Menuju konten utama

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Tak Berpengaruh Besar Pada Defisit

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dinilai tidak akan berpengaruh besar terhadap defisit keuangan BPJS yang setiap tahun makin besar.

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Tak Berpengaruh Besar Pada Defisit
Pegawai melayani warga di kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jakarta Pusat, di kawasan Matraman, Jakarta, Selasa (5/11/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/pd.

tirto.id - Lembaga Penelitian Ekonomi Manajemen (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak berpengaruh besar terhadap penyelesaian defisit anggaran BPJS Kesehatan. Selama ini defisit menjadi masalah tahunan yang belum bisa diselesaikan BPJS.

"Dengan adanya kenaikan [iuran] ini kan berpikirnya bisa menyelesaikan defisit. Menurut saya enggak," kata kepala grup penelitian kemiskinan dan perlindungan sosial LPEM FEB UI Teguh Dartanto melalui sambungan telepon di Jakarta, seperti dikutip Antara, Kamis (7/11/2019).

Pendapat itu, kata Teguh, didasarkan pada penelitian terhadap orang-orang yang sama yang ia lakukan pada 2015 dan 2016 ketika iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan sekitar 30 persen.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa 24 persen dari total peserta BPJS menurunkan kelas layanan dari kelas 1 ke kelas 2 dan dari kelas 2 turun ke kelas 3 akibat kenaikan tersebut.

“Itu yang kenaikannya kurang dari 100 persen. Apalagi yang naiknya 100 persen," kata dia.

Artinya, kata Teguh, tujuan utama kenaikan premi tersebut tidak banyak bermanfaat untuk mengurangi defisit anggaran. "Karena dulu logika matematikanya sederhana, ketika kurang maka dinaikkan, tanpa berpikir mengenai pola perilaku masyarakatnya."

"Orang enggak berpikir ketika naik, maka orang akan turun kelas. Kalau nanti orang yang kelas 1 dan kelas 2 pada turun kelas ke kelas 3, semuanya juga akhirnya akan sama saja," kata dia.

Kenaikan iuran, kata Teguh, tidak akan memberikan pengaruh besar terhadap penyelesaian defisit anggaran karena akan berdampak pada penurunan layanan kelas peserta.

"Yang pertama orang turun kelas. Kedua orang berhenti membayar. Kalau setop membayar kan sama saja. Tetap saja defisit," kata Teguh.

Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf menyangkal kemungkinan itu. Ia mengatakan penurunan kelas layanan peserta sudah diperhitungkan oleh BPJS sehingga kenaikan iuran tetap diharapkan dapat menyelesaikan persoalan defisit.

“Penurunan kelas sudah diperhitungkan. Kan komponen kepesertaannya terdiri tidak hanya segmentasi mandiri," kata dia.

Iuran BPJS Kesehatan secara resmi telah ditetapkan naik sesuai dengan yang direkomendasikan Menteri Keuangan sebelumnya menyusul diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris mengatakan defisit anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bisa mencapai Rp77 triliun pada akhir 2024, bila tidak ada upaya fundamental untuk mengatasinya.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz