tirto.id - Badan Intelijen Nasional (BIN) menyatakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan sebuah gerakan dakwah Islam, melainkan gerakan politik. Kepala BIN, Budi Gunawan bahkan menyebut HTI merupakan gerakan transnasional dengan tujuan mengganti NKRI dan Pancasila dengan sistem khilafah.
"HTI bukan gerakan dakwah tapi gerakan politik," kata Budi melalui keterangan tertulis, Jumat (12/5/2017).
Namun, seperti dikutip Antara, Budi tidak menjelaskan lebih rinci kriteria perbedaan gerakan dakwah dan gerakan politik.
Ia hanya menambahkan bahwa sejumlah negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Arab Saudi, Malaysia, Pakistan, Yordania, Tunisia, Mesir telah melarang keberadaan HTI. Selain itu negara Barat seperti Belanda, Perancis, Denmark, Jerman, Spanyol, dan Rusia juga telah melarang keberadaan organisasi itu.
Senin, 8 Mei lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan pemerintah akan membubarkan HTI setelah melakukan berbagai pengamatan, pertimbangan, dan aspirasi masyarakat.
"Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI," ujar Wiranto.
Menanggapi isu tersebut, juru bicara HTI, Ismail Yusanto mengaku selama ini pihaknya belum pernah dipanggil terkait isu pembubaran tersebut. Ia justru mempertanyakan tudingan-tudingan yang dialamatkan kepada organisasinya itu. Menurut Ismail, selama ini HTI tidak pernah memiliki catatan kriminal.
“Kita, kan, bertanya-tanya. Kalau kita salah, salahnya di mana? HTI tidak punya catatan kriminal, kita dalam dakwah dilakukan dengan damai dan mengikuti prosedur,” ujarnya pada Tirto, Senin (8/5/2017).
Ia mengaku, selama ini pihaknya memang selalu dituduh anti Pancasila dan mengancam NKRI. Namun, Ismail menganggap tudingan tersebut absurd. Menurut dia, hal tersebut sangat politis karena yang bertentangan dengan Pancasila justru mereka yang melindungi penista agama, melindungi koruptor, serta menjual aset negara.
Tapi Kepala BIN Budi Gunawan berpendapat tindakan pembubaran HTI dibenarkan secara hukum dengan pertimbangan atas dasar kepentingan nasional.
"Karena eksistensi HTI tidak berlandaskan dan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga menimbulkan keresahan dalam masyarakat," kata Budi, Selasa (9/5).
Menurut Budi, negara menghormati hak-hak warga negara dalam kehidupan berdemokrasi, tetapi Indonesia yang berdasarkan hukum dan konstitusi tentu tidak memiliki toleransi terhadap gerakan atau ormas yang anti-Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
"HTI menolak demokrasi seperti terlihat dalam banyak spanduk dan pamflet ketika mereka beraksi. HTI juga menolak Pancasila. Itu sudah jelas untuk menyatakan HTI sebagai ormas terlarang," tutur Budi.