tirto.id - Tak ada manusia yang tak menyukai hari libur. Kecuali kamu adalah Jiro Ono.
Sosok pembuat sushi legendaris ini diabadikan dalam film Jiro Dreams of Sushi garapan sutradara David Gelb. Dalam film itu, Jiro, pria renta berusia 85 tahun yang restoran kecilnya memiliki tiga bintang Michelin itu, menampakkan etos kerja yang luar biasa. Dia bekerja tujuh hari dalam seminggu. Hanya libur ketika ada hari libur nasional atau pemakaman. Itupun dengan gerutuan tak ikhlas: aku benci hari libur. Banyak koleganya menyarankan Jiro untuk berhenti mengurusi restoran dan menikmati hari tua. Responsnya hanya dingin belaka.
"Meski aku sudah 85 tahun, aku tak mau pensiun. Itu yang aku rasakan."
Tentu tidak semua manusia bisa seperti Jiro. Para manusia yang bekerja selalu membutuhkan liburan. Karena itu ada selalu ada warna merah dalam setiap almanak. Menandakan kita, para pekerja juga para pelajar, harus sesekali berhenti dari rutinitas. Berlibur. Vakansi. Melancong. Apapun istilahnya.
Meski kini istilah liburan sudah akrab dengan kita, berlibur sebelumnya hanya dekat dengan para aristokrat. Kaum berduit, ningrat. Para pemburu paus di kisah Herman Melville, buruh kasar di cerita-cerita Charles Dickens, atau Sybil Gerrard di novel Sybil, or The Two Nations, semua nyaris tak pernah dapat libur. Semua berubah ketika para pekerja membentuk aliansi. Libur dan penyesuaian jam kerja adalah dua tuntutan yang kerap disuarakan. Kini hasilnya bisa kita nikmati bersama, di seluruh dunia.
Sudah banyak penelitian tentang pentingnya liburan bagi manusia. Pada 2010, Framingharm Heart Study menunjukkan data menarik: lelaki yang berlibur secara teratur akan lebih kecil kemungkinan terkena serangan jantung, 32 persen ketimbang pria yang tidak rutin berlibur. Untuk perempuan, malah lebih kecil 50 persen. Tentu itu sebelum mereka mengecek tagihan berlibur.
Tapi memang tak ada yang memungkiri, kerja itu bikin stres. Dalam buku Success Under Stress, penulis Sharon Melnick bilang kalau sekitar 80 persen pekerja merasa stres dengan pekerjaannya. Angka itu mengejutkan. Banyak yang heran kenapa angkanya tidak 100 persen. Ternyata pula, sekitar 70 persen asuransi kesehatan dipakai untuk alasan kondisi kesehatan yang berkaitan dengan stres karena kerja.
Paling penting di atas itu semua: liburan itu memang penting, tapi mengambil jeda dari rutinitas itu yang paling utama.
"Pada saat kita bekerja, hanya perlu 90 menit dari kondisi paling prima menuju kondisi kelelahan. Badan secara teratur memberi pertanda untuk istirahat, tapi kita sering mengabaikannya," ujar Tony Schwartz, CEO The Energy Project, sebuah perusahaan pelatihan sumber daya manusia dalam artikel untuk NY Times.
Beruntunglah kita bukan Ishmael yang memburuh pada kapal Kapten Ahab. Negara mengatur libur nasional karena menyadari pentingnya jeda. Keberuntungan kita makin menjadi karena hidup di Indonesia. Pada 2015, situs travel Wego membuat senarai negara-negara dengan jumlah libur nasional terbanyak di dunia. Indonesia masuk dalam peringkat 6 bersama Chili dan Slovakia dengan jumlah 14 hari. Jumlah ini memang tentatif, berubah tiap tahun. Di Indonesia misalkan. Jika tahun lalu ada 14 hari libur, tahun ini ada 15 hari libur nasional. Itu belum termasuk cuti bersama. Jika cuti bersama itu dihitung, maka liburan warga Indonesia bisa jadi 19 hari.
Tentu kalau jumlah itu dirasa masih kurang, kamu bisa pindah ke India yang punya sekitar 21 hari libur nasional. Di negeri Taj Mahal itu, ada banyak peringatan yang dijadikan liburan. Mulai dari ulang tahun Mahatma Gandhi, hingga libur untuk merayakan berbagai festival kebudayaan dan hari besar agama.
Di kawasan Asia, selain India dan Filipina, Tiongkok juga menjadi negara dengan jumlah libur nasional terbanyak di dunia, yakni 17 hari. "Pemerintah Tiongkok mempermudah warganya untuk mengambil liburan lebih panjang," kata CMO Wego, Joachim Holte pada Business Insider.
Dengan perekonomian yang makin meningkat dan jumlah hari libur yang banyak, wajar kalau turis Tiongkok mendominasi pasar pariwisata dunia. Baik dari segi jumlah wisatawan maupun dari segi pengeluaran. Dari riset lembaga konsumen GfK, pada 2015 diperkirakan ada 109 juta wisatawan Tiongkok yang berlibur ke luar negeri dengan total pengeluaran 229 miliar dolar.
Sekitar 87 persennya adalah mereka yang berumur 15 hingga 44 tahun. Mereka adalah pelajar dan para pekerja usia produktif: golongan yang menggantungkan masa liburan mereka dari tanggal libur dari pemerintah. Artinya, jumlah libur nasional suatu negara menjadi salah satu faktor perkembangan pariwisata. Juga penghilang stres para pekerja dan pelajar.
Jadi, sudah menyiapkan cuti untuk libur nasional tahun 2017?
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti