Menuju konten utama

Kekonyolan Atas Nama Muslim dan Islam

Beberapa kelompok muslim di Indonesia terkadang berlaku kontradiktif. Pada satu sisi mengklaim membela Islam sebagai institusi tapi di sisi lain justru menunjukkan kekonyolan mereka. Atas dasar moralitas, mereka, kelompok muslim konyol ini, melakukan propaganda dengan tujuan entah...

Kekonyolan Atas Nama Muslim dan Islam
undefined

tirto.id - Suara itu bulat, menggelegar. "Saudara-saudaraku, ailopyu!" Seorang polisi menguap begitu lebarnya dalam durasi lompatan maksimal Michael Jordan di udara sehingga terlihat seperti hendak memakan kawat berduri di hadapan barisan kesatuannya.

"Bapak-bapak polisi, ailopyu!" Seorang polisi lain menguap, tapi tidak terlalu lebar karena si empunya kuap terlihat berusaha keras menahan agar mulutnya tak terlalu menganga sampai-sampai sebelah matanya menyipit.

Sumber suara mulai terlihat. Beliau menenteng beberapa lembar kertas dan mikrofon di tangan kirinya. Tangan kanannya menunjuk-nunjuk langit dan massa di hadapannya. Di kepalanya bertengger kupluk haji warna putih. Matahari depan Istana Merdeka menjelang siang 3 Juni 2016 pastilah sedang sengit-sengitnya, panas dan menyilaukan, hingga beliau merasa perlu memakai kaca mata hitam yang aduhai.

"Saudara-saudaraku sekalian, komunis adalah berasal dari pemikiran monyet Darwin! Namanya adalah Thomas Darwin." Dari barisan massa, terlihat beberapa bocah laki-laki dan perempuan mengusung poster bertuliskan "Apel Siaga Nasional: Tegakkan Tauhid, Tumpas PKI." Juga sekelompok pria dewasa yang membentangkan empat spanduk. Salah satu spanduk itu berbunyi, "Ganyang semua pendukung PKI."

Beliau lalu mengarahkan telunjuk ke hidung atasnya. Mungkin lantaran sedikit gatal. Sedikit gerakan sejenis garukan membuat kacamata hitam yang beliau pakai seketika bergoyang-goyang, hampir jatuh. Sekilat gerakan koboi menembak, beliau membenahi posisi kacamatanya. "Monyet Darwin mengatakan, bahwasanya alam semesta ini tidak ada penciptanya. Jadi dengan sendirinya! Na'udzu billah tsumma na'udzu billahi min dzalik.”

"Dan monyet Darwin mengatakan bahwasanya, manusia berasal dari monyet," lanjut beliaunya. "Berarti komunis itu, pengikut Darwin adalah Mo?"

"Nyeeet," koor massa pendukung beliau.

Pemilik suara cukup menggelegar itu bernama Rayhan. Beliau salah satu pentolan relawan Gubernur Muslim untuk Jakarta.

"Pemikiran Thomas Darwin, atau Monyet Darwin, diteruskan oleh Karel Marx dan PrederiK Enjel, sebagai pencetus PKI, eh, komunis, setelah Darwin."

Aksi Pak Rayhan ini diabadikan oleh videografer Lexy Lambretta, diunggah di kanal Youtube Jakartanicus. Di Facebook, banyak orang yang menjadikan ucapan Pak Rayhan sebagai bahan olok-olok. Video bertajuk "Gubernur Muslim: Komunis Berasal Dari Darwin" itu dengan cepat menyebar dengan alasan yang kurang baik bagi Pak Rayhan sendiri. Karena yang keluar dari mulutnya bukan hanya terdengar keliru, tapi memang keliru. Dan lucunya, itu sangat lucu.

Empat hari kemudian, organisasi Islam lainnya gantian bikin heboh. Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), melalui sekretaris jenderalnya, Jafar Hafsah, atau Jafar Hafsah atas nama ICMI, mendesak pemerintah memblokir Google dan YouTube.

"YouTube dan Google sama saja dengan konten pornografi sehingga layak untuk diblokir. Jutaan konten pornografi dan kekerasan ada di situs tersebut," kata Jafar melalui keterangan tertulisnya kepada beberapa media di Jakarta. "Pemberantasan konten internet harus secara revolusioner, termasuk dengan menutup YouTube dan Google."

ICMI, organisasi yang punya panggung cukup luas di paruh akhir kekuasaan Orde Baru, akhirnya kembali merebut perhatian publik setelah nyaris dua dekade ibarat museum tak terawat yang tak dianggap. Tapi perhatian ini datang dengan alasan yang agak ganjil. Jika di sepertiga akhir pemerintahan Soeharto, ICMI selalu muncul di televisi atau koran-koran dengan citra suci bak malaikat yang turun ke bumi, kali ini ia dipergunjingkan karena dianggap mengganggu seperti penjaja obat kuat berwara-wara di tikungan desa yang kebanyakan warganya menderita penyakit kulit.

Tak lama setelah berita tuntutan Jafar beredar, ICMI menjadi trending topic di Twitter. Subhanallah, ini yang pertama terjadi dalam sejarah ICMI. Kebanyakan warga Twitter menggugat kecendekiawanan orang-orang ICMI, kok bisa lembaga itu begitu gegabah menuntut pemblokiran Google dan YouTube karena dianggap menyebarkan konten porno? Tak tahukah bapak-bapak cendikiawan ICMI bahwa YouTube dan Google bukan penyedia konten melainkan layanan untuk berbagi konten video dan mesin pencari?

"Padahal saya jadi tahu ICMI itu apa barusan berkat Google," kata pemilik akun @Fachrihz.

Apa dasar pernyataan Jafar? Menurut penelusuran tim ICMI, yang paling banyak dicari pengguna internet Indonesia di YouTube dan Google adalah kata kunci yang berkaitan dengan konten pornografi. Orang yang mencari, mesin yang disalahkan.

Penyebab lainnya, Google disebut telah mengeruk banyak keuntungan di Indonesia tapi tidak membayar pajak sepeser pun. Maka dari itu, ICMI pun menyerukan agar pemerintah Indonesia merebut kemerdekaan dari jajahan mesin pencari dan media sosial asing. “Saya yakin, inovator Indonesia mampu membuat mesin pencari, seperti Google dan YouTube yang lebih baik. Tentu dengan dukungan pemerintah," ujar Jafar. Sebuah kemantapan.

Boleh jadi Jafar terinspirasi dari keberhasilan Cina menendang bokong Google. Tapi apa yang dilakukan Cina tidak berangkat dari keinginan impulsif atau kekesalan sesaat atas keadaan atau—lebih parah lagi—pemahaman cetek mengenai internet. Cina sejak awal tahu apa yang mereka lakukan dan bagaimana melakukannya dengan benar. Cina mempersiapkan dirinya, menyongsong peradaban internet, sejak BJ Habibie masih memimpin ICMI.

Sejak 20 April 1994, Institute of High Energy Physic (IHEP) yang merupakan bagian dari Chinese Academy of Sciences (CAS) membangun kabel pertama yang terhubung ke internet. Dengan kabel itu, mereka menguji coba pengiriman email ke Amerika Utara dan Eropa. Beberapa tahun setelahnya, pemerintah Cina mulai menyadari bahwa media baru untuk berkomunikasi ini di masa depan akan menderaskan arus informasi, yang dalam banyak hal akan merugikan Cina, mereka pun mulai memikirkan bagaimana membatasi atau mengontrolnya. Ketika banyak negara belum memiliki akses internet, Cina meluncurkan program Golden Shield Project pada tahun 1998 untuk menyiapkan perisai untuk menghadapi ledakan internet. Sejak akhir 2003 hingga sekarang, program ini berganti nama menjadi Great Firewall China.

Semakin tahun, sistem sensor yang dikembangkan Cina ini semakin berkembang dalam segi cakupan dan kekuatannya. Sistem itu bisa melacak semua konten yang beredar di internet yang dianggap tidak sesuai dengan haluan politik Beijing, dan memblokir semua website populer di dunia jika mereka mau. Sebelum Google secara penuh mereka blokir, pemerintah Cina bahkan sempat melakukan throttling (memperlambat layanan internet) agar mesin pencari Google terlihat lamban dan bermasalah. Mesin pencari Cina yaitu Baidu dan Qihoo perlahan menjadi terkenal, sementara Google terus anjlok.

Cina membangun infrastruktur dunia maya mereka tidak dengan cara instan seperti membangun candi dalam satu malam. Mereka tidak hanya bermodal keyakinan.

Sehari setelah pernyataan Jafar, ketua ICMI Jimly Asshiddiqie mengumumkan koreksi. "Itu cuma pernyataan pribadi Pak Sekjen. Jangan dianggap terlalu serius. Google dan YouTube justru sangat berguna di medsos," kata Pak Jimly.

Apa yang dimaksud Pak Jimly dengan "Google dan Youtube justru sangat berguna di medsos" itu? Oh, tentu saja Google dan Youtube sangat berguna di medsos. Itu sebuah altruisme. Kebenaran yang tak bisa diperdebatkan. Sebagaimana kita tak perlu berdebat lagi tentang hal-hal konyol yang belakangan ini seringkali keluar dari orang-orang yang mengatasnamakan muslim dan Islam.

Na'udzubillahi an nakuna minal jahilin.

*disclaimer: artikel ini murni pendapat pribadi penulis dan tidak mencerminkan sikap redaksi tirto.id.

*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.