Menuju konten utama

Kemenag Ancam Cabut Izin Ponpes Al-Minhaj Batang soal Pencabulan

Kepolisian menetapkan pengasuh Ponpes Al-Minhaj di Batang, Jawa Tengah, Wildan Mashuri sebagai tersangka pencabulan terhadap belasan santri.

Kemenag Ancam Cabut Izin Ponpes Al-Minhaj Batang soal Pencabulan
Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi (ketiga kiri) bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kedua kiri) dan Pj Bupati Batang Lani Dwi Rejeki (keempat kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat pengungkapan kasus pencabulan pondok pesantren di Mapolres Batang, Jawa Tengah, Selasa (11/4/2023). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/nym.

tirto.id - Kementerian Agama (Kemenag) menyesalkan kasus pencabulan yang dilakukan oleh pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Minhaj di Batang, Jawa Tengah, Wildan Mashuri terhadap sejumlah santrinya.

Kepolisian melaporkan lebih dari 15 santri menjadi korban pencabulan dalam rentang 2019-2023. Penyidik sudah menahan dan menetapkan pelaku sebagai tersangka kasus tindakan bejat tersebut.

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama (Kemenag), Waryono Abdul Ghafur menyatakan izin pesantren bakal langsung dicabut apabila pelaku terbukti bersalah di pengadilan.

"Sesuai regulasi, jika pimpinan pesantren Al-Minhaj terbukti melakukan pencabulan, izin pesantrennya segera kita cabut," kata Waryono melalui keterangan tertulis, Rabu (12/4/2023).

Waryono menyatakan Kemenag mendukung penuh proses hukum yang dilakukan Polres Batang, sekaligus mengapresiasi berbagai pihak yang telah turut serta melakukan pendampingan terhadap para korban dan para santri.

Kemenag sudah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

Sebagai tindak lanjut, Kemenag saat ini tengah melakukan finalisasi Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang Panduan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.

Waryono mengatakan KMA ini diperlukan sebagai regulasi teknis yang akan mengatur langkah dan upaya pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan binaan Kemenag.

Pasalnya, kekerasan seksual adalah perbuatan yang bertentangan dan merendahkan harkat dan martabat manusia. Karenanya, praktik kekerasan dalam bentuk apapun tidak boleh terjadi lagi

"Pesantren yang nyata pengasuhnya melakukan kekerasan seksual, jelas tidak lagi sesuai UU Pesantren dan telah kehilangan ruhul ma'had. Maka dengan sendirinya, statusnya sebagai pesantren, batal dan dengan sendirinya kehilangan izin," tegas dia.

Waryono memastikan Kemenag juga akan memberikan pendampingan terhadap para korban, serta memberikan kelanjutan pendidikan para santri di sana. Meski izin pesantrennya dicabut, hak pendidikan para santrinya harus dilanjutkan.

"Kami juga memberi perhatian pada kelanjutan pendidikan para santri. Mereka harus terus belajar. Kita akan koordinasikan dengan sejumlah pesantren lainnya," tuturnya.

Lebih lanjut, Waryono berharap semua pemangku lembaga pendidikan agama dan keagamaan menjadi tauladan, melakukan pengendalian internal, dan upaya pencegahan sedini mungkin terhadap potensi kekerasan seksual.

“Kita terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada semua pihak, agar tindak kekerasan, apapun bentuknya tidak terjadi lagi,” kata dia.

Baca juga artikel terkait KASUS PENCABULAN SANTRIWATI atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan