Menuju konten utama

Ketua DRPD Pasuruan Dipanggil KPK Sebagai Saksi Kasus Suap

Ketua DPRD Kota Pasuruan dipanggil menjadi saksi untuk tersangka Wali Kota Pasuruan

Ketua DRPD Pasuruan Dipanggil KPK Sebagai Saksi Kasus Suap
Tersangka selaku Wali Kota Pasuruan Setiyono (tengah) dengan rompi tahanan meninggalkan gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/10/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp/18.

tirto.id - Ketua DPRD Kota Pasuruan, Ismail Marzuki dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemanggilan itu sebagai saksi untuk tersangka Walikota Pasuruan dalam penyidikan kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Pasuruan.

Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan empat tersangka antara lain Wali Kota Pasuran 2016-2021 Setiyono (SET), staf Ahli atau Plh Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo (DFN), staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Ti Hardianto (WTH), dan swasta atau perwakilan CV Mahadir Muhammad Baqir (MB).

"Hari ini, diagendakan pemeriksaan terhadap Ketua DPRD Kota Pasurusan Ismail Marzuki sebagai saksi untuk tersangka SET," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (15/10/2018).

Selain Ketua DPRD Pasuruan, KPK juga memanggil enam saksi lainnya untuk tersangka Setiyono, yaitu Kepala Badan Layanan Pengadaan Kota Pasuruan Njoman Swasti, Kepala Dinas Koperasi Kota Pasuruan Siti Amini, Kepala Bidang Usaha Mikro Kota Pasuruan Rini Mujiwati.

Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kota Pasuruan M Agus Fadjar, Kabid Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pasuruan Edy Trisulo Yudo, dan Direktur CV Sinar Perdanan Wongso Kusumo.

Setiyono sendiri diduga menerima 10 persen "fee" dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yaitu sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018.

Pemberian "fee" tersebut dilakukan secara bertahap yaitu pertama pada 24 Agustus 2018. Muhammad Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. Pada 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.

Kedua, pada 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Baqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta. Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.

Sebagai pihak penerima Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap, Muhammad Baqir disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga artikel terkait OTT KPK PASURUAN

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Maria Ulfa
Editor: Irwan Syambudi