berdalih telah melaporkannya ke negara dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Memang waktu itu saya melihat uang sebesar itu apakah layak saya masukkan. Lalu menjadi pertanyaan apakah kalau saya masukkan akan jadi masalah. Karena tidak dimasukkan justru malah akan menjadi masalah," kata Triyono Martanto di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (28/3/2023).
Triyono menjelaskan meroketnya jumlah harta di LHKPN bermula pada 2020, saat kondisi kesehatan orang tuanya menurun. Masing-masing, kata Triyono mendapatkan uang Rp10 miliar sehingga pada 2020 harta miliknya mengalami peningkatan dari Rp9 miliar ke Rp19 miliar.
Pada Desember 2020, ibu Triyono meninggal dunia dan pada 2021, harta waris kembali dibagi-bagikan kepada anak-anaknya. Alhasil, Triyono mendapatkan warisan mencapai Rp30,5 miliar dan diklaim sudah dilaporkan ke dalam LHKPN.
Dia mengklaim semua arus transaksi keuangan yang dia miliki dapat dilacak oleh publik, karena semuanya tercatat dalam data perbankan negara.
"Harta saya itu dalam bentuk deposito, tabungan dan SPN. Tentunya bisa ditarik. Lalu satu lagi dalam bentuk saham, dan saham itu di perbankan. Jadi saham saya itu sudah dalam pengawan OJK, terkait dengan hal itu," jelasnya.
Dia mengklaim apabila ada kesalahan pendataan atau ketidak cocokan antara profil dan laporan harta kekayaan karena disebabkan oleh harta warisannya yang belum terdata dengan baik.
"Selanjutnya ada harta warisan dari orang tua yang kemudian dibagi pada 2021, karena ibu meninggal pada 2 Desember. Dan tentu harus dikumpulkan semua datanya," terangnya.
Selain terkait nominal kekayaannya yang dinilai mencurigakan, Triyono juga ditanyai mengenai kegigihannya yang mendaftar menjadi hakim agung hingga empat kali. Satu kali gagal dalam seleksi di Komisi Yudisial dan tiga kali lainnya gagal saat fit and proper test di Komisi III DPR RI.
Triyono diketahui memiliki karier sebagai hakim Pengadilan Pajak sejak 2015. Sebelumnya menjadi hakim Pengadilan Pajak, Triyono juga sempat menjabat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan pada Direktorat Jenderal Pajak.
"Saya tidak bisa menilai diri saya sendiri mengapa saya gagal, dan mengapa saya bisa diterima di KY. Tapi yang terpenting saya ingin menyumbangkan ilmu yang saya peroleh ke Mahkamah Agung," pungkasnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto