tirto.id - “Orang itu bisa dibobol rekeningnya ketika diketahui nama ibu kandungnya,” kata Wahyudi Djafar, Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), di kantornya, 19 Oktober lalu.
Hari itu, ia mewakili lembaganya, mengkritisi Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permen Kominfo) Nomor 14 Tahun 2017, yang mewajibkan pelanggan kartu seluler (Kartu SIM) untuk meregistrasi ulang nomornya dengan validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK). Selain membeberkan hal apa saja yang perlu diperhatikan pemerintah dan masyarakat tentang regulasi tersebut, Wahyudi juga mengkritisi poin nama ibu kandung yang masih tercecer di dalamnya.
Baca juga:Celah Masalah Aturan Wajib Registrasi Ulang Kartu SIM
Ketika Permen Kominfo tersebut keluar 5 September lalu, nama ibu kandung memang masih terselip di lembar terakhirnya. Ia tercantum dalam lembar contoh surat pernyataan. Poin itu menurut Wahyudi harus segera diluruskan oleh Menkominfo karena menjadi kesalahpahaman di kalangan operator. “Sebagian (operator) kan masih minta nama ibu kandung,” ungkapnya. Hal itu menjadi bahaya, karena dalam data perbankan, nama ibu kandung digunakan jadi superpassword keamanan data nasabah.
Kominfo cepat tanggap dan segera menghapus poin tersebut. Orang-orang memang cuma perlu mengirimkan NIK dan nomor KK-nya, per 31 Oktober kemarin, ketika meregistrasi kartu SIM.
Baca: Data Kependudukan di Registrasi Kartu SIM Dijamin Tidak Bocor
Faktanya, perbankan memang masih menggunakan nama ibu kandung sebagai kata sandi paling super untuk pertanyaan keamanan. Ketika kartu kredit Anda terblokir, misalnya. Verifikasi yang perlu dilakukan untuk mengaktifkannya kembali adalah dengan menjawab pertanyaan keamanan: “Siapa nama ibu kandung Anda?”
Penggunaan nama ibu kandung sebagai sandi keamanan perbankan sudah terlacak sejak 1882. Ia digunakan karena dimiliki semua orang dan tidak mungkin dilupakan. Kenapa tidak ayah? Karena, sebagian orang tidak punya ayah, atau tidak mengenal siapa ayahnya. Patriarki juga membudayakan perempuan-perempuan di negara atau budaya tertentu mengganti namanya ketika sudah menikah. Paling banyak yang mengganti nama belakang mereka sesuai nama belakang suami. Sehingga sejumlah bank di luar negeri lebih spesifik menggunakan nama "gadis" ibu kandung sebagai sandi keamanannya. Asumsinya, hal itu membuat nama gadis ibu kandung menjadi salah satu hal yang tak mudah diketahui orang banyak, kecuali keluarga sendiri.
Namun, Konsultan Keuangan dan Kolomnis NerdWallet, Liz Weston, menyangsikan relevansi kerahasiaan nama gadis ibu kandung. “Nama gadis ibu kandungmu mungkin sudah bukan rahasia lagi,” tulis Weston. “Kau tak harus jadi hacker (peretas) atau perlu sangat gigih untuk tahu beberapa jawaban pertanyaan keamanan (seseorang). (Di zaman ini) banyak orang mengunggah informasi diri seperti tanggal lahir dan nama binatang peliharaannya di Facebook. Mereka (bahkan) mungkin terhubung dengan anggota keluarga, termasuk ibunya,” tambah Weston.
Selain itu, permintaan menuliskan nama ibu sebagai jawaban pertanyaan keamanan kini bukan hanya dilakukan oleh institusi perbankan. Banyak situs atau aplikasi tertentu yang mewajibkan kita meregistrasikan diri juga memuat kolom “nama ibu kandung”. Artinya, data tersebut sudah tidak lagi jadi ranah privasi, melainkan milik kolektif. Dan bukan rahasia namanya jika ia diketahui lebih dari satu orang.
Namun, seiring berkembangnya teknologi, nama ibu kandung bukan lagi satu-satunya cara untuk memperkokoh lapisan keamanan rekening nasabah. Salah satunya dengan menggunakan sistem keamanan berbasis foto, atau validasi menggunakan nomor handphone.
Dikritik Feminis
Riwayat penggunaan ibu kandung sebagai sandi keamanan dikritik oleh feminis—orang-orang yang percaya bahwa semua manusia terlahir setara, dan sikap feminin tidak lebih rendah daripada maskulinitas. Ia dinilai sebagai hasil budaya patriarki. Salah satu kritik datang dari David March, mantan editor The Guardian.
Menurut David, pertanyaan "nama gadis ibu kandung" sudah tak lagi relevan di masa sekarang. “Hari ini kadang anak mengambil nama belakang ibu, atau menggabungkannya,” ungkap David.
Ia juga mencontohkan nama putranya. “Nama keluarga anak bungsu saya mengandung nama keluarga ibunya, diikuti nama keluarga saya. Kalau bank nanya ‘nama gadis ibu kandung’-nya, jawabannya bakal separuh nama belakangnya. Yang mana enggak kedengaran aman-aman banget untuk saya,” tambah David.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti