Menuju konten utama
Kasus Pemerkosaan Santriwati

Komnas Perempuan Desak Herry Bayar Restitusi Korban Perkosaan

Komnas Perempuan meminta pemerintah tetap melakukan pendampingan dan pemulihan korban pemerkosaan oleh Herry Wirawan.

Komnas Perempuan Desak Herry Bayar Restitusi Korban Perkosaan
Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap santriwati, Herry Wirawan digiring ke mobil tahanan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1/2022). ANTARA/HO-Kejati Jawa Barat.

tirto.id - Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah mendukung keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi pelaku pemerkosaan terhadap 13 orang santriwati di Bandung, Herry Wirawan.

"Dengan demikian putusan ini telah memiliki kekuatan hukum tetap dan biaya restitusi dapat segera dilakukan melalui penjualan aset Herry," kata Aminah kepada reporter Tirto, Rabu (4/1/2023).

Pada pengadilan tingkat pertama, hakim memutuskan pidana penjara seumur hidup kepada Herry. Kemudian restitusi dibayarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KPPPA) sebesar Rp331.527.186 dan anak yang dihasilkan dari perkosaan diserahkan kepada negara.

Akan tetapi, pengadilan tingkat banding mengoreksi kesalahan penerapan hukum restitusi yang merupakan kewajiban pelaku dan tidak boleh dibebankan kepada negara. Selain itu, mesti ada persetujuan dari korban/keluarga dalam hal anak dirawat pada pengasuhan pengganti oleh negara.

Selain restitusi, Komnas Perempuan meminta pemerintah daerah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) atau Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) tetap melakukan pendampingan dan pemulihan korban, termasuk memastikan anak-anak hasil perkosaan tersebut dapat terpenuhi haknya.

"Karenanya kami mengajak masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini agar korban segera terpenuhi hak-haknya," tuturnya

Sementara terkait pidana mati yang dijatuhkan kepada Herry Wirawan, Komnas Perempuan tetap berpandangan bahwa pidana mati--walau ada dalam Undang-undang (UU) Perlindungan Anak--adalah melanggar hak hidup seseorang.

"Pro kontra pidana mati ini ditengahi melalui UU Nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP," ujarnya.

Aminah menjelaskan pidana mati adalah hukuman yang bersifat khusus. Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat sebagaimana pasal 98 UU 1/2023 tentang KUHP.

Dalam pasal 100 ayat (1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memerhatikan:

a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau

b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.

Pada ayat (2), Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

Dalam ayat (3) Tenggang waktu masa percobaan 10 tahun dimulai satu hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Sedangkan dalam pasal (4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.

"Jadi, putusan ini jangan hanya dilihat pada pidana matinya saja, tapi putusan terkait dengan pemenuhan hak-hak korban," kata Aminah.

Baca juga artikel terkait VONIS HERRY WIRAWAN atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Gilang Ramadhan