tirto.id - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) berharap Rancangan Undang-undang Perlindungan Nelayan yang masih dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera disahkan. KNTI berharap UU tersebut bisa menjawab masalah kelautan dan perikanan di Indonesia.
"Pengesahan RUU Nelayan tidak saja mendesak, tetapi menjawab tantangan transisi pengelolaan perikanan dan pergaraman kita yang membutuhkan terobosan berbasis masyarakat dan inovasi," kata Ketua KNTI Riza Damanik, Minggu (28/2/2016).
Menurut Riza nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam butuh perlindungan dari negara di tengah dinamika ekonomi global dan perubahan lingkungan.
Namun, lanjutnya, perlindungan dan pemberdayaan terhadap 13 juta pekerja di sektor perikanan, pembudidaya ikan, pemasaran, dan pengolahan ikan selama ini masih minim.
Padahal, kata Riza, 54 persen dari kebutuhan protein hewani rakyat Indonesia bersumber dari perikanan, di mana 75 persennya adalah hasil tangkapan nelayan kecil.
Pekan lalu, Selasa (23/2/2016), dalam diskusi “Forum Legislasi: RUU Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan”, di gedung DPR, Jakarta, terungkap bahwa RUU Perlindungan Nelayan akan disahkan pada awal Maret 2016.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Nelayan DPR RI Herman Khaeron.
"RUU Nelayan ini untuk menjamin kesejahteraan dan perlindungan bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam yang selama ini banyak hidup miskin,” kata Herman di Jakarta pekan lalu.