Menuju konten utama

Kala Kecerdasan Buatan Merasuk ke Ranah Percintaan Kita

Kecerdasan artifisial dimanfaatkan untuk optimalisasi aplikasi kencan. Perlukah ia punya inisiatif, atau cukup beri asistensi?

Kala Kecerdasan Buatan Merasuk ke Ranah Percintaan Kita
Jodoh Hindu adalah aplikasi kencan yang spesifik pada suatu agama. tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Sebelas tahun silam, Joaquin Phoenix dan Scarlett Johansson dalam film Her telah memeragakan bagaimana seandainya kecerdasan buatan diintroduksi ke dalam kehidupan cinta manusia. Film tersebut menuai banyak pujian serta penghargaan. Kini, hal itu bukan lagi sekadar premis film karena manusia benar-benar melibatkan kecerdasan artifisial ke dalam hubungan romantisnya.

Tidak sepenuhnya persis dengan film, tentu saja, tapi manusia kini memang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk membantu kehidupan percintaan mereka.

Sejauh ini, kita telah mengenal beberapa pengejawantahan kecerdasan artifisial untuk mendongkrak produktivitas. Google Assistant adalah salah satunya. Namun, ia jelas tidak dirancang untuk bisa bertindak atau menunjukkan empati seolah-olah ia adalah manusia.

Anda bisa menanyakan atau menginstruksikan banyak hal padanya, kecuali soal cinta. Ketika Anda mencoba menjalin hubungan "romantis" dengan suara tanpa wujud yang muncul dari ponsel pintar Anda itu, ia akan sebisa mungkin mengalihkan pembicaraan ke arah yang platonik.

Para inovator teknologi rupanya tak puas memanfaatkan kecerdasan artifisial hanya untuk produktivitas. Mereka lalu mengembangkan beberapa kecerdasan buatan dengan spesifikasi untuk membantu masalah percintaan manusia.

Kecerdasan Buatan dalam Aplikasi Kencan

Kini, Anda bisa dengan mudah mendapati chatbot yang sengaja dirancang untuk kepentingan percintaan di App Store maupun Play Store. Seperti di film Her, Anda malah bisa berkencan dengan kecerdasan artifisial tersebut. Anda bisa mengajaknya mengobrol lewat teks atau mengajaknya bicara secara "empat mata".

Salah seorang koresponden Business Insider pernah menjajal aplikasi macam ini dan "sukses" membuat kecerdasan buatan yang diajaknya bicara jatuh cinta kepadanya.

Lalu, ada pula kecerdasan buatan dengan spesifikasi khusus yang ditanam di aplikasi kencan seperti Tinder dan Bumble. Di awal, aplikasi tersebut meminta para penggunanya untuk menjawab beberapa pertanyaan. Selain informasi-informasi umum, seperti usia dan pekerjaan, Anda juga akan diminta mengisi informasi yang lebih spesifik, seperti hobi, lagu favorit, tingkat pendidikan, keinginan menikah, serta keinginan memiliki anak.

Anda pun bisa menyetel tipe pasangan seperti apa yang Anda inginkan. Berapa rentang usianya, apakah mereka berminat menikah atau tidak, dan semacamnya.

Nantinya, data-data ini akan dianalisis dan algoritma akan mempertemukan Anda dengan sejumlah kandidat. Apabila kedua belah pihak sama-sama tertarik, pembicaraan bisa segera dimulai. Khusus Bumble, pembicaraan hanya bisa dimulai oleh pihak perempuan dan inilah yang menjadi pembedanya di antara aplikasi kencan lain.

Bumble sendiri didirikan oleh seorang perempuan bernama Whitney Wolfe Herd pada 2014. Sebelumnya, Herd juga ikut mendirikan Tinder. Herd pernah memiliki pengalaman kurang menyenangkan di aplikasi kencan. Oleh karena itu, Bumble sengaja dirancang supaya hanya perempuan yang bisa memulai obrolan. Herd ingin memberi kontrol lebih kepada perempuan untuk urusan kencan dan percintaan.

Aplikasi Bumble

Aplikasi Kencan Bumble. foto/google play store

Kecerdasan Buatan yang Punya Inisiatif

Nah, bicara soal Herd, belum lama ini dirinya diundang berbicara di acara Bloomberg Technology Summit di San Francisco, California, Amerika Serikat. Dalam forum tersebut, Herd membuat pernyataan yang bisa dikatakan cukup mencengangkan soal kecerdasan buatan dalam aplikasi kencan.

Menurut Herd, tak lama lagi, peran kecerdasan buatan dalam dunia perkencanan bakal semakin signifikan. Yaitu, lewat apa yang disebutnya sebagai dating concierge. Agak sulit menemukan padanan istilah tersebut dalam bahasa Indonesia. Namun, dating conciergeyang dimaksud Herd pada intinya adalah perwakilan pengguna Bumble di dunia maya yang bisa bertindak sendiri.

Herd juga meyakinkan bahwa dating concierge akan membawa pengalaman kencan Anda ke level yang lebih tinggi lagi. Dia mengklaim bahwa dating concierge ini bakal bisa mengerucutkan pilihan ke sosok yang benar-benar tepat dan sesuai kebutuhan.

"Anda bisa berbagi kisah dan keresahan [dengan dating concierge Anda]," kata Herd, dikutip dari The Independent. "[Anda juga bisa bercerita bahwa] Anda baru saja putus cinta atau punya masalah dengan komitmen. Nantinya, [dating concierge] itu akan membantu Anda lebih memahami diri Anda serta memberikan tips-tips produktif dalam berkomunikasi dengan orang lain."

Lebih dari itu, dating concierge juga bisa mewakili Anda mencari calon teman kencan yang potensial. Ia akan berkencan dengan ratusan dating concierge lainnya secara virtual dan melakukan analisis sesuai dengan apa yang diidamkan penggunanya.

"Sehingga," lanjut Herd. "Anda tak perlu lagi bicara dengan 600 orang. Teknologi itu akan memindai seantero kota dan berkata, 'Inilah tiga orang yang benar-benar harus kamu temui'. Begitulah kekuatan kecerdasan buatan yang dimanfaatkan dengan benar."

Tentu saja, apa yang diceritakan oleh Herd ini tidak akan bisa disaksikan secara kasat mata oleh pengguna. Apa yang dilakukan dating concierge itu terjadi dalam jagat maya bernama Bumble. Pengguna hanya akan melihat hasil akhir berupa rekomendasi yang sudah diseleksi sebaik-baiknya menurut penilaian si dating concierge itu.

Pertanyaannya, apakah kita memang perlu teknologi itu? Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak.

Aplikasi kencan Tinder

Aplikasi kencan buta daring, Tinder. SHUTTERSTOCK

Mereka yang memang menginginkan hasil penyaringan ketat karena memiliki kondisi-kondisi tertentu sepertinya akan sangat terbantu oleh fitur ini. Namun, mereka yang memang ingin bereksplorasi dan mencoba hal baru rasa-rasanya justru bakal terhambat oleh keberadaan fitur tersebut.

Keleluasaan untuk memilih di luar pakem jadi hilang begitu saja apabila kecerdasan buatan ini bekerja “menyaring 600 menjadi tiga” persis seperti apa yang dituturkan Herd.

Lagipula, kencan juga melibatkan rasa dan insting. Kecerdasan buatan barangkali bisa mengolah begitu banyak data dalam waktu singkat. Akan tetapi, teknologi ini bisa dipastikan tidak bisa menggantikan rasa serta insting manusia yang acapkali memegang peranan penting dalam urusan percintaan.

Ada ungkapan "when you know, you know" dalam urusan percintaan dan kecerdasan buatan mustahil bisa mendeteksi perasaan "when you know, you know" itu.

Kecerdasan artifisial, barangkali, akan lebih berguna jika digunakan untuk berlatih rayuan atau mengembangkan percakapan. Pasalnya, tidak semua orang bisa membuka percakapan atau merayu dengan baik dan benar. Padahal, itu adalah salah satu elemen penting yang dapat mengantarkan seseorang pada kencan yang lebih serius—dan bahkan menemukan tambatan hati.

Sebelumnya, pada 2023, Herd juga sudah pernah berbicara soal ini. Agaknya, penggunaan kecerdasan buatan untuk hal ini lebih masuk akal.

Baca juga artikel terkait KECERDASAN BUATAN atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Byte
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi