tirto.id - Selepas Sandiaga Salahuddin Uno hengkang dari kursi wakil gubernur dengan mengajukan surat pengunduran pada Jumat (10/8/18) lalu, banyak pihak bertanya-tanya dan mencari tahu siapa yang akan menggantikan posisinya menjadi orang nomor dua di DKI Jakarta.
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, pengganti wakil gubernur adalah orang yang diajukan oleh partai pengusung ketika pilkada. Itu artinya, pengganti Sandi akan diusulkan oleh Gerindra dan PKS. Berdasarkan Pasal 175 ayat (2) UU itu, bakal ada dua nama yang diajukan ke DPRD via gubernur. DPRD akan membentuk tim pemilihan dan menetapkan siapa yang terpilih.
"Dalam ketentuannya, pengisi jabatan itu diusulkan dua nama oleh partai pengusung," kata Wakil Ketua DPRD DKI, M. Taufik, kepada Tirto, Jumat (10/8/18). Pemilihan dilakukan dengan cara voting, tambah Taufik.
"Voting dilakukan oleh seluruh anggota DPRD," katanya.
Cara ini berbeda dengan pemilihan Djarot Saiful Hidayat ketika menjadi Wakil Gubernur DKI. Pada 17 Desember 2014 Djarot diangkat langsung oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang naik pangkat jadi gubernur setelah Joko Widodo terpilih sebagai presiden.
Pemilihan Djarot kala itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2014. Peraturan tersebut sudah dihapus dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Tarik Menarik Gerindra-PKS
Sejauh ini memang belum ada nama definitif yang diajukan dua partai yang kembali berkoalisi dalam pilpres tahun depan itu. Gerindra dan PKS juga tampaknya masih berupaya keras agar kadernya yang dipilih. Hal ini terlihat dari pernyataan-pernyataan para pimpinan partai yang bersangkutan.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan sosok yang telah mereka ajukan adalah M. Taufik yang kini menjabat Wakil Ketua DPRD DKI. Menurutnya, Taufik adalah sosok yang mengerti, kompeten, dan kredibel. Singkatnya, mumpuni mendampingi Anies memimpin Jakarta.
"Taufik ini bisa langsung tancap gas tanpa harus belajar-belajar lagi. Bukan waktunya belajar lagi," katanya kepada Tirto, Selasa (14/8/18) siang. Dia menekankan lagi kalau Taufik sosok yang tepat dengan mengatakan, "jika ada yang kompeten, ngapain lagi cari yang lain?"
Andre juga menyinggung kalau yang harus dipilih adalah kader Gerindra, sebab Sandiaga berasal dari partai itu. Ia menyebutnya sebagai asas "kepatutan."
Meski begitu, PKS tetap menggodok nama yang bakal diusulkan ke Anies-DPRD. Suhud Aliyudin, Direktur Pencapresan DPP PKS, menyebut beberapa nama yang sedang dibahas di internal partai, dari mulai Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera hingga mantan calon wakil gubernur Jawa Barat Ahmad Syaikhu.
Dia membantah isu yang beredar yang menyebut bekas Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan juga sedang dibahas untuk menggantikan Sandi.
"Kalau Aher [panggilan Ahmad Heryawan] tidak mungkin. Masa dari gubernur turun ke wakil," katanya pada Tirto.
Suhud mengatakan bahwa pembahasan dilakukan secara serius. Ini jelas menandakan kalau mereka juga menginginkan kursi yang ditinggalkan Sandi. "Kami berharap kader kami yang bisa menang dan jadi wakil." Secara implisit, Suhud mengatakan antara PKS-Gerindra juga saling berlomba memenangkan posisi itu.
Di DPRD DKI, Gerindra dan PKS menguasai 26 kursi dari total 106 kursi yang tersedia (Gerindra 15, PKS 11). Tentu saja ini jadi modal yang cukup untuk memenangkan satu orang saja jika sudah ada kata sepakat antara keduanya. Persoalannya, belum ada titik temu mengenai ini.
"Soal jabatan sama seperti uang, tidak ada saudaranya. Tidak otomatis PKS dapat posisi itu kalau ternyata mekanisme di DPRD tidak menang" kata Suhud.
Beda Fraksi, Beda Suara
Selain persoalan tarik-menarik kepentingan PKS-Gerindra, masalah lain yang mungkin bakal muncul adalah tak bakal semua anggota dewan sepakat dengan usulan dua nama itu. Anggota DPRD DKI Jakarta fraksi PDIP, Prabowo Soenirman, mengatakan jika ini terjadi dan menemui jalan buntu, maka partai pengusung harus mengajukan nama baru.
"Tidak ada ketentuan lain. Jika ada diskresi Presiden atau Gubernur pun tidak bisa. Keputusan mutlak ada di DPRD," katanya saat dihubungi oleh Tirto.
Sementara anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Nasdem Bestari Barus punya pendapat lain. Menurutnya, dalam pemilihan Wagub oleh DPRD, hal yang paling penting adalah tercapainya kuorum.
"Yang penting 2/3 kuorum dari anggota. 106 total anggota dewan, kuorumnya adalah 75 orang. Yang penting 75 orang itu hadir. Jika yang memilih cuma lima sedangkan yang lain golput, itu tetap sah," katanya.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra, Syarif, punya pendapat lain. Menurutnya, wakil gubernur bisa dipilih langsung oleh gubernur dengan catatan. Kata Syarif, hanya ada dua kali kesempatan penolakan. Jika itu terjadi maka Menteri Dalam Negeri akan memberikan wewenang ke Gubernur untuk memilih wakilnya sendiri.
"Meski tidak tertulis secara eksplisit di peraturan tersebut (UU 10/2016)."
Namun, Direktur Politik Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri Bahtiar Baharuddin membantah pernyataan Syarif. Menurutnya, wakil gubernur tetap dipilih DPRD.
"Tidak ada itu wewenang Mendagri. [Wakil gubernur] dipilih oleh DPRD berdasarkan usulan parpol pengusung. Tidak ada cara lain," katanya kepada Tirto.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino