Menuju konten utama

Kabareskrim Tolak Proses Aduan ICW Terhadap Firli Bahuri

Kabareskrim akan mengembalikan aduan ICW terhadap Firli ke Dewan Pengawas KPK, karena tak mau Polri ditarik ke dalam masalah yang ada di internal KPK.

Kabareskrim Tolak Proses Aduan ICW Terhadap Firli Bahuri
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol. Agus Andrianto. ANTARA/HO-Polri/am.

tirto.id - Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto tak mau lembaganya dilibatkan dalam persoalan yang sedang menimpa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Agus akan mengembalikan aduan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Dewan Pengawas KPK.

ICW pada Kamis (3/6) kemarin melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri atas dugaan penerimaan gratifikasi perihal kunjungan pribadi menggunakan helikopter.

"Nanti kami kembalikan ke Dewas [KPK] aja, kan sudah ditangani oleh Dewan Pengawas," kata Agus ketika dihubungi wartawan, Jumat (4/6/2021).

Menurut Agus masalah tersebut sebenarnya sudah dibereskan Dewas KPK. Ia meminta ICW tak menarik-narik Polri ke masalah yang ada di internal KPK.

Agus mengatakan Polri tengah disibukkan menangani pandemi COVID-19, termasuk diminta untuk memulihkan ekonomi nasional.

"Mekanisme internal di KPK akan bergulir sesuai aturan. Jangan tarik-tarik Polri. Saat ini kami fokus kepada penanganan dampak kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional dan investasi," jelasnya.

Pengaduan dilakukan pada Kamis (3/6). ICW menemukan ada perbedaan harga sewa helikopter saat Firli berkunjung ke Sumatera Selatan.

“Kami mendapat informasi lain bahwa harga sewa (helikopter) per jam sekitar US$2.750 atau setara Rp39 juta. Jika ditotal, Rp172 juta yang harus dibayar,” ucap Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan ICW Wana Alamsyah di Mabes Polri, kemarin.

Firli pernah menjalani sidang etik oleh Dewan Pengawas KPK, kala itu ia bilang harga sewa per jam Rp7 juta belum termasuk pajak. Bila ia menyewa empat jam, sambung Wana, ada selisih Rp141 juta atau ‘diskon’ 42 persen, yang diduga sebagai penerimaan gratifikasi.

Ihwal gratifikasi, Firli dianggap melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ICW juga mendapatkan informasi perihal dugaan konflik kepentingan maupun terkait penyedia helikopter, PT Air Pacific Utama.

Hasil penelusurannya, salah satu komisaris di perusahaan tersebut pernah dipanggil menjadi saksi kasus dugaan suap pemberian izin pembangunan Meikarta yang melibatkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin. Maka ICW juga memberitahukan temuan itu ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.

Selain itu, ada sembilan perusahaan jasa penyewaan helikopter yang berpotensi digunakan Firli. Namun ICW heran mengapa dia memilih PT Air Pacific Utama.

“Kami pun mempertanyakan mengapa Dewan Pengawas tidak menelusuri lebih lanjut terhadap informasi yang disampaikan oleh Firli,” sambung Wana.

Firli menyewa helikopter PK-JTO seharga Rp7 juta per jam--angka hasil pemeriksaan Dewas KPK--dalam perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan sebaliknya, pada 20 Juni 2020. Sikap ini dinilai tidak sejalan dengan prinsip hidup sederhana yang ditanamkan KPK; tidak menyadari pelanggaran yang dilakukan; sebagai Ketua KPK tidak memberikan teladan malah melakukan sebaliknya.

Baca juga artikel terkait KASUS HELIKOPTER MEWAH FIRLI BAHURI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto