Menuju konten utama

Jokowi, Gibran & Prabowo Digugat soal Dugaan Nepotisme ke PTUN

Tim Pembela Demokrasi Indonesia mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) atas nepotisme dinasti politik Presiden Joko Widodo.

Jokowi, Gibran & Prabowo Digugat soal Dugaan Nepotisme ke PTUN
Presiden Joko Widodo memberikan arahan saat penyerahan secara digital Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) Tahun Anggaran 2024 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (29/11/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Spt.

tirto.id - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) atas nepotisme dinasti politik Presiden Joko Widodo (Jokowi). Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 11/G/TF/2024/PTUN.JKT, dengan objek sengketa berupa Tindakan Faktual Pejabat Pemerintahan.

Gugatan diajukan kepada Jokowi, Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Mohammad Boby Afif Nasution, Prabowo Subianto, dan KPU RI. Gugatan ini juga menyertakan pihak turut tergugat adalah Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra, Arief Hidayat, Ibu Iriana, Kaesang Pangarep dan Tempodotco Podcast Bocor Alus Politik.

Koordinator TPDI Petrus Selestinus menjelaskan, objek sengketa dalam gugatan tersebut adalah nepotisme yang dibangun Jokowi sebagai tindakan yang bertentangan dengan TAP MPR No.XI/1998, undang-undang, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

"TPDI & Perekat Nusantara melihat nepotisme dinasti politik Presiden Jokowi telah berkembang sangat cepat, sehingga telah menjadi ancaman serius terhadap pembangunan demokrasi," kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat (12/1/2024).

Petrus menjelaskan, nepotisme itu juga dikhawatirkan secara absolut akan menggeser posisi kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan nepotisme dinasti politik Jokowi yang berpuncak di Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Kepresidenan. Hal itu dipandang benar-benar menghancurkan reformasi yang telah dibangun sejak lama.

"Hal itu dinilai sebagai pengkhianatan terhadap reformasi yang belum maksimal diwujudkan setelah 25 tahun berjalan," ujar dia.

Menurut Petrus, nepotisme dinasti politik Jokowi tidak hanya menguasai struktur politik di eksekutif dan legislatif, akan tetapi juga menyandera lembaga yudikatif seperti Mahkamah Konstitusi. Hal itu semakin terpampang jelas kala Anwar Usman Ketua MK saat itu menjadi ipar Presiden Jokowi.

"Inilah yang membuat MK kehilangan kemerdekaan dan kemandiriannya," ungkap dia.

Apa yang terjadi dengan MK selama Anwar Usman menjabat, ujar Petrus, telah meruntuhkan wibawa dan mahkota lembaga tersebut. Bagaimana tidak, kemerdekaan dan kemandirian yang dijamin oleh pasal 24 UUD 1945 dirusak hanya demi kepentingan nepotisme dinasti politik.

Ditambahkan Petrus, daya rusak dari nepotisme dinasti politik adalah peran kedaulatan rakyat sebagai hal paling esensi dalam demokrasi menjadi korban. Sebab, kedaulatan rakyat kehilangan peran penentu dalam politik negara, peran kedaulatan rakyat akan bergeser menjadi kedaulatan Nepotisme Dinasti Politik.

"Artinya, manakala nepotisme dinasti politik Jokowi dibiarkan berkembang dan beranak-pinak ke seluruh sentra kekuasaan, hingga ke supra struktur politik di pucuk pimpinan lembaga negara, maka secara absolut kedaulatan rakyat bergeser lewat 'demokrasi seolah-olah'," ujar Petrus.

Sementara petitum gugatannya adalah meminta agar PTUN Jakarta menyatakan nepotisme dinasti politik sebagai perbuatan melawan hukum atau sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan harus dihentikan. Selain itu, Keputusan KPU yang menetapkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sepanjang atas nama Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus dinyatakan cacat hukum, tidak sah, serta dibatalkan.

Baca juga artikel terkait POLITIK DINASTI JOKOWI atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Politik
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang