Menuju konten utama

Nasib Sritex & Upaya Penyelamatannya Usai Berstatus Pailit

Pemerintah bisa menyiapkan skema penyelamatan Sritex, seperti take over, bailout, atau going concern, tetapi tetap harus diawasi dan perlunya bantuan dana.

Nasib Sritex & Upaya Penyelamatannya Usai Berstatus Pailit
Istighosah akbar di Lapangan Sandang Sejahtera PT. Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex), Sukoharjo pada Jumat (15/11/24). tirtoid/ Adisti Daniella

tirto.id - Nasib PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) serta seluruh anak usahanya, yaitu PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya kini berada di ujung tanduk. Ini setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi terkait putusan pailit yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga Semarang beberapa waktu lalu.

Tim Kuasa Hukum Sritex, Aji Wijaya & Co, sebelumnya mendorong MA untuk membatalkan putusan pailit yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang dengan nomor homologasi no.2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smgjo. no.12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg yang menyatakan perusahaan tersebut pailit.

Namun, permintaan itu tidak diindahkan oleh MA. Pada 18 Desember 2024, MA justru memutuskan untuk menolak kasasi tersebut melalui Putusan No. 1345 K/Pdt. Sus-Pailit/2024, yang kini telah berkekuatan hukum tetap.

“Amar putusan: tolak,” bunyi putusan yang dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung, sebagaimana dikutip Tirto.

Putusan kasasi ini mempertegas putusan Pengadilan Niaga Semarang sebelumnya, yang menguatkan status kepailitan bagi Grup Sritex. Lewat putusan ini, maka perusahaan-perusahaan dalam Grup Sritex kini harus menghadapi proses hukum yang lebih lanjut seiring dengan status pailit yang sudah tidak dapat dibatalkan lagi.

Meski begitu, pihak manajemen Sritex tetap memperjuangkan kondisi perusahaan dengan mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas putusan tersebut. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan konsolidasi internal perusahaan.

Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukmito, mengatakan upaya hukum ini ditempuh agar dapat menjaga keberlangsungan usaha, dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 50 ribu karyawannya. Upaya ini, kata dia, juga dilakukan tidak hanya demi perusahaan semata, tetapi untuk kepentingan kesejahteraan karyawan Sritex.

“Langkah hukum ini kami tempuh, tidak semata untuk kepentingan perusahaan tetapi membawa serta aspirasi seluruh keluarga besar Sritex,” ucap Iwan dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (20/12/2024).

Lebih lanjut, Iwan mengatakan dengan kondisi Sritex yang masih berstatus pailit selama proses hukum di MA, perusahaannya kesulitan untuk membeli bahan baku dan memperjualbelikan produk hasil produksinya. Oleh karenanya, dia berharap pemerintah dapat memberikan keadilan hukum yang mempertimbangkan kemanusiaan.

“[Tentu] dengan mendukung upaya pihaknya untuk tetap dapat melanjutkan kegiatan usaha, dan berkontribusi pada kemajuan industri tekstil nasional,” harap Iwan.

Butuh Segera Skema Penyelamatan

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, melihat kondisi Sritex saat ini memang tengah terkatung-katung. Karena, sejak ada putusan pailit dari Pengadilan Niaga Semarang atas perusahaan tekstil tersebut, kurator tetap jalan melaksanakan tugasnya mulai dari menutup akses ekspor impor, memblokir rekening Sritex, dan memverifikasi tagihan-tagihan kreditur.

“Dan ini terus berjalan sampai sekarang, lambat laun aktivitas produksi akan berhenti total karena kehabisan bahan baku dan cash flow-nya mandeg,” ujar Ristadi kepada Tirto, Senin (23/12/2024).

Atas situasi tersebut, lanjut Ristadi, siapapun yang mau menyelamatkan Sritex, maka harus bisa negosiasi dengan kurator, hakim pengawas, dan juga para kreditur-kreditur. Terlebih, total piutang perusahaan tekstil yang didirikan sejak 1966 tersebut telah mencapai sebesar 1,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp25,12 triliun (kurs Rp15.700 per dolar AS).

Utang tersebut terdiri dari utang jangka pendek 131,42 juta dolar AS atau Rp2,06 triliun dan utang jangka panjang 1,47 miliar atau Rp23,08 triliun.

Dari total utang tersebut, sekitar 51,8 persen di antaranya atau mencapai 810 juta dolar AS adalah utang bank. Dengan bank pemberi pinjaman terbesar kepada Sritex adalah PT Bank Central Asia Tbk atau BCA, yaitu senilai 71,3 juta dolar AS atau Rp1,11 triliun. Selain itu, ada pula utang jangka pendek SRIL ke BCA senilai 11,37 juta dolar AS atau sekitar Rp117 miliar.

“Langkah [negosiasi] ini diperlukan untuk bersama-sama menyepakati dan memutuskan jalan keluar bagi Sritex agar tetap eksis kembali,” ujar Ristadi.

Selain itu, pemerintah juga bisa menyiapkan beberapa skema penyelamatan lainnya dengan cara take over, bailout atau going concern yang dapat dijalankan secara bersama-sama. Hanya saja, kata dia, skema tersebut tetap harus diawasi dan perlu adanya bantuan dari pemerintah.

“Karena skema ini semua membutuhkan modal agar Sritex bisa berjalan terus untuk produksinya,” ujar Ristadi.

Istighosah Akbar PT Sritex

istighosah akbar di Lapangan Sandang Sejahtera PT. Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex), Sukoharjo pada Jumat (15/11/24). tirtoid/ Adisti Daniella

Peneliti Next Policy, Dwi Raihan, mengatakan status pailit Sritex memang harus menjadi perhatian pemerintah. Hal ini karena sebagai perusahaan besar, jatuhnya Sritex sangat berdampak pada ekonomi dan tenaga kerja khususnya di daerah tersebut.

"Pada dasarnya, bukan hanya sritex yang mengalami masalah namun industri tekstil secara keseluruhan. Artinya, pemerintah harus memperbaiki industri tekstil di tanah air secara fundamental," ujar Raihan kepada Tirto, Senin (23/12/2024).

Secara khusus, pada kasus sritex, pemerintah bisa mendorong restrukturisasi maupun reschedule utang dan menghindari bailout. Saat utang direstrukturisasi dan dijadwal ulang, perusahaan bisa tetap beroperasi sehingga mereka dapat pemasukan dan dapat membayar utang.

"Sementara bailout harus dihindari karena berkaitan dengan dana publik dan ketidakadilan bagi industri," ujar dia.

Upaya Pemerintah

Pemerintah tidak tinggal diam dalam upaya menyelematkan Sritex. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mendukung keberlanjutan usaha Sritex, termasuk kegiatan produksi Sritex. Hal ini penting lantaran keberlangsungan usaha ini menyangkut kesejahteraan hidup para pekerja.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan pemerintah terus mendukung upaya agar Sritex terus menjalankan kegiatan produksinya. Sebab menurutnya, keberlanjutan kegiatan produksi Sritex ini supaya tetap menjaga tenaga kerja yang sangat besar di perusahaan tersebut.

“Pemerintah mendorong ini going concern (kelangsungan usaha), jadi untuk tetap berproduksi. Tadi sore saya juga berbicara dengan manajemen Sritex supaya going concern tetap terjaga,” ujar Airlangga ditemui di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (19/12/2024) pekan lalu.

Selain itu, pemerintah juga mendorong PT Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai kreditur utama untuk mengajak kreditur lainnya menyelamatkan Sritex, sejalan dengan tujuan pemerintah. Hal tersebut ditujukan agar tetap menjaga kondisi lapangan kerja di dalam negeri dan terhindar dari PHK.

“Para kreditur termasuk salah satunya yang terbesar kan BNI untuk memimpin para kreditor ini agar setuju dengan pemerintah untuk menjaga lapangan kerja,” ucap Airlangga.

Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, juga berkeinginan agar Sritex tetap harus bisa berproduksi. Agus sendiri tidak ingin produsen dari negara lain mendominasi daripada barang-barang yang diekspor oleh produk Sritex.

Artinya, keberlanjutan produksi dan pemenuhan kontrak oleh Sritex dan pembelinya harus dipenuhi agar terhindar dari potensi kehilangan pasar ekspor.

“Ini juga penting, dalam rangka agar perusahaan masih bisa tetap mengirim produk-produknya sesuai dengan pesanan dalam kontrak yang sudah ditandatangani, khususnya kontrak-kontrak yang berasal dari luar negeri,” ucap Agus, Jumat (20/12/2024).

Perusahaan tekstil Sritex pailit

Buruh mengendarai sepeda keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/tom.

Pemerintah Jamin Tak Ada PHK

Di sisi lain, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga terus memantau dan menaruh perhatian terhadap nasib 50 ribu pekerja/buruh di PT Sritex. Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, pun berharap status palit ini tidak menyebabkan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan tersebut.

“Presiden Prabowo sering berpesan agar sebisa mungkin menghindari terjadinya PHK di perusahaan. Begitu pun kami. Tidak ingin ada PHK. Posisi kami jelas, yaitu melindungi hak-hak pekerja,” kata Immanuel dalam keterangannya, Sabtu (21/12/2024).

Namun demikian, dia menegaskan bahwa perusahaan yang dinyatakan pailit tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak pekerja sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini menjadi prioritas utama dalam upaya melindungi kesejahteraan pekerja yang terdampak langsung dari situasi tersebut.

“Kami memahami situasi sulit yang dihadapi perusahaan, namun hal itu tidak boleh mengurangi kewajiban mereka terhadap pekerja. Hak-hak buruh, seperti pembayaran pesangon, upah tertunda, dan program jaminan sosial, harus tetap dipenuhi,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia memastikan pihaknya akan turun langsung ke lapangan untuk menenangkan para buruh. Ia menjadwalkan kunjungan ke Sritex guna memantau situasi dan berdialog dengan manajemen perusahaan serta para pekerja.

“Kami akan datang ke Sritex minggu depan kita lihat, jangan sampai nanti kawan-kawan buruh atau pekerja itu galau, resah ya. Kami harus menjamin bahwa jangan sampai pas keputusan MA ada pemisah luar biasa," janji Immanuel dalam konferensi pers, di Kantor Kemnaker, Jakarta, Senin (23/12/2024).

Kemnaker, katanya telah menyiapkan langkah mitigasi untuk memastikan buruh tetap terlindungi. Ia berharap manajemen baru Sritex, termasuk kurator yang mengelola Sritex pasca kepailitan, memiliki komitmen kuat untuk mencegah PHK.

"Pasca dipailitkan, kami berharap manajemen, entah itu kurator atau apapun, harus mampu menjamin tidak adanya PHK. Karena kan going concern kan, harus tetap berlangsung, tetap berjalan (operasional)," tegasnya.

Baca juga artikel terkait PT SRITEX atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto