tirto.id - Peraturan pembatasan mobilitas pada masa libur hari raya Idulfitri 2021 di Kota Solo simpang siur. Pangkal masalahnya adalah sang wali kota sendiri, Gibran Rakabuming Raka, yang pernyataannya bertentangan dengan bawahan bahkan peraturan yang ditekennya sendiri.
Gibran misalnya menyatakan melarang warga luar kota masuk ke Solo untuk berwisata. "Yang [boleh berwisata] warga lokal saja, yang dari luar Solo enggak usah," kata Gibran pada Jumat (7/5/2021). Sehari sebelumnya, Sekretaris Daerah Kota Solo sekaligus Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ahyani mengatakan "berwisata ke Solo boleh. Masuk sesuai peraturan reguler biasa." Salah satu syaratnya adalah membawa surat izin keluar masuk (SIKM).
Pernyataan simpang siur pun muncul pada kasus mudik lokal di kawasan aglomerasi. Sebagai catatan, Solo memiliki kawasan aglomerasi meliputi Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Wonogiri, Karanganyar, dan Sragen.
Satgas Penanganan COVID-19 telah menyatakan mudik di kawasan aglomerasi tetap dilarang. Namun Gibran menyatakan sebaliknya. "Mengenai pemudik lokal nanti kami koordinasikan lagi," kata Gibran, Jumat. "Sejauh ini masih kami perbolehkan."
Di samping kesimpangsiuran aturan untuk membendung penularan COVID-19 dari luar kota seperti ini, Pemerintah Kota Solo pun keteteran mengatur warganya sendiri. Satu contoh, pada Minggu (9/5/2021), warga Solo berjubel di Pasar Klitikan Notoharjo, Semanggi, untuk berburu barang bekas. Seorang pedagang mengatakan tiap Minggu pagi memang pasar akan dipadati pengunjung, sementara seorang pengunjung mengatakan tak masalah berjubel karena sudah mengenakan masker.
Jadi, sebenarnya, bagaimana aturan pembatasan mobilitas di Solo?
Untuk menjawab itu maka kita harus kembali ke Surat Edaran No.067/1309 tentang Perpanjangan PPKM Berbasis Mikro dan Mengoptimalkan Peran Satgas Tingkat Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19. Di nomor 8 ketentuan itu tercantum sejumlah aturan pembatasan sosial, meliputi tempat kerja, kegiatan belajar mengajar, pasar, restoran, pusat perbelanjaan, hiburan, kegiatan keagamaan pada bulan Ramadan dan Syawal, dan mudik.
Terkait mudik (nomor 8 huruf x), Pemkot Solo jelas melarangnya mulai 6-17 Mei 2021 sesuai dengan jadwal pemerintah pusat. Pengecualian diberlakukan bagi kendaraan distribusi logistik dan warga dengan keperluan mendesak--seperti bekerja, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka, keperluan ibu hamil, dan pernikahan.
Bagi pelaku perjalanan yang dikecualikan, jika mereka akan tinggal di Kota Solo setidaknya 1x24 jam, maka harus memiliki print out surat keterangan dari kepala desa/lurah setempat, SIKM untuk warga DKI Jakarta, atau surat izin perjalanan lainnya. Selain itu, aparatur sipil negara, anggota TNI, Polri, dan pegawai BUMN/BUMD pun harus mengantongi surat izin dari atasannya.
Bagi warga yang masuk Kota Solo tanpa mengantongi izin, atau bukan kelompok warga yang dikecualikan, maka harus isolasi di Solo Technopark atau lokasi lain yang sudah ditetapkan.
Beleid itu tidak mengatur pengecualian bagi warga dari wilayah aglomerasi Solo Raya atau berbeda dengan pernyataan Gibran.
Bagaimana dengan wisata? Dalam nomor 8 huruf aa, terdapat ketentuan bahwa: "Pelaku perjalanan orang lintas kota/kabupaten/provinsi/negara selama bulan suci Ramadan dan ldulfitri Tahun 1442 Hijriah dengan tujuan wisata dan menginap paling sedikit 1x24 jam di Kota Surakarta, wajib menenuhi ketentuan sebagai berikut:"
Syarat yang dimaksud antara lain menginap di hotel/losmen/guest house/sebutan lainnya; membawa surat keterangan dari kepala desa/lurah setempat atau SIKM bagi warga DKI Jakarta; dan membawa hasil swab PCR atau rapid antigen paling lama 2x24 jam sebelum masuk ke penginapan.
Dengan demikian, seperti mudik lokal, pernyataan Gibran soal wisata tak selaras dengan aturan tertulis.
Berdasarkan regulasi tersebut, Sekda Solo sekaligus Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ahyani menegaskan kembali bahwa wisatawan boleh melancong ke Kota Solo. Dengan catatan tambahan bahwa penyelenggara atau masyarakat harus patuh pada protokol kesehatan. Selain itu pengelola tempat wisata pun hanya menampilkan atraksi reguler dan tidak memiliki acara khusus.
Namun di sisi lain ia berharap tidak akan terlalu banyak pelancong luar kota yang berhasil masuk ke Solo sebab pihaknya akan kerepotan melakukan screening dan pencegahan penularan. "Kalau sudah masuk ke Kota Solo, bagaimana kami membatasi? Kami itu mengharapkan penyekatan efektif sehingga yang masuk Solo tidak begitu banyak," kata Ahyani kepada reporter Tirto, Senin (10/5/2021).
Kepala Program Studi Doktor Kesehatan Masyarakat Universitas Sebelas Maret (UNS) Ari Natalia Probandari mengatakan ada upaya meningkatkan roda ekonomi di balik kebijakan yang mendua--antara melarang mudik dan membolehkan wisatawan melancong. Dan ini bukan pertama kali pemerintah bersikap demikian dengan upaya pembatasan mobilitas demi mencegah penularan COVID-19.
Menurut Guru Besar UNS tersebut kebijakan itu jelas berisiko meningkatkan penularan di Solo, sehingga harus disiapkan rencana mitigasinya.
Selain soal kebijakan yang masih mendua, Solo juga menghadapi ancaman ketidakpatuhan masyarakat pada larangan mudik. Natalia menengarai masyarakat masih tidak paham apa alasan mudik dilarang. Karenanya, diperlukan upaya edukasi lebih giat untuk mendorong larangan tersebut.
"Saya khawatir. Polanya, setiap habis hari raya ada long holidays, kasusnya kemudian meningkat," kata Natalia kepada reporter Tirto, Senin.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino