tirto.id - Kepolisian mengklaim sudah mengantongi identitas aktor intelektual dan pemberi dana kerusuhan 22 Mei 2019. Namun polisi tidak kunjung membongkar siapa dalang di balik kerusuan yang menyebabkan 8 orang tewas dan ratusan luka-luka.
Pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno juga mendukung penuh agar polisi mengusut tuntas kerusuhan tersebut. Kubu Prabowo-Sandiaga tidak terima jika mereka dianggap mendukung kekerasan yang terjadi pada 21-23 Mei kemarin.
"Silakan diproses secara hukum. Kami Gerindra pendukung Prabowo-Sandiaga taat hukum," kata Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Andre Rosiade di Kompas TV, Senin (27/5/2019).
Andre mengklaim Prabowo menekankan kedamaian dan menolak tindakan anarkis. Dalam dua kali pidato pada hari demonstrasi, Prabowo menegaskan agar pendukungnya tak melakukan tindak kekerasan.
"Kurang apalagi," ujar Andre.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto juga mengklaim sudah mengetahui dalang kerusuhan 22 Mei. Namun, Wiranto menyerahkan hal itu kepada kepolisian.
"Sudah, sudah, dalangnya sudah diketahui. Ya, enggak bisa [diungkapkan], nanti tunggu kepolisian saja," ujar Wiranto di kantor PPATK, Jalan Ir H Juanda, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2019).
Sedangkan kepolisian belum mau mengungkapkan siapa dalang peristiwa 22 Mei. Karopenmas Mabes Polri Dedi Prasetyo menyebut bahwa dalang dan pendana kerusuhan tersebut yakni orang golongan atas atau elite.
"Iya [orang papan atas] pendananya ya," kata Dedi di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta.
Dedi tak menyebut apakah dalang tersebut termasuk elite politik atau elite di bidang ekonomi. "Belum [ditangkap]. Yang enam dulu diperiksa."
Enam orang yang dimaksud Dedi adalah mereka yang ditahan karena diduga menyediakan logistik dan berencana melakukan pembunuhan. Keenam tersangka itu dibekali uang Rp150 juta untuk membeli senjata api laras panjang dan laras pendek.
Jadi Preseden Buruk
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menilai polisi seharusnya membuka identitas dalang kerusuhan 22 Mei kepada publik. Jika tidak hal itu akan menjadi preseden buruk bagi Polri sendiri.
"Polisi harusnya profesional. Transparan kepada publik. Dia harusnya mengungkap saja," kata Ujang kepada reporter Tirto, Rabu (29/5/2019).
Sedangkan Ketua Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengatakan polisi memang punya strategi tersendiri. Namun alangkah baiknya polisi segera menangkap pelaku.
"Enggak perlu banyak bicara, tangkap saja," kata Isnur kepada reporter Tirto.
Isnur mengatakan apabila polisi sudah yakin dan telah melakukan penyelidikan, maka tahap berikutnya untuk melakukan penangkapan seharusnya bisa segera dilakukan.
"Penundaan pada proses hukum seseorang memunculkan dugaan-dugaan tidak perlu pada kepolisian," tegasnya.
Menurut Isnur, aktor intelektual lebih berbahaya daripada sekadar menangkap 6 orang tersebut. Isnur mengatakan mereka bisa saja menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya.
"Itu jadi pertanyaan penting buat kita, menunda untuk menangkap pelakunya ada apa?" tanya Isnur.
Dituding Rekayasa
Wakil Ketua DPR sekaligus anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon berharap polisi tidak mengalihkan isu. Fadli ragu ada orang-orang yang mengancam membunuh Menko Polhukam Wiranto, Kepala BIN Budi Gunawan, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, mantan petinggi kepolisian Gories Mere dan pimpinan dari lembaga survei.
"Saya enggak yakin. Siapa, sih, yang mau melakukan itu? Jangan lebay. Siapa? Tunjuk dong orangnya," kata Fadli saat ditemui di DPR RI.
Namun, Kapolri Jenderal Tito Karnavian membantah rencana pembunuhan dalam aksi 22 Mei sebagai rekayasa. Ia memastikan seluruh tindakan kepolisian bisa diuji dalam persidangan.
"Ada pembagian tugas antara penyidik, penuntut, dan peradilan. Semua tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penyidik nanti akan diuji oleh peradilan. Terbuka," tegas Tito dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Gilang Ramadhan