tirto.id - Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informasi Kementerian Kominfo, Ismail, mengatakan, buka suara terkait rencana merger antara XL Axiata dengan Smartfren. Menurut dia, kedua Perusahaan telekomunikasi itu baru membuat Memorandum of Understanding (MoU) non-binding. Artinya tidak serta-merta sepakat langsung merger, tapi memang ada minat.
“Mereka baru menandatangani MoU non-binding. Jadi di surat itu pun mereka menyampaikan bahwa MoU non-binding ini belum tentu menjadi sebuah kesepakatan ujungnya. Jadi bisa di suratnya itu disampaikan bahwa ini sudah ada saling pengertian, tapi bukan berarti pasti akan terjadi, masih ada hal-hal yang mereka negosiasikan,” kata Ismail di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (17/5/2024).
Ismail mengatakan, aksi Smartfren dengan XL bukan akibat putusan atau ketentuan regulasi, melainkan aksi perusahaan yang bersifat business to business. Oleh karena itu, mereka sebatas mendapat pemberitahuan. Selain itu, pemberitahuan masih membuka peluang merger berjalan atau tidak.
“Jadi belum tahu belum ada pengajuan yang formal resmi bahwa kami mau merger. Itu belum ada. Baru ada menyampaikan kami baru MoU non-binding yang di suratnya disampaikan bisa jadi, bisa enggak, bahasanya begitu," kata Ismail.
Ismail mengatakan, dirinya juga belum bisa menjawab soal kemungkinan pengembalian frekuensi seperti saat Indosat merger dengan Tri maupun XL dengan Axis. Ia beralasan, pengembalian frekuensi baru bisa dilakukan ketika sudah diketahui kepastian rencana merger tersebut.
Akan tetapi, Ismail memastikan bahwa frekuensi harus dikelola karena bersifat sumber daya alam terbatas. Pemerintah, kata Ismail, masih meyakini bahwa hanya ada 4 provider di Indonesia, yakni Telkomsel, Indosat, XL Axiata, dan Smartfren.
“Jadi ketika nanti suatu perusahaan ada proses merger dan sebagainya kita akan mengukur itu apakah nanti spektrum frekuensi dari perusahaan merger itu yang mana brand frekuensi yang akan digunakan dan optimal apa tidak, bagaimana rencana pembangunan berikutnya dan seterusnya,” kata Ismail.
Rencana merger Smartfren dan XL terungkap setelah kedua Perusahaan mengumumkan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tidak mengikat untuk menjajaki merger antara XL dengan Smart lewat entitas baru MergeCo.
“Rencana Transaksi ini masih dalam tahap evaluasi awal, di mana Axiata dan Sinar Mas memiliki tujuan untuk tetap menjadi pemegang saham pengendali dari MergeCo,” kata Manajemen XL Axiata dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (17/5/2024).
Pada ketengan resmi, diskusi yang sedang berlangsung antara para pihak terkait belum menghasilkan kesepakatan atau penyelesaian rencana transaksi yang mengikat.
Di sisi lain, validasi terhadap penggabungan dan penciptaan nilai bagi pemegang saham, uji tuntas, persiapan rencana bisnis bersama, dan kesepakatan atas persyaratan penting akan menjadi kegiatan utama yang dilakukan selama tahap penjajakan yang diatur dalam MoU.
“Setiap perkembangan penting yang berhubungan dengan MoU ini akan diumumkan sebagaimana diperlukan,” tulis mereka dalam keterangan.
Adapun, apabila perjanjian mengikat akan ditandatangani di kemudian hari, maka transaksi terkait akan tunduk pada peraturan-peraturan yang berlaku dan persetujuan korporasi serta pemerintah.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz