Menuju konten utama

Jorjoran Promo Miliaran Rupiah Proyek Meikarta

Dalam 1,5 bulan terakhir, Meikarta menanam iklan di televisi hingga Rp93,7 miliar dan merekrut ribuan tenaga pemasaran.

Jorjoran Promo Miliaran Rupiah Proyek Meikarta
Pengunjung antre untuk melakukan registrasi pesan unit Meikarta di Maxx Box Orange County, Cikarang, Jawa Barat, Kamis (17/8).tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - “Bawa aku pergi dari sini...” ucap bocah perempuan dari kabin mobil saat menyaksikan sebuah sudut kota yang jorok dan suram. Ada rangkain gambar serupa teror bahwa adegan di jalanan yang disaksikan si bocah itu bikin hati si buah hati siapa pun jadi cemas.

Lalu si gadis sumringah selepas mobil keluar dari sebuah lorong—penanda transisi bahwa kota di belakangnya adalah masa lalu—menuju kota bermandikan cahaya, menjanjikan masa depan yang segalanya menyenangkan.

Itulah sepotong tayangan pariwara “Kota Meikarta” berdurasi 0:58 yang gencar menghiasi pelbagai stasiun televisi sejak beberapa bulan terakhir. Sebuah imaji kota baru yang modern, rapi, kinclong, dengan hutan beton menjulang secara apik dan resik, jauh dari realitas kota lama—anggap saja Jakarta—yang lekat dengan kemacetan, polusi, banjir, dan aksi kriminal.

“Aku ingin pindah ke Meikarta,” ujar si gadis, dengan nada riang, penutup iklan tersebut.

Perusahaan publik milik konglomerat Riady itu memang getol mengiklankan proyek Meikarta. Ragam promosi Meikarta membombardir media massa, dari elektronik (teve dan radio), cetak, dan online.

Namun, pihak pengembang Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama—anak usaha Lippo Cikarang Tbk—menepis anggapan bahwa iklan Meikarta disebut jorjoran.

“Istilah jorjoran sebenarnya kurang tepat,” ujar CEO Meikarta Ketut Budi Widjaja. “karena enggak ada yang ngejar kita juga. Jorjoran, kan, ada saingannya gitu. Memang kami melakukan iklan.”

Dalam konferensi pers saat peluncuran utama Meikarta di Orange County, 17 Agustus lalu, Ketut berdalih bahwa iklan Meikarta ialah pemacu agar iklim sektor properti di Indonesia tidak lagi lesu.

“Dari sudut pandang pengembang, iklan yang masif mampu membangkitkan kembali permintaan terhadap properti di Indonesia,” menurut Ketut, yang enggan menyebut berapa duit yang digelontorkan oleh Lippo untuk iklan Meikarta tersebut. Proyek Meikarta sendiri mulai dipasarkan sejak 13 Mei 2017.

“Kalian bisa hitung sendiri dari iklan yang ada di luar,” ujar Ketut.

Redaksi Tirto mengecek iklan TV melalui Adstensity—sebuah lembaga pemantauan iklan produk. Hasilnya, iklan Meikarta selama 1,5 bulan (1 Juli - 15 Agustus 2017) telah diputar sebanyak 782 kali di 11 stasiun televisi nasional. Atau, bila dihitung per hari, ada 60-an kali iklan Meikarta yang diputar di 11 stasiun teve atau 6 kali iklan per teve.

Biaya iklan selama periode itu menembus Rp93,7 miliar, dengan mengambil jam tayang utama antara pukul 18:00-22:00—waktu menonton yang menyedot paling banyak pemirsa. Iklan paling rendah saja mencapai Rp32 juta untuk sekali tayang. Spot tertinggi mencapai Rp260 juta dan Rp300 juta untuk diputar di tengah jeda siaran Premier League dan Go-Jek Traveloka Liga 1.

Frekuensi terbanyak iklan Meikarta di MNC TV (74 kali pemutaran), berikutnya di TV One (73 kali), paling sedikit di Trans 7 (66 spot) dan Metro TV (65 spot). Sisanya, memutarkan iklan Meikarta sebanyak 72 kali dalam periode yang sama.

Meikarta juga khusus menanam iklan pada acara yang berpotensi menyedot banyak pemirsa. Seperti program Go-Jek Traveloka Liga 1 yang ditayangkan di TV One, iklan Meikarta muncul sebanyak 40 kali. Program Go-Jek Traveloka Liga 1 meraup paling banyak iklan Meikarta dengan total Rp9,8 miliar. Selain itu, iklan Meikarta paling banyak nongol di program bioskop 1 Trans TV.

Selain berpromosi di media teve, pemasaran Meikarta juga tak kalah gencar. Selain di galeri utama pemasaran mereka di Maxxbox, Orange County, pemasaran secara masif disebar ke beberapa mal besar di Jakarta termasuk di Gandaria City, Jakarta Selatan.

Ada juga upaya promosi dengan membangun tenda dadakan di stasiun-stasiun kereta rel listrik Jabodetabek. Bagi kalangan pebisnis, tim Meikarta melakukan acara khusus pemasaran di hotel-hotel.

Infografik HL Indepth Meikarta

Mengerahkan Ribuan Tenaga Pemasaran

Sejak awal dipasarkan, proyek Meikarta sedikitnya membutuhkan tenaga pemasaran hingga 10.000 orang. Direktur komunikasi Lippo Group, Danang Kemayan Jati bahkan sempat mengatakan tenaga pemasaran itu mencapai sekitar 16.000 orang.

Mereka mencanangkan langkah ambisius untuk tahap pertama: target 250.000 hunian selama 3-5 tahun ke depan. Ini setara bahwa satu orang pemasaran harus menjual sekitar 25 unit apartemen. Di sisi lain, Lippo harus mengejar pemasukan dari uang konsumen, yang akan dipakai sebagai modal membangun Meikarta.

“Sebagian dari modal, pinjaman, sebagian dari pre-selling (uang konsumen), sebagian lagi dari kemitraan (investor),” kata CEO Lippo Group, James Riady, awal Mei lalu.

Satu dari ribuan tenaga pemasaran adalah Fifi—hanya ingin dipanggil dengan nama tersebut. Fifi baru beberapa pekan bekerja. Ia direkrut oleh seorang kenalan yang mengabarkan soal lowongan pekerjaan tersebut lewat pesan berantai. Tanpa ragu, ia menyerahkan berkas lamaran kepada rekannya.

Fifi belakangan tahu kenalannya punya posisi setingkat supervisor di tenaga pemasaran Meikarta. Setelah menyerahkan berkas, Fifi segera menjalani tahap rekrutmen, dari wawancara dengan manajer pemasaran hingga manajer utama Meikarta.

“Dua minggu kemarin sudah mulai di Lippo Plaza Kramat Jati (Jakarta Timur), tapi ini baru mau tanda tangan kontrak di Maxxbox,” ucap Fifi kepada Tirto, menyebut kantor penjualan Lippo seluas 1,6 ha di Cikarang tersebut. Ia menerima pekerjaan ini karena diimingi gaji besar.

Yani, tenaga pemasaran Meikarta lain, berkata gaji yang ditawarkan selama kontrak 3 bulan sebesar Rp5 juta per bulan. Ia akan mendapatkan imbalan uang bila berhasil menggaet konsumen membeli apartemen.

“Dapat komisi 1 persen kalau berhasil menjual (unit apartemen) seharga Rp400 juta. Satu persennya, kan, Rp4 juta. Tinggal ditambahkan saja sendiri,” ujar Yani di Maxxbox, beberapa waktu lalu.

Namun, iming-iming ini perlu keringat ekstra. Seorang tenaga penjualan harus lebih dulu mengajak calon konsumen mendapatkan nomor urut pemesanan per unit, yang harus ditebus Rp2 juta. Selanjutnya adalah proses transaksi—bisa makan waktu panjang terlebih bagi konsumen yang membelinya lewat kredit.

Menurut Yani, bagi yang gagal memenuhi target dari supervisor, gaji bisa dipotong hingga menjadi Rp3 juta, dan kontraknya tak diteruskan.

Di balik jorjoran iklan dan pengerahan besar-besaran tenaga pemasaran, semua itu bermuara pada biaya yang harus ditanggung konsumen. Ditambah soal hak konsumen dalam masalah perizinan Meikarta yang hingga kini belum rampung.

Baca juga: Di mana Hak Konsumen dalam Polemik Perizinan Meikarta?

Baca juga artikel terkait MEIKARTA atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Damianus Andreas & Suhendra
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Fahri Salam