tirto.id - Ketua sindikat Saracen, Jasriadi divonis 10 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, Provinsi Riau. Hakim menilai, Jasriadi terbukti melakukan akses ilegal media sosial Facebook.
Dalam pembacaan putusan di Pekanbaru, Jumat (6/4/2018), Hakim Asep Koswara sebagai pimpinan majelis menyatakan Jasriadi terbukti melanggar Pasal 46 ayat (2) jo pasal 30 ayat (2) undang-undang No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi elektronik.
"Menyatakan terdakwa Jasriadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana dengan sengaja dan tanpa hak mengakses komputer atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun. Menjatuhkan pidana terhadap Jasriadi dengan pidana penjara selama sepuluh bulan," kata Hakim Asep.
Hakim menilai terdakwa terbukti bersalah dalam mengendalikan akun Facebook milik Sri Rahayu Ningsih, yang merupakan terpidana ujaran kebencian. Pada saat Jasriadi mengakses akun itu, Mabes Polri telah menjadikan Facebook milik Sri sebagai salah satu barang bukti penyidikan ujaran kebencian.
Hakim mengatakan, Jasriadi terbukti mengakses akun Facebook pribadi Sri Rahayu pada 5 Agustus 2017. Akses itu dilakukan Jasriadi tanpa seizin Sri yang sebelumnya telah divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Cianjur, Jawa Barat, Desember 2017 lalu.
Sementara untuk dakwaan lainnya yang menyebut bahwa Jasriadi melakukan manipulasi kartu tanda penduduk yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), hakim menyatakan hal itu tidak terbukti. Dalam perkara manipulasi data ini, JPU sebelumnya menuduh terdakwa Jasriadi melakukan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk atas nama Suarni lalu mengubah nama saksi Suarni menggunakan aplikasi Photoshop menjadi Saracen.
Kemudian terdakwa menggunakan identitas KTP saksi Suarni yang telah dirubah menjadi identitas atas nama Saracen seoalah-olah data otentik milik Saracen sebagai syarat verifikasi akun Facebook Saracen. Namun hakim menyatakan tuduhan itu tidak terbukti.
Vonis yang diterapkan hakim sendiri jauh lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) beberapa waktu lalu. Sebelumnya JPU menuntut Jasriadi dengan hukuman dua tahun penjara.
Sementara itu, meskipun vonis yang diterima Jasriadi lebih ringan dibanding tuntutan JPU, terdakwa dan kuasa hukumnya menyatakan banding. Begitu juga JPU menyatakan banding atas vonis tersebut.
Kepada awak media, Jasriadi mengatakan akan menempuh langkah hukum lebih tinggi terkait putusan tersebut. Dia mengklaim putusan hakim tidak relevan dengan fakta persidangan bahwa sebenarnya dia memperoleh izin dari Sri untuk mengakses akun Facebook-nya.
Dia mengatakan izin itu diberikan Sri setelah dirinya diminta memulihkan akun tersebut. Terlebih kata Jasriadi, saat mengakses akun Facebook Sri Rahayu ia tidak pernah sama sekali menghilangkan bukti-bukti unggahan ujaran kebencian yang menjadi alat bukti polisi dalam menangani kasus Sri Rahayu atas ujaran kebencian.
"Saya menolak atas putusan ini karena banyak hal yang bertolak belakang, ini akan saya perjuangkan, karena ini menyangkut jasa penyedia layanan dan jasa penggunanya," ujarnya.
"Sebelumnya saya sudah diberikan izin mengakses akun Sri Rahayu untuk perbaikan akunnya. Saya tidak menghilangkan bukti-bukti ujaran kebencian, itu artinya saya tidak menghalang-halangi penegak hukum," lanjutnya.
Dalam perkara ini, Sri Rahayu telah divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Cianjur, Jawa Barat. Sri dinilai terbukti bersalah melakukan ujaran kebencian dengan sengaja menyebarkan informasi menimbulkan kebencian individu dan kelompok berkaitan suku, agama, ras antargolongan (SARA).
Sri ditangkap bersama Muhammad Tonong oleh Mabes Polri atas tuduhan penyedia jasa ujaran kebencian pada Agustus 2017 lalu. Beberapa hari kemudian, Mabes Polri juga menangkap Jasriadi di Pekanbaru yang juga dituduh sebagai ketua sindikat Saracen tersebut.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra