Menuju konten utama

Kader Gerindra dan PKS Saling Kunci demi Mendampingi Anies Baswedan

Kader Gerindra dan PKS melobi para politikus di DPRD Jakarta agar kelak terpilih sebagai Wagub DKI Jakarta.

Kader Gerindra dan PKS Saling Kunci demi Mendampingi Anies Baswedan
Ilustrasi: Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta M. Taufik berpidato saat perayaan HUT ke-10 Gerindra di Lapangan Arcici, Jakarta (11/3/2018). FOTO/tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Wakil Ketua DPRD fraksi Partai Gerindra Muhammad Taufik dirundung ketidakpastian. Ia terancam gagal maju sebagai caleg di DKI untuk periode kedua pada 2019.

Tapi, masa depan politikus ini tak serta-merta raib. Selain menunggu gugatannya terhadap peraturan KPU keluar di MA, ada peluang lain yang lebih menggiurkan: kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Taufik, mantan ketua KPUD Jakarta yang pernah divonis penjara karena kasus korupsi pada 2004, punya kans untuk maju ke kursi wakil gubernur. Ia merupakan wakil ketua tim pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno saat Pilkada DKI 2017. Ia juga berasal dari partai yang sama dengan Sandiaga.

Tapi, bukan berarti jalan yang ia tempuh tidak berkelok. Dipilihnya Sandiaga sebagai pendamping Prabowo mensyaratkan tawaran besar untuk PKS. Dan, yang diminta partai berlambang padi dan sabit itu adalah kursi yang ditinggalkan Sandiaga.

Presiden PKS Sohibul Iman bahkan yakin kursi Wagub DKI Jakarta akan diisi kader PKS. Usai pendaftaran Capres-Cawapres di KPU, ia terang-terangan menunjukkan ada barter politik.

"Tentu dari PKS memberikan posisi wakil presiden (kepada Sandiaga). Tentu mereka memberikan hak prioritas kepada PKS untuk menjadi wagub," kata Iman kepada awak media pada 10 Agustus lalu.

Belakangan, Taufik jorjoran bicara soal transaksi politik tersebut. Ia mengaku dipaksa menandatangani "surat kesepakatan" yang isinya merelakan kursi bekas Sandiaga untuk kader PKS. Surat itu disodorkan kepadanya menjelang pendaftaran Capres-Cawapres Prabowo-Sandiaga.

Tak mau berbelit-belit, Taufik akhirnya menandatangani surat yang disodorkan Wasekjen PKS Abdul Hakim. Sebab, koalisi bisa pecah karena PKS berniat menarik dukungan jika ia tak membubuhkan tanda tangan.

"Tapi surat itu menjadi tidak sah karena Partai Gerindra memutuskan sesuatu itu harus berdasarkan rapat," kata Taufik kepada Tirto.

Abdul Hakim menolak berkomentar soal ada "surat kesepakatan" macam itu. “Saya belum bisa menjawab,” katanya kepada Tirto, Rabu pekan ini.

Sekjen PKS Mustafa Kamal pun mengklaim tak tahu ada surat kesepakatan, “Silakan dikonfirmasi kepada yang mengembangkan hal-hal itu."

Belakangan, setelah fraksi Gerindra bulat bakal mengusung Taufik sebagai calon wakil gubernur, Taufik justru orang paling rajin melobi sejumlah fraksi di DPRD DKI untuk memuluskan langkahnya menggantikan Sandiaga. Dalam beberapa kesempatan, Taufik diketahui kerap menemui beberapa fraksi di DPRD secara intens.

Ia bahkan diketahui menemui Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi dari Fraksi PDIP. Namun, pertemuan itu disanggah Taufik sebagai bentuk lobi-lobi jajaran fraksi di DPRD agar memilih namanya sebagai pengganti Sandiaga Salahudin Uno.

“Saya ketemu fraksi di DPRD setiap hari,” kata Taufik.

Prasetyo menyanggah ditemui Taufik untuk membicarakan pengganti Wakil Gubernur DKI Jakarta. “Kata siapa? Itu kan kata kamu. Di mana ada pertemuan? Karena kalau di kantor biasa ada pertemuan. Di Banggar pertemuan, di Bamus pertemuan,” ujar Prasetyo, seraya menegaskan belum ada pembahasan khusus di kalangan fraksi DPRD soal calon pengganti Sandiaga Uno.

Apa yang diutarakan Taufik dinilai oleh banyak politikus Kebon Sirih sebagai manuver yang wajar. Sebab, DPD Gerindra memang bersikukuh mengajukan nama untuk menduduki posisi wagub.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra Prabowo Soenirman bahkan menyampaikan bahwa Gerindra baru merelakan PKS mengambil posisi Wagub Jakarta jika Anies Baswedan jadi kader Gerindra.

"Kalau Pak Anies jadi kader Gerindra, kita legowo benar. Dia (harus) menyatakan hal itu dengan membuat Kartu Tanda Anggota baru," katanya.

Soenarman juga mengatakan posisi Taufik sebagai Ketua DPD Jakarta Partai Gerindra "punya previlese” meski belum ada pembahasan di internal partai mengenai pengganti Sandiaga.

Dalam beberapa kesempatan, Taufik juga terlihat berusaha mendekati Anies Baswedan. Pada salat Iduladha di halaman Balai Kota, ia adalah satu-satunya anggota dewan yang terlihat salat berjamaah bersama Anies.

Keduanya duduk bersebelahan di saf terdepan. Usai salat, Anies dan Taufik terlihat hanya mengobrol berdua di antara jemaah lain yang sibuk mempersiapkan prosesi pemotongan hewan kurban. Sesudahnya, Taufik dan Anies enggan berkomentar tentang apa yang mereka obrolkan.

Namun, saat dikonfirmasi dalam pertemuan terpisah, Taufik mengisyaratkan ia berniat membicarakan soal posisi pengganti wagub.

Anies sendiri enggan terlibat dalam keputusan pergantian tersebut karena "tak punya hak sedikit pun" untuk memilih calon pendampingnya di Balai Kota.

Infografik HL Indepth Wagub Gono Gini

Lagi-Lagi 'Barter Politik' di DPRD

Namun, Gubernur Anies Baswedan pernah mengutarakan soal "kesepakatan" untuk skema nama pendampingnya di Balai Kota. “Setahu saya sudah ada kesepakatan antara Gerindra dan PKS bahwa yang mengusulkan nanti adalah PKS. Nanti lihat saja," ujarnya, 16 Agustus lalu.

Sekretaris Jenderal PKS Mustafa Kamal tak menampik memang ada barter antara Gerindra dan PKS.

Namun, skema macam ini bisa alot melihat Gerindra yang enggan begitu saja merelakan posisi Wagub DKI diisi kader PKS. Bila merujuk Pasal 176 Undang-Undang 10/2016, pengganti wakil gubernur memang menjadi usulan partai politik atau gabungan parpol pengusung, dalam hal ini bisa dari PKS dan Gerindra.

Sebagai informasi, kursi parlemen DKI diisi oleh 9 fraksi dan fraksi terbesar dengan 28 kursi diduduki oleh PDIP. Posisi kedua diduduki oleh Partai Gerindra (15 kursi), fraksi gabungan PAN-Demokrat (12 Kursi), PKS (11 kursi), PPP (10 kursi), Hanura (10 kursi), Golkar (9 kursi), PKB (5 kursi), dan NasDem (5 kursi).

Bestari Barus, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi NasDem, menyebut persaingan di DPRD bakal berlangsung "ramai" jika Partai Gerindra dan PKS mengajukan nama kader masing-masing. Ada kemungkinan lobi-lobi kepada fraksi di DPRD makin intens untuk mengamankan nama-nama kader itu bisa meraih suara mayoritas anggota dewan.

Kubu PKS sendiri belum satu suara mengusung nama tunggal. Nama-nama yang diusulkan termasuk Mardani Ali Sera, mantan Ketua Tim Pemenangan Anies-Sandiaga, dan Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Nurmansjah Lubis. Dewan Perwakilan Wilayah PKS juga menyebut nama-nama lain, dan nama Nurmansjah tidak ada di dalamnya. Mereka antara lain Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana dan eks Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu.

"Kemungkinannya itu, tapi bisa saja last minute ada nama lain," ujar Suhud Aliyuddin, Direktur Pencapresan PKS, Senin pekan lalu.

Nama Triwisaksana, yang belakangan muncul, adalah Wakil Ketua DPRD. Ia sudah dua periode di parlemen Jakarta dan karena itu mengetahui kerja-kerja Pemprov DKI, dianggal bisa menjembatani kepentingan legislatif dan eksekutif.

Namun, nama Triwisaksana sangat rentan terutama karena ia santer disebut sebagai bagian dari "Faksi Sejahtera" dalam PKS atau loyalis Anies Matta. Dalam internal PKS, orang-orang yang diduga masuk ke dalam "Faksi Sejahtera" dianggap berseberangan dengan partai dan perlu “disingkirkan”.

Sebagaimana manuver M. Taufik dari Gerindra, Triwisaksana juga mengadakan pertemuan dengan Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi. Pertemuan itu berlangsung pada 21 Agustus, sehari sebelum Iduladha. Mereka enggan bercerita soal isi pertemuan tersebut.

Kendati demikian, Sani, sapaan Triwisaksana, tak menampik bahwa pertemuan itu juga membahas soal suksesi di Balai Kota. “Ya ada pembicaraan, sih, tapi sebatas nanti bagaimana mekanisme pemilihannya dalam Paripurna,” ucapnya.

Baca juga artikel terkait WAGUB DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Fahri Salam