tirto.id - Kapolri Jenderal Tito Karnavian memaparkan kajian terkait penanganan gerakan people power saat rapat bersama DPD, Mendagri, Panglima TNI, dan perwakilan BIN, di DPR RI, Selasa (7/5/3019).
"Kalau ada klaim kecurangan, kalau kemudian melakukan aksi, aksi tersebut, meski dilindungi UU nomor 9 tahun 1998, itu tidak absolut. Kita tahu UU 1998 ini mengadopsi aturan kebebasan berekspresi. UU itu mengadopsi ICCPR," kata Tito.
Namun, menurut Tito, dalam UU tersebut memiliki empat pembatasan: mengganggu ketertiban publik, jangan mengganggu hak asasi, sesuai etika dan moral, dan tidak boleh mengancam keamanan nasional.
"Kalau melanggar poin pasal 6 maka itu akan dapat dibubarkan. Itu diatur dalam pasal 15. Pelanggaran dalam pasal 6 pelanggar hukum dapat dibubarkan. Kalau dibubarkan kemudian melakukan perlawanan, ada KUHP juga isinya melawan petugas yang sah. Kalau petugas dengan jumlah dan korban petugas berbeda. Kalau diperintah bubar, tapi enggak bubar, bisa dikenakan pidana," ungkap dia.
Kata Tito, mekanisme unjuk rasa juga diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 tahun 2012 tentang Pendapat Di Muka Umum. Ia menilai ada batasan-batasan yang tidak diperbolehkan, seperti mengganggu ketertiban umum dan mengganggu pemerintah.
"Secara rigit harus dikoordinasikan jam berapa sampai jam berapa. Ini harus melalui koordinasi, enggak bisa disebar lewat WA, disebar kumpul di tempat ini. Unjuk rasa harus diberi tahu dulu. Harus ada surat, nanti Polri lakukan tanda terima. Kalau itu tidak diindahkan. Maka kita lakukan sesuai SOP, mulai dari yang soft sampai hard. Sesuai keperluannya," ujar dia.
Mekanisme yang dijelaskannya, harus dilalui dan dilakukan seandainya ada ajak untuk menggunakan people power atau mobilisasi massa.
"Kalau tidak menggunakan mekanisme ini, apalagi kalau ada bahasa akan menjatuhkan pemerintah, itu pasal 107 KUHP jelas. Ini adalah undang-undang yang dibuat oleh rakyat. Itu bahasanya jelas. Yaitu perbuatan untuk menggulingkan pemerintah yang sah, maka ada ancaman pidananya," kata dia.
Jika hal tersebut terjadi, kata Tito, maka penegak hukum lainnya seperti TNI pun akan melakukan penegakkan.
"Kalau ternyata memprovokasi, atau menghasut untuk melakukan upaya pidana, misalnya makar itu pidana. Kalau ada provokasi dilakukan makar itu ada aturan sendiri uu 46 pasal 14 dan 15 atau menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran," ucap dia.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Zakki Amali