tirto.id - Seluruh peserta Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun 20224-2025, kompak menyepakati sikap Komisi III DPR RI, yang menolak uji kelayakan dan kepatutan 9 hakim agung dan 3 hakim agung ad hoc HAM.
"Setuju," jawab peserta sidang menjawab pertanyaan Ketua DPR RI, Puan Maharani di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, mengatakan komisinya menolak melanjutkan uji kepatutan dan kelayakan 27 Agustus 2024 karena dua calon hakim agung untuk kamar tata usaha negara khusus pajak, tak memenuhi persyaratan pengalaman minimal 20 tahun menjadi hakim dan tiga tahun menjadi hakim tinggi.
Dalam laporannya di ruang rapat, Khairul Saleh mengatakan L. Y. Hari Advianto dilantik menjadi hakim pajak sejak 2016, sedangkan Tri Hidayat Wahyud, menjadi hakim pajak sejak 2010. Artinya, kedua calon hakim itu belum memenuhi persyaratan pengalaman minimal 20 tahun.
"Berdasarkan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa dua calon tersebut terbukti tidak memenuhi persyaratan sebagaimana hakim agung sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung yaitu berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim," kata Khairul Saleh.
Pada 28 Agustus 2024, Komisi III DPR RI melaksanakan rapat internal untuk mendengarkan pandangan dari 9 fraksi. Sembilan fraksi di Komisi III DPR RI menolak seluruh 12 calon hakim agung dan diserahkan kembali ke Komisi Yudisial (KY).
"Menyepakati untuk tidak menyetujui seluruhnya calon hakim agung dan hakim agung ad hoc yang diajukan oleh Komisi Yudisial," tutur Khairul Saleh.
Proses uji kelayakan terhadap calon hakim agung merupakan rangkaian dalam memberikan persetujuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan putusan Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, Komisi III DPR RI menyadari dan memahami bahwa pengalaman, kecakapan, kemampuan, wawasan kebangsaan, integritas, dan moral calon hakim agung merupakan prasyarat penting.
Sebelumnya, menepis anggapan Komisi III DPR RI yang menyebut dua calon hakim agung tak memenuhi persyaratan pengalaman minimal 20 tahun menjadi hakim dan tiga tahun menjadi hakim tinggi.
Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, mengatakan lembaganya telah melaksanakan seleksi calon hakim agung sejak 30 Januari sampai 12 Juli 2024. Dalam pelaksanaanya, klaim dia, KY telah melakukan secara transparan, partisipatif, objektif, dan akuntabel.
Mukti mengatakan setelah proses seleksi rampung, KY mengirimkan surat ke DPR RI ihwal 12 nama calon terpilih, agar mendapatkan persetujuan. Namun, DPR menolak 12 nama itu lantaran dua di antaranya disebut tak lolos persyaratan administrasi.
"Sampai hari ini Komisi Yudisial belum menerima surat resmi dari DPR RI terkait penolakan semua usulan calon hakim agung dan ad hoc HAM yang diajukan Komisi Yudisial tersebut," kata Mukti di Kantor KY, Jakarta Pusat, Jumat (6/8/2024).
KY juga telah mengirimkan surat secara resmi kepada pimpinan DPR RI untuk melengkapi perihal keterangan tambahan usulan calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM. Surat itu berisi bahwa proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang