Menuju konten utama

Kronologi Penangkapan Wali Kota Pasuruan dan 3 Orang Lainnya

KPK telah melakukan penahanan terhadap 4 orang tersangka dalam kasus ini, termasuk Wali Kota Pasuruan Setiyono.

Kronologi Penangkapan Wali Kota Pasuruan dan 3 Orang Lainnya
Wali Kota Pasuruan Setiyono bersiap untuk menjalani pemeriksaan seusai terjaring operasi tangkap tangan (OTT), di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/10/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Wali Kota Pasuruan Setiyono dan 3 orang lainnya sebagai tersangka. Setiyono diamankan di rumah dinasnya oleh petugas KPK, Kamis (4/10/2018).

"Diduga Setiyono menerima hadiah atau janji dari rekanan Pemkot Pasuruan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (5/10/2018).

Menurut Alex, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat soal adanya transaksi terkait proyek pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu - Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KLUT-KUMKM).

Petugas KPK langsung mengecek informasi itu dan menemukan bukti permulaan. Selanjutnya Kamis (4/10/2018) pukul 05.30 WIB petugas bergerak ke kawasan Sekar Gadung, Pasuruan dan mengamankan seorang staf kelurahan Purutrejo bernama Wahyu Tri Hardianto (WTH) di rumahnya.

Dari tangan Wahyu, KPK menyita kartu ATM dan buku tabungan atas nama Wahyu beserta uang tunai Rp5,1 juta. Selain itu, KPK juga mengamankan laptop berisi data proyek di Pasuruan, HP, dan dokumen berisi tabel/rekap proyek di Pemkot Pasuruan.

KPK juga turut mengamankan kartu ATM atas nama Supaat dan bukti transfer sebesar Rp 15 juta dari rekening Supaat ke rekening Wahyu.

Sekitar pukul 06.00 WIB petugas mengamankan Hud Mudhlor (HM), pemilik CV. M, dan perwakilan CV.M Muhammad Baqir (MB). Dari sana petugas mengamankan tas milik Baqir yang berisi dokumen terkait proyek. Keduanya kemudian dibawa ke rumah Baqir dan di sana petugas menyita buku tabungan milik Baqir.

Kemudian sekitar pukul 06.30 WIB petugas bergerak mengamankan Dwi Fitri Nurcahyo yang merupakan Staf ahli/Plh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pasuruan. Dari tangannya petugas mengamankan ponsel, laptop, dan komputer personal.

Tak lama berselang pukul 06.44 WIB, KPK menyambangi rumah dinas Wali Kota Pasuruan Setiyono. Petugas kemudian meringkus Setiyono beserta sejumlah barang bukti elektronik.

Petugas KPK terus bergerak. Pukul 07.00 WIB petugas KPK mengamankan Hendrik, keponakan sekaligus Staf Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pasuruan. Dari tangannya, KPK menyita uang tunai berjumlah Rp 24.750.000 dalam bentuk pecahan Rp 50 ribu yang berada dalam kardus. Selain itu, petugas juga mengamankan 10 buku tabungan dan 3 buah kartu ATM.

Terakhir petugas mengamankan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Siti Amini di kantornya. Kemudian ketujuh orang tersebut dibawa ke Polres Pasuruan untuk menjalani pemeriksaan awal.

Setelah itu 4 orang dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan. Keempatnya tiba (5/10/2018) dini hari. Akhirnya KPK menetapkan 4 orang tersebut menjadi tersangka.

Keempat orang tersebut adalah Wali Kota Pasuruan Setiyono; Staf Ahli/Plh Kepala Dinas Pekerjaan Umun Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo; staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto; dan Muhammad Baqir selaku swasta yang diduga sebagai penyuap.

Setiyono diduga menerima suap dari perusahaan rekanan terkait dengan proyek pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu- Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KLUT-KUMKM). Proyek ini dibiayai dengan APBD 2018, dan uang suap diterima melalui orang-orang dekat Setiyono.

Diduga Walikota Setiyono telah mengatur proyek-proyek di Pasuruan. Pengaturan itu dilakukan oleh 3 orang stafnya yang dijuluki "Trio kwek-kwek". Hal ini dikatakan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memberi keterangan pers, Jumat (5/10/2018).

Setiyono diduga menerima fee sebesar 5-7 persen untuk masing-masing proyek bangunan dan proyek pengairan.

Untuk kasus pembangunan KLUT-KUMKM ini, Setiyono diduga menerima sekitar Rp 200 juta atau 10 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang mencapai Rp 2,29 miliar. Selain itu perusahaan rekanan juga harus membayar sekitar Rp 20 juta atau 1 persen dari HPS sebagai jatah untuk pokja.

Atas perbuatannya ini Setiyono dan 2 orang penerima lainnya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Sementara Muhamamad Baqir selaku penyuap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga artikel terkait OTT KPK PASURUAN atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Alexander Haryanto