Menuju konten utama

Kesaksian Warga Indonesia dalam Perjuangan Global Sumud Flotilla

Kesaksian Fathur Rohman ungkap penyerangan militer Israel terhadap armada Global Sumud Flotilla yang berupaya menembus blokade Gaza.

Kesaksian Warga Indonesia dalam Perjuangan Global Sumud Flotilla
Peserta yang tergabung dalam Global Peace Convoy mengikuti aksi mengawal Global Sumud Flotilla di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (3/10/2025). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/YU

tirto.id - Dari layar kaca di atas kapal Nusantara, Fathur Rohman menyaksikan siaran langsung yang memperlihatkan rekan-rekan aktivis Global Sumud Flotilla dibawa paksa oleh militer Israel. Para tentara, lengkap dengan senjata, merangsek masuk ke kapal aktivis dan mulai menyisir awak kapal sembari merusak akses internet sampai kamera pengawas.

Seturut itu, Fathur memantau pesan dari aktivis yang kapalnya diserang militer Israel. Sesaat sebelum militer kuasai kapal, muncul pesan yang menyebut kapal militer Israel melepas tembakan meriam air bertekanan tinggi atau water cannon. Sehari sebelum pembajakan, disebut juga dalam pesan bahwa kapal pengintai milik Israel bergerak mendekati konvoi armada Global Sumud Flotilla.

“Yang saya lihat para aktivis saat penyerangan, mereka berkumpul di satu ruangan dengan mengenakan live jacket dan posisi menyerah angkat tangan,” kata Fathur kepada Tirto, Senin (6/10/2025).

Aktivis yang mengikuti GSF tiba di Indonesia

Aktivis dari Indonesia Global Peace Convoy Wanda Hamidah (kiri) bersama Aqsa Working Group (AWG) M Fatur rohman (kanan) memberikan keterangan terkait misi pelayaran kemanusiaan Global Sumud Flotilla (GSF) di Jakarta Selatan, Sabtu (4/10/2025). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/nz

Fathur Rohman merupakan satu di antara tiga warga Indonesia yang menaiki rombongan kapal Global Sumud Flotilla. Dia bergabung konvoi kemanusiaan ini setelah mendapat mandat dari lembaga Aqsa Working Group atau AWG. Dua orang lagi yang terlibat misi perjalanan kemanusiaan ke Gaza ialah Wanda Hamidah, mantan anggota DPR dan Muhammad Husein, pimpinan lembaga kemanusiaan International Networking For Humanitarian.

Mereka memulai perjalanan dari pelabuhan di Tunisia pada pekan ketiga September 2025. Bersama Fathur, Wanda, dan Husein, terdapat sekira 500 aktivis dari 57 negara tergabung dalam konvoi kemanusiaan yang diinisiasi Global Sumud Flotilla. Mereka memulai gerakan ini sejak Agustus 2025 demi menembus blokade militer Israel yang tak kunjung membuka akses bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina sejak dua dekade silam.

Pada September, kapal-kapal dari Spanyol dan Yunani mulai berdatangan di Tunisia sebagai titik berangkat perjalanan. Kapal-kapal memuat bantuan untuk warga Palestina, mulai dari alat medis, makanan hingga kebutuhan bayi. Di kapal Fathur, terdapat sedikitnya empat boks bantuan yang siap dikirim ke Gaza.

Aksi solidaritas untuk aktivis Freedom Flotilla

Peserta aksi dari gabungan sejumlah elemen aktivis membentangkan bendera Palestina saat aksi solidaritas untuk gerakan Freedom Flotilla di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (10/6/2025). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/foc.

Namun, dari tiga warga negara Indonesia tersebut hanya kapal yang ditumpangi Husein melaju sampai ke zona kuning di perairan Mediterania. Jarak zona itu ke daratan Gaza setara dengan perjalanan laut selama 1,5 hari jika kapal melaju dalam kecepatan stabil. Sedangkan, kapal bernama Kmar yang dinaiki Fathur dan kapal Kaiser yang ditumpangi Wanda tertahan di Pelabuhan Portopalo, Italia. Kedua kapal rusak setelah bocor dan jangkar terlepas karena tersangkut material berat.

Meski begitu, Fathur tetap memantau jalur komunikasi dengan armada GSF. Dia menceritakan aroma penyerangan militer Israel mulai terasa saat konvoi memasuki zona kuning di perairan Mediterania pada 30 September 2025. Saat itu arus internet mulai tersendat dan aplikasi pendeteksi rombongan kapal mulai mengalami gangguan.

“Saat hendak masuk zona kuning, ada pemberitahuan kawasan (zona kuning) ini cukup berbahaya. Pada saat masuk zona merah, kapal-kapal GSF melakukan live 24 jam. Kapal Israel mulanya hanya mendekat saja ke konvoi. Jam 8 malam baru lah serangan dimulai di tanggal 1 Oktober itu. Mulai juga diculik aktivis yang berada di kapal Alma, Adara dan Sirius,” kata Fathur.

Menukil jejak perjalanan dari Global Sumud Flotilla Tracker, ketiga kapal yang disebut Fathur dilaporkan dibajak militer Israel dalam waktu berbeda. Kapal Alma dan Adara dibajak pada 2 Oktober, sedangkan Kapal Sirius dibajak sehari sebelumnya. Dari tangkapan layar kamera pengawas kapal, tampak para aktivis dikumpulkan di bagian depan kapal oleh militer.

Adapun aksi bajak armada GSF terjadi dalam tempo tiga hari. Sedikitnya ada 42 kapal yang dilaporkan dibajak oleh militer Israel. Pembajakan paling banyak di hari pertama dan kedua. Di hari terakhir, tercatat hanya satu kapal bernama Marinette. Kapal ini disebut-sebut paling dekat dengan daratan Gaza atau sekitar tujuh kilometer sampai kapal bersandar.

Sejumlah pentolan penting gerakan GSF seperti Yasemin Acar dan Thiago Alva diculik dari atas kapal. Selain itu, cucu Nelson Mandela bernama Nikosi Mandela, anggota parlemen Eropa, Rima Hasan, hingga aktivis asal Swedia Greta Thunberg juga diangkut militer Israel. Mereka dibawa ke pelabuhan Ashdod dan sebagian mengalami kekerasan seperti Greta yang dilaporkan diseret dan dipaksa mencium bendera Israel.

Hampir sepekan ditahan, para aktivis dikabarkan telah dibebaskan dengan cara dideportasi. Belakangan, Greta terlihat muncul di hadapan publik saat sampai di Yunani pada 6 Oktober kemarin. Di saat bersamaan, pemerintahan Israel mengatakan telah mendeportasi 171 aktivis, termasuk sehingga total yang dideportasi sejauh ini menjadi 341, dari 479 orang yang ditahan.

"Saya ingin menegaskan. Ada genosida yang sedang terjadi. Sistem internasional kita mengkhianati Palestina. Mereka bahkan tidak mampu mencegah terjadinya kejahatan perang terburuk. Tujuan kami dengan Global Sumud Flotilla adalah untuk bertindak ketika pemerintah kita gagal memenuhi kewajiban hukum mereka," ujar Greta sesaat mendarat di bandara Yunani.

Fathur mengatakan sabotase gerakan GSF sudah berlangsung sejak aktivis memulai keberangkatan kemanusiaannya. Dari info yang dia dapat selama menunggu keberangkatan di Tunisia, ada drone yang mengintai kapal-kapal di Barcelona sebelum berlayar ke Tunisia.

Kata dia, sesampainya kapal di Tunisia, tampak quadron di langit-langit atas pelabuhan. Dia juga menyaksikan bagaimana serangan itu terjadi.

“Ada dua kali penyerangan menggunakan quadron yang diduga dari pangkalan udara terdekat dari Tunisia. Kapal GSF di Tunisia diserang. Mereka menjatuhkan bom gas yang meledak saat membentur daratan. Dua kali penyerangan di kapal penting, di kapal Alma yang ditumpangi Greta. Ada bekas bolong dan terbakar di kapal tapi tidak sampai rusak parah,” urainya.

Berdasarkan pemberitaan Al-Jazeera, upaya menembus blokade Gaza sudah berlangsung sejak 2010. Upaya perjalanan laut serupa GSF ini mulanya digagas sejumlah aktivis dalam misi Mavi Marmara. Saat itu armada Marmara diserang Israel dan mengakibatkan 10 aktivis tewas.

Lalu pada 2011, muncul inisiasi Freedom Flotilla Coalition. Namun, konvoi ini hanya sampai Yunani lantaran kapal dicegat militer. Adapun pada 2025 sebelum GSF bergerak, terdapat gerakan mulai dari misi Madleen dan Handala yang berujung pencegatan pula oleh militer Israel.

Ke depan, ujar Fathur, aksi-aksi semacam ini akan terus bergulir. Dia tidak patah arang meski tak sampai zona kuning saat berlayar menuju Gaza. Baginya, perjalanan kemanusiaan ke Gaza ibarat menunaikan perintah agama seorang muslim.

“Kami tidak akan berhenti sampai bisa menembus blokade dan memberikan bantuan untuk rakyat Palestina,” kata dia.

Baca juga artikel terkait BOIKOT ISRAEL atau tulisan lainnya dari Rohman Wibowo

tirto.id - News Plus
Reporter: Rohman Wibowo
Penulis: Rohman Wibowo
Editor: Rina Nurjanah