tirto.id - Wakil Ketua Umum (Waketum) sekaligus Juru Bicara (Jubir) PAN Viva Yoga Mauladi menganggap sikap dan tindakan Presiden Jokowi yang disebut intervensi Pilpres 2024, masih dalam koridor yuridis dan etis.
Pernyataan itu disampaikan setelah Jokowi dikritik lantaran disebut cawe-cawe capres usai mengundang enam ketum parpol ke Istana Merdeka, beberapa waktu lalu.
"Tidak ada pelanggaran hukum dan Undang-undang jika presiden sering bertemu, berdiskusi, bertukar-pikiran dengan pimpinan partai koalisi pemerintah," kata Viva kepada reporter Tirto, Selasa (9/5/2023).
Menurut Viva, diskusi dan pertemuan harus terus dilakukan agar jalannya pemerintahan bisa baik, kuat, untuk mewujudkan clean government and good governance. Ia menegaskan jabatan presiden itu jabatan politik dan jabatan publik.
"Jika bicara soal politik, atau ikut ke dalam proses politik, adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, sebagai keniscayaan atau taken for granted," ucap Viva.
Viva mengatakan kalau diundang oleh partai koalisi pemerintah, lalu berdiskusi soal masa depan bangsa, mendengarkan aspirasi merupakan hal yang wajar.
"Masak enggak boleh sih," seloroh Viva.
Dari sisi etika politik, kata dia, sikap Presiden Jokowi tidak ada yang dilanggar jika harus berjalan dan berkomunikasi dengan siapa saja.
"Dengan Pak Prabowo, Pak Airlangga hubungannya dekat. Apalagi dengan Bang Zulkifli Hasan karena mereka membantu di kabinet," kata Viva.
Dengan para gubernur, lanjut dia, apalagi dengan Ganjar Pranowo, Jokowi sangat dekat. Ia mengatakan pemerintahan provinsi adalah perpanjangan tangan pemerintahan pusat yang memiliki fungsi desentralisasi dan dekonsentrasi dari kebijakan pemerintah pusat.
Lebih lanjut, Viva mengatakan Presiden Jokowi tidak pernah melarang siapapun warga bangsa untuk maju berkontestasi di pilpres.
"Sering kali Pak Jokowi menjadi korban dari playing victim, yang membangun narasi bahwa pemerintah melakukan penjegalan, pembegalan terhadap figur dan partai politik tertentu," tukas Viva.
Ia mengatakan apa masalahnya jika Presiden Jokowi condong ke figur yang menurutnya dapat melanjutkan pembangunan dan melakukan perubahan buat bangsa dan negara. Viva menegaskan hal itu dijamin oleh UU selama presiden tidak melakukan abuse of power, atau melakukan penyimpangan kekuasaan dengan menggunakan fasilitas negara dan kekuasaan.
"Kan, pak presiden [Jokowi] telah memberikan ruang yang luas dan bebas kepada siapapun untuk maju. Tidak ada larangan dari presiden kepada siapa pun untuk ikut berkontestasi," tegas Viva.
Viva mengatakan Presiden Jokowi tidak boleh netral di Pemilu 2024, tetapi aktif memonitor agar pelaksanaan pemilu dapat berjalan Luber, Jurdil, berkualitas dan berintegritas, aman, dan damai.
"Presiden mesti bertanggung jawab agar pemilu sebagai jalan demokrasi yang konstitusional akan membawa kemajuan dan kebaikan bagi bangsa dan negara," pungkas Viva.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera sebelumnya meminta Jokowi untuk tidak cawe-cawe soal pilihan capres dan cawapres di Pilpres 2024. Menurutnya, apabila capres hanya diikuti dua pasang calon, artinya negara ikut campur soal Pilpres dan capres.
Dirinya menyindir apabila presiden ingin membahas capres agar tidak hanya berkutat pada Ganjar Pranowo saja namun juga capres lainnya. Termasuk capres yang diusung oleh partai dari koalisi luar pemerintahan.
Mardani menyebut sikap Jokowi yang ikut campur soal capres tak melanggar hukum, namun melanggar etika politik. Karena jabatannya sebagai presiden yang tak boleh memihak pada kandidat capres manapun.
Saran Jusuf Kalla
Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla menyarankan Presiden Jokowi agar tidak terlalu terlibat dalam politik menjelang Pilpres 2024.
Hal itu disampaikan JK merespons sikap Jokowi yang tak mengundang Ketum Nasdem Surya Paloh ke Istana Negara dalam pertemuan enam partai politik dalam acara silaturahmi pada Selasa (2/5/2023).
NasDem menjadi satu-satunya parpol pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf yang tak diundang dalam acara itu.
JK meminta Jokowi mencontohkan Presiden RI ke-4 cum Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjelang akhir jabatan mereka tak terlalu pusing mengurus politik.
"Menurut saya, presiden itu seharusnya seperti Bu Mega dulu, SBY, begitu akan berakhir. Maka tidak terlalu melibatkan diri dalam suka atau tidak suka, dalam perpolitikan itu. Supaya lebih demokratis, lah," kata JK di kediamannya, Brawijaya, Jaksel, Sabtu (6/5/2023) lalu.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Reja Hidayat