tirto.id - Perkembangan anak baik secara fisik maupun mental tidak dapat diukur hanya dengan melalui tahapan usianya.
Menurut Miranti Novia Wardhani, S.Psi., seorang psikolog anak, faktor yang membuat anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik adalah pola asuh yang suportif dan stimulasi di lingkungan rumah yang mendukung dikutip dari laman Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Sebagai contohnya, kepekaan anak terhadap keadaan sosial atau social awareness yang dimiliki anak tidak secara otomatis dikuasai penuh oleh anak berusia 7 tahun. Bisa jadi, anak yang berusia 6 tahun telah dapat mengembangkan kemampuan tersebut. Hal tersebut tergantung dari bagaimana dukungan dan orang tua menstimulus kemampuan anak.
Saat ini, banyak sekolah yang menetapkan batasan umur atau batasan tahun lahir untuk diterima menjadi siswa.
Hal itu membuat banyak anak yang terpaksa menunda masuk sekolah dasar karena usianya yang tidak memenuhi syarat. Menurut Pustika Efar dan Rini Sekartini dari Ikatan Dokter Anak Indonesia yang ditulis dalam laman resminya, saat ini tidak ada usia yang secara umum dapat digunakan sebagai patokan anak dianggap pantas masuk sekolah.
Untuk memastikan kapan anak bersekolah, orang tua perlu untuk mempertimbangkan secara matang-matang. Pertimbangan tersebut terkait apakah anak sudah memiliki bekal yang cukup untuk masuk sekolah sebagai siswa.
Proses anak di sekolah dan kesuksesannya sangat berkaitan dengan kepercayaan anak diri anak dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu, keputusan untuk menyekolahkan anak perlu dipertimbangkan secara masak.
Kesiapan anak bersekolah sebaiknya tidak hanya diukur dari kesiapan dalam diri anak melainkan perhatikan pula sisi sekolah dan keluarga. Hal tersebut dapat menilai secara lebih objektif untuk menunjang perkembangan anak selanjutnya.
UNICEF (2012) menyebutkan ada 3 hal yang mempengaruhi kesiapan anak untuk bersekolah dalam perspektif yang lebih luas antara lain:
- Anak yang siap
Pustika Efar dan Rini Sekartini dalam tulisannya yang dipublikasikan Ikatan Dokter Anak Indonesia memaparkan empat pertanyaan yang akan membantu orang tua menemukan jawaban apakah anaknya telah siap untuk masuk bersekolah, yaitu:
· Apakah anak sudah mampu untuk menguasai pengalaman baru?
Anak yang mampu memadukan pengalaman baru dan pengalaman yang telah lalu dianggap akan mudah beradaptasi. Sebaliknya, anak yang canggung dan mudah panik cenderung mengalami kesulitan menghadapi situasi sekolah yang baru ia masuki.
· Apakah anak sudah memiliki bekal yang cukup?
Masuk ke sekolah, akan mengubah kebiasaan anak. Membaca buku, mematuhi peraturan, mendengarkan guru, hingga bersosialisasi dengan teman adalah beberapa contoh bekal anak untuk masuk ke sekolah. Hal-hal tersebut adalah bekal penting yang sering diabaikan oleh orang tua.
Sayangnya, keadaan keluarga yang miskin, trauma, stres, dan broken home sering membuat anak kurang terpapar oleh bekal-bekal tersebut.
· Apakah anak sudah dapat lepas dari pengasuh?
Kedekatan anak dengan guru di sekolah akan berbeda dengan kedekatan anak dengan pengasuh di sekolah. Guru akan membiarkan anak sehingga anak menjadi lebih mandiri sedangkan pengasuh di rumah adalah tempat anak bergantung untuk semua kebutuhannya. Anak harus sudah mandiri dalam aktivitas sehari-harinya.
· Bagaimana kemampuan anak dalam kontrol diri dan bersosialisasi?
Saat di sekolah, anak harus mampu mengontrol diri. Ia harus duduk tanpa mengganggu anak-anak lain, mematuhi instruksi, tenang mendengarkan dalam situasi yang ramai, mengatasi rasa lapar sampai waktu jam makan, dan tidak meluapkan emosi dengan kekerasan.
Anak dengan masalah belajar, keterlambatan bicara, serta masalah koordinasi sensorik dapat menimbulkan kesulitan anak di sekolah reguler.
Dengan permasalahan tersebut, sebaiknya tidak diminta untuk menunda sekolah. Sebaliknya, mereka adalah anak berkebutuhan khusus yang akan sangat terbantu dengan program pendidikan khusus sesuai dengan masalah perkembangannya.
2. Sekolah yang siap
Sekolah yang siap akan mendukung kelancaran transmisi anak menuju sekolah dasar disertai peningkatan dan promosi belajar bagi sekuruh anak.
3. Keluarga yang siap
Kesiapan keluarga mendukung anak berfokus pada sikap dan keterlibatan pengasuh atau orang tua pada pembelajaran dini anak. Hal itu mengacu pada perkembangan dan transisi anak menuju sekolah.
Jika hanya usia yang dijadikan indikator utama kesiapan sekolah anak dan orang tua tidak memasukkan anak ke sekolah untuk anak usia dini atau tidak menstimulasi anak seca optimal untuk keperluan pendidikannya, maka kesiapan tersebut tidak secara otomatis terbangun sendiri seiring bertambahnya usia.
Program usia dini sebaiknya diperkenalkan kepada anak pada usia 4 atau 5 tahun. Hal tersebut untuk menumbuhkan kesiapan anak dalam belajar, membaca, berhitung, dan menulis yang akan diperlukan saat anak masuk ke sekolah dasar dan jenjang pendidikan berikutnya.
Hal-hal tersebut akan melatih kesiapan kognisi, sensori motorik, persepsi visual, dan konsentrasi anak melalui pembelajaran permainan yang menyenangkan.
Dr. Trully Kusumawardhani Triyanto, Sp.A., dalam tulisannya memaparkan bahwa anak yang siap untuk masuk ke sekolah dasar harus dilihat dari seluruh aspek perkembangan anak meliputi: perkembangan motorik kasar dan halus, kognitif, sosial emosi, bahasa, literasi, dan angka dikutip dari laman Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Selain itu ia juga memaparkan bahwa orang tua harus mendukung anak dalam mengatasi kecemasan saat awal masuk sekolah. Orang tua harus menjelaskan apa saja yang akan dihadapi anak di sekolah guna menghindarkan anak dari rasa takut dan minder.
Ada baiknya orang tua bersama anak mengunjungi sekolah sebelum mendaftar untuk mengetahui kondisi sekolah dan melihat apakah anak menyukainya atau tidak. Informasi positif tentang sekolah akan membuat anak merasa senang dan nyaman bersekolah.
Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Yulaika Ramadhani