Menuju konten utama

Jurus Bertahan Kurir Konvensional Agar Tak Digilas Zaman

Bisnis jasa kurir sedang tumbuh seiring menjamurnya jua beli online. Di saat yang sama, kurir berbasis aplikasi juga muncul. Apakah kurir konvensional akan tetap bertahan?

Jurus Bertahan Kurir Konvensional Agar Tak Digilas Zaman
Senior Technical Advisor, DHL Express Indonesia Ahmad Mohamad (tengah atas) memberi pengarahan kepada para kurir dan tim operasional DHL Express yang bertanggung jawab untuk mengoperasikan fasilitas Mobile Service Station DHL Express pertama di Indonesia, yang diluncurkan di Jakarta, Senin (31/10).ANTARA FOTO/HO/Sidi.

tirto.id - Sejak lima bulan ini Fatimah Zahrah menjalankan bisnis toko online. Dia menjual jaket lewat beberapa platform media sosial. Bisnis baru Fatimah membuatnya sering berhubungan dengan perusahaan penyedia jasa kurir. Setidaknya dua kali dalam sepekan Fatimah mengunjungi gerai kurir konvensional mengirimkan barang dagangannya.

Fatimah bukan tipe pedagang yang setia hanya pada satu perusahaan kurir. Ia terkadang mengirim barang lewat JNE, terkadang lewat Tiki. Namun, untuk mengirim barang ke luar Jabodetabek, ia memilih Wahana karena pertimbangan tarif yang lebih murah.

Mondar-mandir dua kali dalam sepekan cukup menyita waktu bagi Fatimah. Baginya, bisnis online hanya sampingan. Bila gerai jasa kurir sedang ramai, Fatimah harus menunggu antrean hingga menghabiskan waktu satu jam.

Fatimah dan para pedagang online lainnya mengambil peran terhadap peningkatan volume pengiriman barang lewat kurir. Berdasarkan data yang diolah tim riset Tirto dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI), nilai produk domestik bruto (PDB) terkait logistik menunjukkan tren positif dalam lima tahun terakhir.

Pada 2011, nilai PDB terkait logistik sekitar $5 miliar dalam kurs tahun berjalan. Sempat sedikit turun pada 2013, angka itu terus menanjak naik menjadi $6,77 miliar pada 2015. Geliat bisnis e-commerce menjadi berkah bagi logistik.

Infografik Strategi Bisnis Jasa Layanan Pengiriman Barang

Adanya tren belanja online yang kian marak, bisnis kurir pun semakin menjanjikan. Kini, kurir-kurir berbasis aplikasi juga bermunculan. Selain Gojek dan Grab sebagai penyedia jasa kurir, ada juga aplikasi baru bernama Etobee.

Etobee baru muncul tahun ini, bernaung di bawah PT Etobee Teknologi Indonesia. Dengan menggunakan aplikasi ini, para pedagang online tak perlu repot-repot mengantarkan barang dagangannya ke gerai kurir. Kurir-kurir Etobee secara langsung akan menjemput barang dari pedagang lalu mengantarkan ke para pembeli.

Menghadapi ancaman persaingan dari kurir berbasis aplikasi, perusahaan kurir konvensional terus berinovasi. September lalu, PT Citra Van Titipan Kilat (Tiki) meluncurkan self service machine. Ia adalah sebuah mesin yang diletakkan di kantor layanan Tiki dan pusat perbelanjaan yang bisa digunakan mengirim barang meletakkan barang dan memasukkan sendiri data pengiriman.

Pihak pengirim harus menimbang barangnya sendiri dengan timbangan digital yang disediakan. Pembayaran lewat mesin dengan menggunakan uang elektronik. Setiap hari, kurir-kurir akan mengambil barang di mesin otomatis.

Selain self service machine, Tiki juga meluncurkan layanan drive-thru yang beroperasi 24 jam. Saat ini baru ada dua gerai operasional yang menyediakan layanan ini. Cara kerjanya persis seperti konsep drive-thru di restoran cepat saji. Para pengirim barang, tak perlu turun dari kendaraan, ada tempat meletakkan barang, menimbang, memasukkan data, membayar, dan menerima bukti pengiriman.

Berdasarkan pengumuman perusahaan, Tiki mengalokasikan Rp100 juta untuk setiap unit self service machine dan Rp30 juta untuk layanan drive-thru. Layanan otomatis ini bisa menampung 50 sampai 100 paket atau dokumen.

Dari deretan kurir konvensional seperti Tiki, JNE, Pos, dan Wahana, hanya Tiki yang mulai berinovasi menggunakan teknologi meskipun inovasi itu tak sebanding dengan kemudahan yang ditawarkan pemain layanan aplikasi kurir seperti Etobee.

JNE salah satu perusahaan kurir konvensional yang mendulang berkah dari pertumbuhan penjualan online selama ini. Tahun ini, JNE menjalin kerja sama dengan Shopee, setelah merangkul Tokopedia, Bukalapak, dan Lazada.

JNE punya beberapa layanan yang tidak dimiliki kurir konvensional lainnya seperti layanan Jemput ASI Seketika (Jesika). Ia adalah layanan penjemputan ASI dari tempat aktivitas hingga pengantaran ke tempat tujuan, menggunakan moda pengantaran sepeda motor yang dilengkapi tas berpendingin khusus.

Namun, JNE belum terlihat meluncurkan inovasi yang memudahkan para pengirim seperti yang telah dilakukan Tiki. Belum ada kiat khusus untuk memenangkan persaingan melawan kurir berbasis aplikasi. Beberapa kurir konvensional seperti Pos, Wahana, DHL, menyediakan layanan jemput paket ke rumah, tapi mekanismenya belum berbasis aplikasi.

Kenyataan di lapangan, pedagang online seperti Fatimah ternyata lebih memilih menggunakan jasa kurir konvensional meski harus mengantre.

“Harganya lebih murah, apalagi Wahana, solusi banget untuk pengiriman luar kota,” katanya kepada Tirto.

Fatimah hanya sesekali menggunakan kurir berbasis aplikasi atas permintaan konsumen yang ingin barangnya cepat tiba.

Sebagai konsumen jasa kurir, Fatimah berharap perusahaan kurir konvensional lebih berinovasi dan memikirkan solusi yang membuat pelanggan sepertinya lebih dimanjakan. “Kadang sekali mengirim banyak, dibawa naik motor juga susah, Saya sering lihat ada konsumen bawa banyak banget, diikat di belakang motor,” tutur Fatimah.

Saat ini, kurir konvensional memang masih memimpin pasar. Kurir berbasis aplikasi sebagai pendatang baru masih harus membuktikann diri dengan memperluas jangkauan layanan. Namun, dengan kemajuan teknologi tidak muskil layanan kurir berbasis aplikasi akan diterima oleh konsumen. Sehingga kurir konvensional mau tak mau harus berbenah bila tak ingin digilas perubahan zaman, bila tak mau bernasib seperti ojek dan taksi konvensional.

Baca juga artikel terkait MARKETING atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Marketing
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti