tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyelidiki alasan PT Garuda Indonesia memilih mesin dari Rolls-Royce PLC untuk pengoperasian pesawat jenis Airbus SAS dan apakah upaya suap Rolls-Royce mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut.
"Bahwa ada tiga jenis mesin yang bisa dipakai Airbus, apakah Rolls-Royce pilihan yang terbaik untuk Airbus ? Kalau memang bagus untuk Airbus milik Garuda, ya bersyukur. Tetapi jangan sampai karena ada suap jadi mereka memilih itu sehingga KPK sangat serius menangani hal itu," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Seperti diketahui, mantan Direktur Utama Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan "Beneficial Owner" dari Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedarjo (SS) menjadi tersangka kasus dugaan suap dengan pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia.
Menurut Syarif, pengadaan pesawat dan mesin pesawat itu dilakukan saat tersangka ESA menjadi Direktur Utama periode 2005-2014 dimana setiap tahun jumlah pengadaannya berbeda-beda.
"Khusus yang berhubungan dari mana asal suap ini kami belum bisa kemukakan, tetapi ini bukan hanya kerja KPK saja tetapi ada kerja sama dari lembaga penegak hukum anti korupsi yang lain yang melibatkan beberapa negara seperti Inggris, Singapura dan Amerika Serikat," tuturnya.
Soal apakah KPK akan memanggil pihak Airbus maupun Rolls-Royce, Syarif menyatakan belum bisa memastikannya.
"Apakah akan diperiksa, kalau seandainya dibutuhkan keterangan dari Airbus atau Rolls-Royce, itu akan dilakukan. Tetapi untuk info yang kami dapatkan sekarang, semua informasi yang dimiliki Serious Fraud Office (SFO) Inggris dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang bisa membantu penyidikan akan dibagikan secara bersamaan," ucap Syarif.
Syarif juga menyatakan bahwa perkara ini tergolong bentuk korupsi lintas negara atau transnasional sehingga dalam penanganan kasus ini, KPK bekerja sama dengan SFO Inggris dan CPIB Singapura.
"Saat ini kedua badan tersebut juga sedang melakukan penyidikan terhadap tersangka lainnya," tuturnya.
Tersangka ESA diduga menerima suap dari tersangka SS dalam bentuk uang dan barang, yaitu dalam bentuk uang masing-masing 1,2 juta Euro dan 180.000 dolar AS atau setara Rp20 miliar. Sedangkan dalam bentuk barang senilai Rp2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia.
Terhadap ESA disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sedangkan terhadap SS diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) Kita Undang-Undang Hukum Pidana.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri