Menuju konten utama

Kabar Kebocoran Registrasi Kartu SIM: UU Perlindungan Data Mendesak

DPR menilai pemerintah belum satu suara dalam melindungi data pribadi masyarakat melalui undang-undang.

Kabar Kebocoran Registrasi Kartu SIM: UU Perlindungan Data Mendesak
Pedagang membantu pelanggan meregistrasi kartu prabayar pada gerai miliknya di Mall Ambasador, Jakarta, Rabu (28/2/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Desakan pembentukan undang-undang (UU) tentang perlindungan data pribadi kembali muncul karena adanya kekhawatiran penyalahgunaan data pribadi oleh pihak tak bertanggung jawab. Belakangan ini sempat muncul soal dugaan adanya kebocoran data pribadi dalam proses registrasi ulang kartu SIM prabayar yang batas pelaksanaannya sudah berakhir 28 Februari 2018 lalu.

Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) bidang hukum Ketut Prihadi mengatakan meski ada kekhawatiran kebocoran data, ketentuan soal kewajiban mendaftarkan ulang kartu SIM tetap berlangsung dan sudah terjadi. Menurutnya kebocoran data tak terjadi saat proses mendaftarkan kartu prabayar.

Namun, menurut Ketut ada perilaku di masyarakat yang sering membagi informasi pribadi secara tak sadar sehingga data pribadi bisa tercecer ke pihak lain. Misalnya salinan dokumen data pribadi seperti KK dan KTP harus berpindah tangan ke pihak lain untuk keperluan proses kredit di bank, pebiayaan kendaraan, bahkan saat menggandakan dokumen di tempat foto copy, dan sebagainya.

“Biasanya kebocoran dari situ, bukan dari registrasi kartu SIM. Kami enggak bisa mengawasi sampai sana,” kata Ketut pada acara diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (10/3).

Ketut mengatakan kewajiban mendaftarkan kartu SIM prabayar tidak mesti menunggu adanya UU Perlindungan Data Pribadi. Ia khawatir penundaan justru akan membuat praktik kejahatan menggunakan kartu SIM semakin sering terjadi. Salah satu tujuan kewajiban registrasi ulang adalah mencegah kejahatan dengan penggunaan nomor ponsel yang sebelumnya sangat bebas.

Ketut beralasan, data identitas pengguna kartu SIM yang "bocor" taj signifikan dibandingkan dengan jumlah mereka yang mendaftar. Beberapa hari lalu sempat ada warganet yang mengeluhkan soal data pribadinya dipakai oleh orang lain untuk proses pendaftaran registrasi ulang kartu SIM prabayar. Korban mengaku identitasnya dipakai untuk mendaftar 50 kartu SIM prabayar.

“Namun, pelaporannya baru itu saja. Tidak ada yang lain,” ujar Ketut.

Menurut Ketut, penyalahgunaan identitas pengguna kartu SIM tak berarti mereka menjadi korban kebijakan pemerintah. Ia mengatakan penyalahgunaan data pribadi bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Ketut merujuk pada kebiasaan masyarakat memungkinkan data-data pribadi bocor karena perilaku yang kurang peduli.

Bagaimana bila data pribadi seperti nomor KK dan KTP kita didaftarkan orang lain saat registrasi ulang? Bagi pemilik data bisa mendatangi gerai operator seluler untuk membawa KTP asli dan Kartu Keluarga. Tujuannya untuk memblokir nomor-nomor yang didaftarkan dengan tidak memakai data sebenarnya. Namun, menurut Ketut pemblokiran tidak berarti penyalahgunaan data pribadi bisa selesai.

Menurutnya potensi penyalahgunaan data pribadi tetap bisa terjadi dengan menggunakan nomor baru. Persoalannya, masyarakat yang data pribadinya disalahgunakan untuk mendaftar di nomor baru juga tidak mengetahui apabila pelaku berbuat kejahatan.

“Saya akui ini memang tidak sempurna, tapi (registrasi ulang kartu SIM) harus jalan,” kata Ketut.

Pemerintah melalui BRTI memang mengakui masih ada saja celah penyalahgunaan data pribadi. Untuk itu, desakan adanya UU tentang perlindungan data pribadi kembali bergulir, setidaknya bisa memberikan kepastian hukum soal aturan dan sanksi-sanksinya.

Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mengatakan pihaknya sudah meminta pemerintah mengajukan RUU Perlindungan Data Pribadi. Namun, hingga sekarang pemerintah tidak satu suara dalam memutuskan RUU Perlindungan Data Pribadi.

“Waktu rapat [Februari 2018] dengan Kemenkominfo, kami sudah tanya ke Pak Menteri [Rudiantara]. Beliau bilang sudah dimasukan ke Badan Legislatif. Begitu kami cek, Kemenkumham tidak memasukkan itu,” kata Hanafi.

Hanafi menyatakan saat ini ada 32 UU yang mengatur tentang akses dan pengumpulan data pribadi, tetapi tidak ada yang mengatur perlindungannya. Ia berharap pemerintah segera memutuskan sikap.

"Kami [Komisi I] senang-senang saja untuk segera menyelesaikan, tapi tampaknya kementerian di pemerintah ini punya pandangan berbeda," katanya.

Staf khusus Kemenkominfo bidang hukum, Henri Subiakto mengatakan kebocoran data tak cuma dari registrasi kartu prabayar. Namun ia percaya mekanisme yang ada dapat mengatasi masalah potensi kebocoran data pribadi.

“Intinya Kemenkominfo dan BRTI tidak membiarkan menyalahgunakan penggunaan data pribadi,” katanya.

Baca juga artikel terkait REGISTRASI ULANG SIM CARD atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Muhammad Akbar Wijaya