Menuju konten utama

Kembali dan Tinggal di Desa

Penat dengan kehidupan kota yang menekan dan bikin stres? Cobalah pertimbangkan opsi untuk tinggal di desa. Siapa tahu?

Kembali dan Tinggal di Desa
Sejumlah wisatawan beraktivitas saat Penglipuran Village Festival 2016 di Desa Wisata Penglipuran, Bangli, Bali, Minggu (25/12). Festival tahunan yang berlangsung pada 22 Desember 2016 hingga 2 Januari 2017 tersebut diisi dengan ajang pentas budaya dan berbagai lomba untuk mempromosikan sekaligus meningkatkan kunjungan wisatawan. ANTARA FOTO/Wira Suryantala/kye/16.

tirto.id - Saat malam hari Jakarta terlihat begitu indah dengan bangunan-bangunan besar dan megah, lampu-lampu jalanan dan pertokoan. Semua cahaya yang ada di kota itu terlihat berkerlap-kerlip saat malam, dan kerlip harapan pula yang banyak terlihat di mata orang-orang yang berharap dapat bekerja di kota-kota besar memimpikan hidup yang lebih baik.

Membayangkan dapat memiliki apartemen bergaya industrial di New York, mengejar kereta bawah tanah, memesan segelas kopi, berbusana dari desainer terkemuka atau sekedar pakaian dari retail fast fashion, dan bekerja di kantor yang prestisius.

Paris. Jika tak sempat makan malam di menara Eiffel karena harus mengantri bertahun-tahun, setidaknya bisalah berfoto dengan latar belakang menara Eiffel. Namun gambaran Paris tidak seindah seperti yang Anda lihat di depan layar kaca.

Romain Gavras, seorang berdarah Yunani-Perancis yang dikenal sebagai utradara video klip M.I.A, menunjukan sisi lain dari Paris melalui video klip “Stress” dari Justice, duo musik elektronik asal Perancis. Di dalam "Stress", terlihat beberapa anak remaja melakukan kekerasan. Mereka menyakiti beberapa orang di muka publik, melakukan vandalisme, dan lainnya.

Namun "Stress" hanyalah sebuah gambaran sederhana.

Paris adalah kota dengan tingkat kriminalitas yang masih tinggi. Berdasarkan laporan Numbeo, tingkat kriminalitas meningkat 69.48 persen dalam tiga tahun belakangan. Kriminalitas termasuk perampokan, pencurian, penyerangan, dan perusakan properti. Salah satu jenis kriminalitas yang tergolong tinggi di tahun 2016 adalah pencurian.

Hal itu juga terjadi di kota-kota besar seperti New York dengan indeks kriminalitas 47.66 persen dan London dengan indeks kriminalitas 46.13 persen.

Sementara itu, Jakarta, ibukota Indonesia, juga menghadapi hal yang serupa. Indeks kriminalitas di Jakarta sebesar 52.78 persen dan indeks keselamatan 47.22 persen.

Hal yang dihadapi jika tinggal di kota adalah disesaki orang-orang pemarah. Perputaran uang di kota-kota besar membuat orang-orang mencari lahan pekerjaan, "mencari peruntungan".

Seperti dalam buku Pramoedya Ananta Toer, Cerita dari Jakarta yang memuat cerita-cerita Pram dengan latar belakang kota Jakarta. Pramoedya menggambarkan Jakarta sebagai kota yang mengerikan di mana orang-orangnya terkena berbagai penyakit, masalah sanitasi, dan kesehatan mental mereka.

Di transportasi umum orang-orang berjejal satu sama lain, tidak peduli satu sama lain, karena mereka harus bekerja, harus secepatnya tiba di kantor. Kerja. Kerja. Kerja. Yang penting adalah akumulasi modal.

Slavoj Zizek dalam buku The Violence menulis: “Kita melihat banyak kerusakan ekologi dan kesengsaraan manusia. Namun, laporan para ekonom memberitahu kita bahwa situasi ini ‘financially sound’—kenyataannya tidak penting, yang penting adalah situasi modal.”

Beberapa orang kemudian memutuskan pergi meninggalkan kota dan memilih menetap di desa.

Desa menawarkan pilihan yang mungkin menarik dalam jangka panjang. Entah di sebuah banjar di Bali, Nagari di Sumatera Barat, dan bahkan desa-desa kecil yang menjadi kampung halaman masing-masing. Desa menawarkan udara yang segar, rumah-rumah yang tak begitu besar namun nyaman dan menyenangkan.

Bagi orang Aceh yang tinggal di Jakarta tak perlu lagi merogoh kocek yang begitu besar untuk segelas kopi Gayo di kedai kopi jika dapat menikmati langsung di kampung halamannya di Meriah Aceh dengan harga, rasa, dan suasana yang lebih menenangkan.

Infografik Kembali ke Desa

Pindah dari kota dan tinggal di desa tidak semenakutkan yang dibayangkan. Toh, di desa akses internet dan jaringan komunikasi juga mulai masuk. Di desa, siapa pun bisa saja mendapatkan udara yang segar, makanan yang segar, lingkungan yang sehat, tetangga yang peduli.

Udara yang Bersih. Ya, udara yang bersih membantu sistem kekebalan. Jika memiliki masalah pada tekanan darah, maka jauhilah lingkungan dengan polusi udara. Udara yang kotor membuat tubuh bekerja lebih banyak untuk mengambil oksigen yang dibutuhkan. Udara yang bersih juga baik bagi anak-anak, khususnya bagi mereka yang masih dalam fase perkembangan dan bahkan sedari dalam kandungan. Apapun yang menganggu kesehatan ibu hamil, niscaya berpengaruh pada si bayi.

Udara yang kotor, terkontaminasi, sering tak terlihat. Itu tak hanya mengenai kepulan asap hitam di pabrik, tapi di mana-mana.

Seperti dilansir National Geographic, polusi udara membunuh dengan cepat. Pada 1984, kecelakaan di pabrik pestisida di Bhopal, India, merilis gas mematikan ke udara. Setidaknya 8.000 orang tewas dalam beberapa hari. Ratusan ribu lainnya luka-luka permanen. Tentu tidak ingin jika suatu hari harus tewas saat bekerja di padatnya kota, bukan?

Makanan yang segar. Ya, setelah udara yang bersih, di desa kemungkinan menyantap makanan yang lebih bersih dan baik pun lebih besar.

Sarah dari travelcake.net mengatakan bahwa ia bekerja dengan nyaman di rumahnya di Ubud Bali. Ia tinggal di rumah yang dikelilingi taman tropis yang rimbun, di mana bunga dan buah-buahan tumbuh bebas. Bahan makanan mudah dijangkau dan terpenting rumah makan di sana menyediakan makanan organik yang masih segar.

Lingkungan yang menyenangkan. Selama di desa, masih ada tetangga-tetangga yang ramah dan peduli terhadap tetangganya. Boleh jadi di desa tak akan perlu dipusingkan dengan persoalan tren yang membuat siapa pun harus "berlomba" satu sama lain.

Bukankah itu menyenangkan?

Ya, sekilas itu menyenangkan. Tapi tunggu dulu. Jika memang hendak memutuskan inggal di desa, pastikan saja bayangan-bayangan indah tentang kemurnian desa itu memang masih tersedia di tempat tujuan. Tidak ada jaminan bahwa desa masih seperti yang dibayangkan banyak orang tentang kampung halaman di masa kecil dulu.

Waktu terus berjalan, dan dunia terus berubah -- begitu juga desa-desa.

Baca juga artikel terkait DESA atau tulisan lainnya dari Anzi Matta

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Anzi Matta
Penulis: Anzi Matta
Editor: Zen RS