Menuju konten utama

Lahan Megaproyek Meikarta: Beli Murah Jual Mahal ala Lippo

Proyek kontroversial Meikarta berdiri di lahan yang sudah disiapkan Lippo puluhan tahun lalu. Lippo membelinya dengan harga sangat murah.

Lahan Megaproyek Meikarta: Beli Murah Jual Mahal ala Lippo
Tanah pemakaman warga Desa Jayamukt, Cikarang, dekat pembangunan Taman Meikarta yang luasnya direncanakan 100 ha, Rabu (9/8). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Satu sore Pak Haji tengah bersantai di warung kopi di Dusun Tegal Danas. Warung milik pria berusia 55 tahun itu terbuat dari bambu, terletak di pinggir kawasan pembangunan Meikarta. Persisnya berbatasan dengan lokasi taman dan danau buatan.

Di sisi utara, sepelemparan tombak dari warung, terhampar nisan-nisan tua dan pohon kamboja, menandakan bahwa kawasan di Desa Jayamukti itu kuburan yang cukup luas. Menurut Pak Haji, luas lahan kuburan ini sekitar 1,5 hektare dan telah dipakai warga cukup lama.

Sebagai warga di sekitar proyek Meikarta, ia mengetahui dari dekat bagaimana persiapan proyek properti garapan Lippo Group ini telah berjalan sekitar setengah tahun lalu. Selain balon warna-warni bertuliskan “Meikarta” di udara, barisan pohon crane dan beragam alat berat menjadi pemandangan sehari-hari bagi warga di Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi tersebut.

“Ini juga kemungkinan enggak bakal lama digaruk,” kata Pak Haji menunjuk arah kuburan. “Soalnya, yang sebelahnya itu, rencananya mau diratain.”

Lokasi kuburan itu di tengah rencana kawasan megaproyek Meikarta. Sebagian lahan di sekelilingnya sudah rata tanah, siap dibangun gedung-gedung pencakar langit, dan beragam proyek penunjang bagi kelas menengah-atas—calon penghuni anyar.

Selain lokasi kuburan itu, lahan-lahan di dusun terdekat—Cibatu di Cikarang Selatan—juga termasuk ke dalam wilayah pengembangan “Kota Baru” Meikarta.

Martin Harjawinata, Kepala Desa Jayamukti, mengatakan kemungkinan pembebasan lahan di desanya sedikit alot saat menggusur lahan kuburan. Ada sekitar 50 kepala keluarga yang tinggal di sekitar kuburan tersebut. Pihak pengembang telah menyiapkan lahan untuk “relokasi” bagi warga desa bila tergusur akibat proyek Meikarta.

“Saya pikir ketika itu jadi CBD (central business district), masak di sampingnya ada pemakaman umum?” ujar Martin saat ditemui reporter Tirto di kantornya, 9 Agustus lalu.

Berburu Tanah Murah dan Untung Jumbo

Beberapa dekade lalu, lahan yang menjadi lokasi proyek Meikarta merupakan hamparan sawah tadah hujan yang kurang subur. Namun, ada beberapa warga tetap memakainya untuk menanam padi, termasuk di lokasi yang kini menjadi kompleks taman Meikarta.

Secara keseluruhan, bentangan lahan di kawasan ini tandus dan kering. Meski demikian, lahan ini tetap dibeli oleh Lippo pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an.

Menurut Kepala Dusun Tegal Danas Oboy Sudirja, warga menjual tanahnya kepada Lippo Group dengan harga rata-rata kurang lebih Rp5.000 per meter persegi pada awal 1990-an. Oboy termasuk yang lebih dulu menjual tanahnya ke Lippo. Pada 1989, Oboy melepas tanah seluas 7.500 m² dengan harga Rp2.500/m².

Uang itu lantas dipakai Oboy membeli tanah di Karawang seharga Rp1.000/m². Keputusannya menjual tanah disebutnya “tepat” karena kondisi lahan di Cikarang memang kurang subur.

“Enggak kebayang sama sekali jadi lahan seperti Meikarta ini. Dulu alasan mereka (Lippo) ya beli-beli saja, enggak tahu buat apa,” ujar Oboy.

Kepala Desa Martin Harjawinata menyebut harga pasaran tanah di Cikarang pada medio 1990-an naik antara Rp5.000/m² hingga Rp7.000/m².

Harga tanah di kawasan itu memang bervariatif, menurut EY Taupik, Kepala Prasarana Wilayah Bappeda Kabupaten Bekasi. Harga tanah di Cikarang pada dekade 1990-an tak lebih dari Rp10.000/m².

Danang Kemayan Jati, direktur komunikasi Lippo Group, mengatakan tak tahu harga pasti pembelian tanah di Cikarang yang kini dibangun megaproyek Meikarta. “Sudah lama sekali soalnya,” katanya.

Infografik HL Indepth Meikarta

Mengacu dari informasi warga, redaksi Tirto menghitung selisih keuntungan pembelian lahan tersebut, dengan melihat perkembangan inflasi sejak 1996 hingga 2016 atau selama 20 tahun terakhir.

Bila memakai harga Rp7.500/m², nilai lahannya pada 2016 setara Rp53.000/m². Kisaran harga tanah ini masih sangat murah bila dibandingkan zonasi nilai tanah BPN di daerah kawasan Meikarta (Cikarang Pusat dan Selatan) yang sudah mencapai Rp1-2 juta/m² per 18 Agustus 2017.

Bagaimana potensi keuntungan Lippo?

Bila mengacu pada harga tanah Rp2.500/m², dengan asumsi lahan Meikarta seluas 500 ha (5 juta m²), total harga beli tanah pada 1996 itu sekira Rp12,5 miliar.

Saat ini, dengan asumsi Lippo Group menjual kembali tanah dengan harga acuan dari BPN sebesar Rp2 juta/m², nilainya sudah Rp10 triliun. Artinya ada potensi keuntungan Rp9,98 triliun dari hanya membeli tanah kosong.

Namun, tentu saja, Lippo tak akan menjual tanah kosong tersebut. Dengan megaproyek Meikarta, Lippo melipatkan nilai tambah dari lahan itu: menjual hunian dan kawasan komersial.

Berdasarkan perhitungan kami, pendapatan dari tiga menara perdana (A, B, dan S) yang dipasarkan Lippo sudah bisa mencapai Rp1,23 triliun. Capaian ini nyaris mendekati total pendapatan PT Lippo Cikarang Tbk sepanjang tahun lalu sebesar Rp1,54 triliun.

Mari kita tengok pengembangan tahap pertama Meikarta. Lippo akan menyiapkan pembangunan gedung seluas 22 juta m² (secara vertikal), terdiri mal (300 ribu m²) dan areal komersial (1,5 juta m²). Maka, taksiran potensi luas huniannya sekitar 20,2 juta m². Dengan asumsi harga apartemen Rp12,5 juta/m², pendapatan Lippo Group bisa mencapai Rp252,5 triliun.

Itu angka keuntungan fantastis hanya untuk tahap pertama, terlebih estimasi total investasi untuk Kota Baru Meikarta sekitar Rp278 triliun.

Hitung-hitungan ini bisa menggambarkan mengapa salah satu konglomerat superkaya di Indonesia ini mengklaim bahwa apartemen yang dijualnya lebih murah di koridor Bekasi-Cikarang, yang saat ini sudah mencapai Rp18-20juta/m².

Lippo bisa menjual di bawah angka itu. Bahkan, sebelum peluncuran utama Meikarta pada 17 Agustus lalu, ada apartemen milik Lippo di kawasan Cikarang yang ditawarkan kepada calon pembeli dengan harga sekitar Rp7 juta/m².

Lippo Group tahu, dengan menunggu waktu, lahan yang dibelinya dulu seharga belasan miliar kini membengkak menjadi ratusan triliun.

Baca juga artikel terkait MEIKARTA atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Damianus Andreas & Suhendra
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Fahri Salam